Menuju konten utama

Melacak Tulang Awak Kapal Perang Belanda yang Dijarah di Laut Jawa

Melenyapkan bangkai kapal perang, termasuk kerangka manusia di dalamnya, telah menghancurkan memori kolektif bangsa.

Melacak Tulang Awak Kapal Perang Belanda yang Dijarah di Laut Jawa
Aktivitas perusahaan salvage di Laut Jawa diduga mengangkut bangkai tiga kapal perang Belanda, termasuk kerangka manusia di lambung kapal, yang karam dalam Pertempuran Laut Jawa 1942. Tirto/Teguh Sabit Purnomo

tirto.id - Semboyan “kapten ikut tenggelam bersama kapal yang dinakhodainya” terpatri dalam Pertempuran Laut Jawa. Salah seorang yang memegang prinsip tersebut adalah Laksamana Karel Doorman.

Perwira Angkatan Laut Belanda itu memimpin armada ABDACOM alias American-British-Dutch-Australian Command. Armada ini menjadi komando tinggi berumur pendek untuk semua angkatan Sekutu di Asia Tenggara, pada awal 1942, selama Perang Pasifik dalam Perang Dunia II.

Doorman memimpin armada tersebut ke Laut Jawa untuk mengadang armada besar Jepang yang datang dari Makassar.

Doorman tahu ia akan mati sebab kekuatan armada tempurnya tak sebanding kekuatan Jepang. Ia selalu dikenang bersama kata-kata terakhirnya ketika meninggalkan Surabaya: “Ik val aan, volgt mij!”—Saya menyerang, ikuti saya!

Ia memimpin komando di atas kapal penjelajah HNLMS De Ruyter. Doorman dan armadanya tenggelam pada dini hari 28 Februari 1942. Armada ABDACOM kehilangan dua kapal penjelajah dan tiga kapal perusak, dan HNMLS De Ruyter salah satunya.

Bagi publik Belanda, Karel Doorman adalah pahlawan. Namanya dipakai untuk sebuah kapal induk bernama HNLMS Karel Doorman. Kapal inilah yang kemudian menenggelamkan KRI Macan Tutul, bersama sang komodornya, Yos Sudarso, dalam Pertempuran Laut Aru, 15 Januari 1962. Namanya juga dipakai untuk Karel Doorman Fonds, yayasan veteran perang yang selamat dari kapal De Ruyter.

Jika kerangka KRI Macan Tutul dan tulang belulang Yos Sudarso beserta pasukannya masih bersemayam di dasar Laut Arafura, bangkai kapal Doorman telah terusik oleh para penjarah.

Pelaku penjarahan diduga adalah perusahaan salvage (kegiatan bawah air) bernama PT Jatim Perkasa. Penelusuran reporter Tirto menemukan beberapa bukti serpihan yang diduga dari bangkai kapal perang Belanda dan Inggris di Laut Jawa telah diambil secara ilegal oleh PT Jatim Perkasa dalam kurun 2014-2016.

Pengambilan ini dilakukan oleh kapal jenis barge crane produksi Cina bernama Pioner 88. Bangkai kapal diangkut ke lokasi dumping area di Pelabuhan Brondong, Lamongan.

Dalam lambung bangkai kapal terdapat para serdadu yang terjebak di kabin ketika tenggelam. Saat bangkai kapal diangkut, diduga kuat kerangka manusia pun ikut terbawa.

Serpihan Tulang Manusia Terangkut dari Bangkai Kapal?

Haji Abdul Ghoni adalah sosok berpengaruh di Desa Sedayulawas, Kecamatan Brondong. Warga di sana tahu di mana lokasi rumah "Pak Haji Ghoni" — demikian ia dipanggil. Rumahnya mudah dikenali dibanding rumah-rumah di sekitarnya: rumah tiga lantai berwarna abu-abu.

