Menuju konten utama

Anggota Parlemen Belanda Marah Kapal Perangnya Dijarah di Indonesia

Parlemen berencana memanggil Menteri Pertahanan Belanda Anna Theodora Bernardina Bijleveld.

Anggota Parlemen Belanda Marah Kapal Perangnya Dijarah di Indonesia
Ilustrasi HL Kapal Perang Kasus Banten. tirto.id/Teguh Sabit Purnomo

tirto.id - Parlemen Belanda terkejut dengan laporan Tirto terkait pencurian kapal Perang Dunia II yang karam di Laut Jawa. Demikian dilansir www.telegraaf.nl, Senin (22/1/2017) waktu Indonesia. Parlemen berencana memanggil Menteri Pertahanan Belanda Anna Theodora Bernardina Bijleveld.

Pemanggilan ini lantaran laporan yang dibuat Kementerian Pertahanan Belanda yang dirilis pekan lalu, berbeda dengan hasil investigasi Tirto. Dalam laporan Kementerian Pertahanan Belanda, mereka tak bisa menemukan siapa yang memiliki puing-puing bangkai kapal tersebut.

Andre Bosman, salah seorang anggota parlemen Belanda berkata “Surat [dari Kemenhan Belanda] memberi kesan pelaku pencurian tidak dapat ditemukan. [Itu] Sangat tidak memuaskan,” kata Bosman seperti dilansir Telegraaf.nl.

Menurut Bosman, publikasi dari Tirto dan De Telegraaf menimbulkan pertanyaan baru terhadap kinerja tim riset dari kementerian yang dipimpin Bijleveld. “Perasaan [Kami] sangat marah,” kata Bosman melanjutkan.

Ia berharap pimpinan parlemen segera memanggil Menteri Bijleveld untuk mendengarkan keterangannya di parlemen.

Selain Bosman, Salma Belhaj anggota parlemen dari Partai D66 juga memberikan pernyataan keras atas laporan yang dirilis Tirto.

Belhaj: “Saya ingin tahu sampai sejauh mana informasi ini sudah dimasukkan dalam penelitian ini.”

“Jika tidak, saya ingin tahu apakah mereka siap melakukannya dalam penyelidikan lebih lanjut,” kata Belhaj menambahkan.

Penyataan keras dari parlemen Belanda membuat Kementerian Pertahanan bereaksi. Juru bicara Kementerian Pertahanan, Luar Negeri, dan Kebudayaan Paul Middelberg menyatakan akan mempelajari terlebih dahulu laporan Tirto.

“Kami memperhatikan fakta baru yang disajikan oleh Tirto.id. Kami akan mempelajarinya dan mengomentarinya nanti,” kata Middelberg dalam pesan singkat kepada Tirto, Senin (22/1/2018) Sore.

Penjarahan Kapal di Laut Jawa

Pekan lalu, Tirto merilis enam laporan soal penjarahan bangkai kapal, termasuk kapal perang Belanda di perairan Laut Jawa. Dari penelusuran Tirto, penjarahan ini terungkap pertama kali saat penyelam Pete Maisley mendapati dua kapal perang Belanda, HNLMS Java dan HNLMS De Ruyter, yang karam pada 1942 di dekat Pulau Bawean, Gresik, Jawa Timur, raib tanpa jejak.

Maisley kala itu menyelam buat memperingati 75 tahun pertempuran di Laut Jawa. Saat kasus ini mencuat, dugaan penjarah mengarah ke oknum warga di Madura, karena pengusaha bisnis besi tua melekat sebagai profesi yang identik di sana. Pertanyaannya: dengan cara apa mereka bisa menjarah kapal-kapal perang, dan tanpa meninggalkan jejak?

Kapal De Ruyter dan Java masing-masing sepanjang 171 meter dan 155 meter. Lebar keduanya 16 meter. Dengan dimensi yang rumit dan kompleks itu hanya penyelam berkekuatan hebat mampu melakukannya.

Basrawi, salah seorang penyelam di Madura yang berpengalaman merayah bangkai kapal, menampik pengusaha Madura sebagai pelakunya. Ia menyebut, tidak butuh kesaktian atau keajaiban untuk menjarah kapal perang raksasa. Yang dibutuhkan hanya satu: kecanggihan teknologi.

Saat hilir mudik di perairan Laut Jawa, ia sering melihat tongkang yang berhari-hari melempar jangkar di atas lokasi yang diduga di atas bangkai kapal. Di atas tongkang itu terdapat mesin crawler crane berukuran besar. Tongkang jenis ini lazim disebut tongkang bercakar atau grab dredger. Basrawi berkata nama tongkang tersebut: Pioner 88.

Kementerian Perhubungan mendata Pioner 88 dimiliki oleh PT Jatim Perkasa. Dalam situs resminya, PT Jatim Perkasa mendaku sebagai perusahaan yang ahli dalam bidang salvage (kegiatan bawah air).

Hasil pengerukan Pioner 88 ini dibawa ke Pelabuhan Brondong, Jawa Timur. Kapal yang diduga diangku dari bawah laut itu diduga merupakan kapal perang Belanda. Dugaan ini menguat lantaran ada huruf "KN" seukuran sekitar 1 meter yang tercetak di pelat kuningan.

