Nyaris 50 kapal bersejarah, termasuk bangkai kapal PD II yang tenggelam di Laut Jawa, dirayah oleh komplotan pebisnis kapal tongkang keruk sejak 2013. Operasi sindikat ini nyaris melayari perairan di Asia Tenggara. Meski bendera kapal penjarah ini beragam, tetapi mereka diikat oleh pemasok tunggal: sebuah perusahaan bernama Fujian Jiada Ship Import & Export Co., Ltd, yang berbasis di Fujian, Tiongkok.
Di satu pelabuhan di Jawa Timur, sebuah perusahaan yang bergerak dalam bisnis salvage alias kegiatan bawah air diduga kuat merampok dua kapal perang Belanda yang karam dalam pertempuran Laut Jawa tahun 1942, masing-masing seberat lebih dari 6.000 ton. Di dasar laut dengan kedalaman lebih dari 70 meter, kapal-kapal perang ini diremukkan lalu diangkut ke sebuah lahan pengepulan (dumping area) di pelabuhan untuk dicacah, dipilah rongsokan bajanya yang berkualitas, dan dipotong-potong per bagian, kemudian disalurkan ke pabrik baja.
Bagian-bagian kapal yang tak bermanfaat—selongsong peluru, amunisi, bahkan tengkorak pelaut—dibuang begitu saja, meninggalkan serpihan jejak di sekitar areal pelabuhan.
Salah satu modus yang dipakai para penjarah adalah lewat izin pembersihan jalur laut dari Kementerian Perhubungan, lewat Dirjen Hubla, dengan dalih bahwa bangkai kapal-kapal itu mengganggu jalur pelayaran. Perhitungan minimal kami, dalam satu kali operasi penjarahan selama tiga tahun, perusahaan salvage bisa mendapatkan keuntungan nyaris setengah triliun rupiah, hanya dengan mengurus biaya izin sebesar Rp3 juta.
Tim Indepth Tirto menelusuri peta penjarahan kapal perang ini selama dua bulan, dengan menggandeng bantuan dari kolega wartawan di Malaysia, Hong Kong, dan Belanda. Terbit dalam tiga seri selama Januari 2018—total ada 24 laporan—respons terhadap liputan ini membuat pemerintah Belanda dan Inggris, juga internal Kedubes Amerika Serikat, mendesak tanggung jawab pemerintah Indonesia. Media di Belanda dan Inggris, termasuk Telegraaf dan Guardian, memuat dan meneruskan temuan laporan kami atas "gangguan tak termaafkan dari setiap kapal karam yang berisi jasad manusia."
Kasus ini kemudian ditangani oleh Bareskrim Polri, tapi hasilnya belum terlihat: Belum ada seorang pun, baik dari pengusaha maupun pejabat, yang ditetapkan sebagai tersangka.*
Di satu pelabuhan di Jawa Timur, sebuah perusahaan yang bergerak dalam bisnis salvage alias kegiatan bawah air diduga kuat merampok dua kapal perang Belanda yang karam dalam pertempuran Laut Jawa tahun 1942, masing-masing seberat lebih dari 6.000 ton. Di dasar laut dengan kedalaman lebih dari 70 meter, kapal-kapal perang ini diremukkan lalu diangkut ke sebuah lahan pengepulan (dumping area) di pelabuhan untuk dicacah, dipilah rongsokan bajanya yang berkualitas, dan dipotong-potong per bagian, kemudian disalurkan ke pabrik baja.
Bagian-bagian kapal yang tak bermanfaat—selongsong peluru, amunisi, bahkan tengkorak pelaut—dibuang begitu saja, meninggalkan serpihan jejak di sekitar areal pelabuhan.
Salah satu modus yang dipakai para penjarah adalah lewat izin pembersihan jalur laut dari Kementerian Perhubungan, lewat Dirjen Hubla, dengan dalih bahwa bangkai kapal-kapal itu mengganggu jalur pelayaran. Perhitungan minimal kami, dalam satu kali operasi penjarahan selama tiga tahun, perusahaan salvage bisa mendapatkan keuntungan nyaris setengah triliun rupiah, hanya dengan mengurus biaya izin sebesar Rp3 juta.
Tim Indepth Tirto menelusuri peta penjarahan kapal perang ini selama dua bulan, dengan menggandeng bantuan dari kolega wartawan di Malaysia, Hong Kong, dan Belanda. Terbit dalam tiga seri selama Januari 2018—total ada 24 laporan—respons terhadap liputan ini membuat pemerintah Belanda dan Inggris, juga internal Kedubes Amerika Serikat, mendesak tanggung jawab pemerintah Indonesia. Media di Belanda dan Inggris, termasuk Telegraaf dan Guardian, memuat dan meneruskan temuan laporan kami atas "gangguan tak termaafkan dari setiap kapal karam yang berisi jasad manusia."
Kasus ini kemudian ditangani oleh Bareskrim Polri, tapi hasilnya belum terlihat: Belum ada seorang pun, baik dari pengusaha maupun pejabat, yang ditetapkan sebagai tersangka.*
Baca seri laporan penjarahan kapal perang:
- Kapal Perang yang Dijarah buat Proyek Luar Angkasa Cina?
- Sindikat China Penjarah Kapal Perang di Laut Asia Tenggara
- Melacak Tulang Awak Kapal Perang Belanda yang Dijarah di Laut Jawa
- Misteri Raibnya Bangkai Kapal Perang Belanda di Laut Jawa
- Karel Doorman Memilih Tenggelam bersama De Ruyter di Laut Jawa
- Akhir Tragis USS Houston, Kapal Kesayangan Presiden Roosevelt
Lihat Tirto Visual Report:
Baca juga tanggapan atas laporan Tirto:
- Respons Prihatin AS & "Kutukan" Inggris Soal Aksi Penjarahan Kapal
- Kantornya Jadi Pintu Masuk Penjarahan Kapal, Menhub Koreksi Diri
- Kasus Penjarahan Bangkai Kapal Menuai Sorotan LSM Hingga DPR
- Anggota Parlemen Belanda Marah Kapal Perangnya Dijarah di Indonesia
- Media Asing Tindaklanjuti Soal Penjarahan Kapal Perang di Laut Jawa
- Inggris Kutuk Penjarahan Kapal Perang di Perairan Indonesia
Baca juga opini atas laporan Tirto:
Baca juga artikel terkait TIRTWO atau tulisan lainnya
tirto.id - Politik
Penulis: Fahri Salam
Editor: Nurul Qomariyah Pramisti
Editor: Nurul Qomariyah Pramisti