Saat PT Jatim Perkasa datang ke Brondong pada pertengahan 2014, Haji Ghoni dipercaya jadi bos lokal. Tugasnya mengatur dan mencarikan buruh lokal untuk memotong lempengan-lempengan besi dan baja bangkai kapal.

Ia tahu kegiatan perusahaan di area pengepulan besi di Pelabuhan Brondong, termasuk kemungkinan tulang dan tengkorak manusia ikut terangkut. "Terkadang ada. Terkadang tidak ada," katanya antusias saat saya menemuinya di Surabaya, 12 November 2017.

"Terbawa ke pelabuhan. Saya kumpulkan, saya buang lagi ke laut," kata Ghoni.

"Dibuang di sekitar pelabuhan," katanya, kali ini agak senewen karena saya memintanya menjawab lebih detail soal tulang belulang manusia.

Pengakuan sama diungkapkan Susanto, bukan nama sebenarnya, pria asal Semarang yang bekerja enam hari dalam seminggu sebagai pemotong besi selama PT Jatim Perkasa beroperasi.

Ia membenarkan ucapan Haji Ghoni, tetapi sepengetahuannya, ia tak pernah melihat jika tulang belulang itu dibuang kembali ke perairan di sekitar Pelabuhan Brondong.

"Semua tulang dikumpulin. Setiap kali ada tulang, saya suka disuruh sama pekerja dari Cina untuk kumpulin, terus dikasih ke Haji Ghoni," katanya.

Pernyataan sama dilontarkan Andi, rekan Susanto sebagai pemotong bangkai besi kapal. "Tengkorak dikafani dan dikuburkan lagi oleh Haji Ghoni," ujar Andi.

Andi mengaku ada macam tulang yang ia temukan: batok kepala manusia, tulang rahang, tangan, kaki, pinggul, rusuk, dan sebagainya.

Andi dan Susanto bahkan mengklaim tulang belulang yang diangkut ke Pelabuhan Brondong berasal dari kapal perang. "Sebenarnya enggak semua kapal yang datang ada tulang manusia. Tapi memang hampir semua tulang itu datang dari kapal perang," kata Susanto.

"Dan itu sepertinya dari kapal perang Belanda," timpal Andi.

Di Mana Tulang Manusia dari Bangkai Kapal Perang?

Tulang belulang itu dikumpulkan, lalu dipendam di area kuburan Suko, sebuah pemakaman desa, hanya tujuh menit berjalan kaki dari Pelabuhan Brondong. Kuburan ini berada di tengah pemukiman warga, lokasinya dekat dari kediaman Haji Abdul Ghoni di ujung Jalan Melati.

Aslamudin, 65 tahun, sudah menghabiskan separuh hidupnya jadi penggali kubur di pemakaman ini. Ia tahu lokasi makam siapa pun yang dikubur di Suko karena hanya ia satu-satunya tukang gali kubur di sana.

"Ini kuburan punya desa dan gratis. Jadi siapa saja bisa kubur tanpa kasih tahu ke saya. Tapi biasanya kalau ada yang meninggal, pasti saya dikabari," kata Aslamudin.

Pada siang 18 November 2017, saya diantar oleh Aslamudin ke titik lokasi tempat tulang-tulang manusia, yang diduga dari bangkai kapal perang, dikuburkan di pemakaman tersebut. Ia menunjuk gundukan tanah yang dirimbuni ilalang dan puing-puing batu nisan tua di tengah area makam. Patokannya sejajar dengan lampu jalan yang menempel pada trafo PLN.

Menurut Aslamudin, tulang-tulang manusia ini dimasukkan dalam karung, lalu dikubur di kedalaman tak kurang dari satu meter. "Datangnya berkali-kali, yang jelas banyak," ia berkata.

Aslamudin menawarkan saya untuk menggali gundukan tanah tersebut, tetapi saya menampiknya. Saya memilih untuk tidak mengganggu demi menghormati korban perang tersebut. Soal itu biar saja jadi urusan pemerintah Indonesia dan Belanda.