Diduga pelat kuningan berinisial 'KN' berasal dari HNLMS Kortenaer, kapal jenis perusak yang dibikin oleh pabrik di Rotterdam. Belanda punya delapan kapal dengan tipe sama. Guna membedakan, dibuatlah kode: Piet Hein jadi 'PH', Evertsen jadi 'EV', atau Kortenaer jadi 'KN'.

Penjarahan kapal karam ini melibatkan banyak pihak, mulai dari pemberian izin pemerintah di dalam negeri, swasta lokal hingga perusahaan asing dari China. Kapal-kapal yang dijarah pun tak hanya dari Belanda, juga dari Inggris hingga Amerika.

Infografik HL Kapal Perang Termin Dua

Terhubung ke China

Beberapa media internasional pernah menduga perusahaan salvage sebagai pelaku penjarahan bangkai-bangkai kapal perang di perairan Asia Tenggara. Namun hampir tidak ada yang menyebutkan secara detail siapa pelakunya. Setelah melakukan penelusuran di lapangan, juga pembacaan atas berbagai dokumen perusahaan, serta hasil saling berbagi informasi dengan wartawan dari Belanda, Hong Kong, dan Malaysia, nama-nama perusahaan ini dapat terlacak.

Perusahaan ini memakai tongkang bercakar atau lazim disebut grab dredger atau crane barge untuk mengangkat bangkai-bangkai kapal. Saat beroperasi di perairan Indonesia, mereka mengantongi izin melalui Dirjen Perhubungan Laut untuk melakukan pembersihan jalur laut.

Kasus itulah yang terjadi di perairan dekat Pulau Bawean yang di dasarnya banyak terdapat bangkai kapal yang tenggelam saat Perang Dunia II, tepatnya Pertempuran Laut Jawa pada 1942. Kapal-kapal tersebut di antaranya tiga kapal Belanda — HNLMS De Ruyter, HNLMS Java, dan HNLMS Kortenaer — serta kapal Inggris HMS Exeter dan HMS Electra. Di Selat Sunda pun begitu: HMAS Perth (Australia) dan USS Houston (AS) dipereteli oleh tongkang bercakar.

Dari sejumlah individu dan perusahaan salvage yang terlibat dan beroperasi di Indonesia dan Malaysia, ada sebuah relasi yang menghubungkan satu sama lain: Fujian Jiada Shipping.

Berbasis di Kota Ningde, Provinsi Fujian, perusahaan Jiada bergerak di bidang perdagangan, perbaikan, dan konstruksi kapal. Pangsa pasar mereka terfokus di Asia Tenggara dengan memanfaatkan proyek One Belt One Road yang digagas pemerintah China. Mereka beroperasi secara legal dengan memanfaatkan lemahnya regulasi perlindungan benda-benda bersejarah di bawah laut dan perilaku korupsi di instansi pemerintahan Indonesia dan Malaysia.

Kaitan dengan Fujian ini juga tampak di PT Jatim Perkasa diduga menjarah kapal bersejarah di Laut Jawa. Dalam dokumen, perusahaan bercabang dua: PT Jatim Perkasa Lines dan PT Jatim Perkasa Salvage.

Agar bisa beroperasi untuk kegiatan bawah air (salvage), perusahaan membutuhkan surat izin khusus, maka dibentuklah PT Jatim Perkasa Salvage. Namun, data Kemenhub menyebut kepemilikan kapal tercantum atas nama PT Jatim Perkasa Lines—yang memang bergerak sebagai penyedia sewa perkapalan.

Pemilik PT Jatim Perkasa Salvage adalah Lin Qiqiang, warga negara China, berasal dari Kota Fuzhou, Fujian, dan menguasai 49 persen saham perusahaan. PT Jatim Perkasa terdaftar sebagai perusahaan penanaman modal asing dan, karena itu, Lin dilarang memiliki saham mayoritas. Kepemilikan 51 persen saham lainnya dipegang Ny. Zhang Qing yang lahir di Fujian tetapi berstatus WNI.

Berbeda dari PT Jatim Perkasa Salvage, status hukum PT Jatim Perkasa Lines adalah Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) dan sahamnya dimiliki WNI. Pada akta perusahaan, nama Zhang Qing tertera menguasai 48 persen saham, sementara 52 persen lain dipegang Merina Liem yang berasal dari Makassar. Relasi Merina dan Lin Qiqiang berdasarkan garis pernikahan: Merina menikah dengan Kwan Sze, kakak Cecily Sze, istri Lin Qiqiang.

Situsweb Fujian Jiada menyebut Pioner 88 dulu bernama Heng Yuan Sheng 101. Tautan itu memang tak menyebut secara gamblang Heng Yuan Sheng 101 adalah Pioner 88. Namun merujuk basis data nomor identitas kapal (IMO), sejak Juli 2014, Heng Yuan Sheng 101 memang berganti nama jadi Pioner 88.

Ketika dikonfirmasi reporter Tirto, Lin Qiqiang enggan memberikan informasi. “Saya enggak tahu Anda siapa, saya enggak bisa kasih tahu. Sorry, ya,” katanya.

Baca juga artikel terkait PENJARAHAN KAPAL atau tulisan lainnya dari Mufti Sholih

tirto.id - Politik
Reporter: Mufti Sholih
Penulis: Mufti Sholih
Editor: Mufti Sholih