Kisah tulang belulang serdadu kapal perang yang dikuburkan di Pemakaman Suko adalah satu hal. Perkara lain adalah nasib kerangka manusia yang digilas backhoe dan truk tronton di anjungan pelabuhan.

Saat tongkang bercakar mengangkat kerangka bangkai kapal biasanya membawa limbah tanah dari dasar laut, bercampur dengan puing-puing kapal. Limbah tanah ini menumpuk di anjungan Pelabuhan Brondong.

Andi percaya banyak serpihan tulang lebih kecil yang bercampur aduk dengan limbah tanah itu. Ia berkata tulang-tulang itu "mungkin rusak" dan "terkoyak cengkeraman crane" atau digilas alat-alat berat yang lalu-lalang di dalam area pengepulan besi PT Jatim Perkasa.

Semula limbah tanah itu dibiarkan menumpuk. Berikutnya limbah tanah itu diminta untuk disebarkan. Orang yang bertugas membuangnya adalah Haji Muslihan, sosok berpengaruh di Desa Sedayulawas seperti Haji Abdul Ghoni.

Muslihan berkata kepada saya bahwa limbah tanah dari Pelabuhan Brondong disebar ke banyak titik, salah satunya ditimbun di halaman belakang Koramil 0812/18 Brondong.

Ucapannya selaras dengan perkataan Andi. "Ada berapa truk yang angkat limbah tanah ke Koramil. Bisa dicari ke sana," sarannya.

Ketika saya mengecek ke lokasi memang benar. Urukan tanah masih segar menumpuk di halaman depan dan belakang kantor Koramil. Seorang serdadu jaga membenarkan tanah ini didapat dari Pelabuhan Brondong.

'Penodaan Serius' bagi Korban Perang

Di lokasi dumping area PT Jatim Perkasa di anjungan pelabuhan sudah tak menyisakan apa pun selain tanah cokelat, bercampur remah sampah besi yang tak berharga.

Hampir satu jam saya berputar-putar menyisir lapangan seluas 100 meter x 150 meter di bekas dumping area tersebut, berharap setidaknya menemukan satu atau dua serpihan tulang.

Temuan kami memang banyak kepingan yang mirip seperti tempurung tengkorak, tulang pinggul atau tulang kering manusia, bercampur dengan serpihan serupa kerang yang berserak di area tersebut.

Kapal De Ruyter, Java, dan Kortenaer berisi 540 jiwa, termasuk sang Laksamana Karel Doorman, saat tenggelam di Laut Jawa. Besar kemungkinan mereka ikut terangkut bersama bangkai kapal tersebut yang diduga dilakukan oleh perusahaan salvage PT Jatim Perkasa.

Dalam tradisi militer, bangkai kapal perang di bawah laut sama derajat dengan makam pahlawan di darat. Kasus pelecehan kerangka pelaut Belanda di Brondong sangat mungkin jadi masalah bagi pemerintah Indonesia.

Masalahnya, perkara penjarahan ini tak semata terhadap kapal-kapal perang Belanda. Sindikat perampokan kapal perang ini bekerja hampir di seluruh perairan Asia Tenggara, tak hanya di Laut Jawa.

Wajar ketika kabar ketiga kapal itu dijarah pada 2016, Menteri Pertahanan Belanda Jeanine Hennis-Plasschaert mengungkapkan pernyataan menohok: "Penodaan kuburan perang adalah penghinaan serius."

Ia prihatin dan berkomentar: Pertempuran Laut Jawa adalah bagian dari memori kolektif kami. Bangkai kapal itu saksi bisu peristiwa tragis dan panggung kisah-kisah tentang kengerian perang."

Baca juga artikel terkait PENJARAHAN KAPAL atau tulisan lainnya dari Aqwam Fiazmi Hanifan

tirto.id - Humaniora
Reporter: Aqwam Fiazmi Hanifan
Penulis: Aqwam Fiazmi Hanifan
Editor: Fahri Salam