Menuju konten utama

Sejarah Perkembangan Sosiologi di Eropa & Latar Belakangnya

Sejarah perkembangan sosiologi di Eropa tidak lepas dari peran para filsuf. Lalu, bagaimana latar belakang lahirnya sosiologi? Simak selengkapnya di sini!

Sejarah Perkembangan Sosiologi di Eropa & Latar Belakangnya
Emile Durkheim. wikimedia commons/https://www.clicksociologico.com/2017/03/emile-durkheim.html/publik domain

tirto.id - Sosiologi merupakan ilmu pengetahuan yang mempelajari kehidupan manusia dalam bermasyarakat. Jika merujuk pada asal kata, sosiologi diambil dari bahasa Latin, yakni socius 'teman/kawan' dan logos 'ilmu pengetahuan'.

Definisi di atas merupakan definisi umum dari ilmu sosiologi. Terdapat sejumlah pendapat dari tokoh-tokoh sosiologi yang mengemukakan definisi sosiologi yang lebih spesifik.

Menurut Pitirim Sorokin, sosiologi disebut sebagai ilmu yang mempelajari hubungan dan pengaruh timbal-balik antara aneka gejala sosial dan non-sosial. Adapun Roucek dan Warren menyatakan, sosiologi adalah ilmu tentang hubungan manusia dalam kelompok-kelompok.

Terlepas dari keragaman definisi itu, bagaimana sebenarnya sejarah ilmu sosiologi? Bagaimana latar belakang lahirnya sosiologi?

Sejarah Lahirnya Sosiologi di Eropa

Latar belakang lahirnya sosiologi di Eropa bermula dari reaksi August Comte (1798-1857) terhadap situasi anarki di masyarakat, khususnya yang dipicu oleh Revolusi Prancis. Comte pun mengembangkan sebuah ilmu yang disebut fisika sosial atau sosiologi.

Istilah fisika sosial dimaksudkan untuk menjelaskan bahwa sosiologi bisa diperlakukan seperti fisika, dengan hukum-hukumnya tersendiri. Pendeknya, ia ingin menjadikan sosiologi sebagai studi empiris dan berharap dapat menciptakan masyarakat yang harmonis, seperti sebelum pecahnya Revolusi Prancis.

Sosiologi dibagi menjadi dua oleh Comte. Bagian pertama adalah statika sosial, berhubungan dengan struktur sosial. Adapun bagian kedua merupakan dinamika sosial, yang berkaitan dengan perubahan sosial.

Upaya Comte ini bertujuan mencari hukum-hukum yang mengatur kehidupan masyarakat. Bagi Comte, perubahan sosial tidak harus lewat revolusi, melainkan juga bisa melalui proses evolusi, yang menurutnya cenderung lebih baik karena tak menciptakan anarki dan kebingungan di masyarakat.

Pada 1842, August Comte menerbitkan buku berjudul The Positive Philosophy. Di buku itu, Comte menerangkan adanya tiga tahap perkembangan intelektual dalam sejarah umat manusia, yaitu tahap teologis, metafisis, dan positif.

Karya tersebut membuat Comte dikenal sebagai bapak sosiologi. Ia pun menilai sosiologi akan jadi ilmu pengetahuan yang berkembang pesat, dan menjadi studi positif atas hukum-hukum dasar gejala sosial.

Perkembangan Sosiologi di Eropa

Istilah "sosiologi" dipopulerkan August Comte (1798-1857) dalam bukunya yang berjudul Cours De Philosophie Positive. Karya filsuf Prancis itu mencerminkan komitmen kuat terhadap metode ilmiah, alih-alih pada kekuasaan atau spekulasi.

Mencuatnya istilah "Sosiologi" sekaligus menandai sejarah lahirnya sosiologi di Eropa. Perkembangan sosiologi di Eropa lantas berlanjut ke era setelah Comte. Sejumlah karya dari para ilmuwan lain muncul dan memberi sumbangsih terhadap perkembangan sosiologi.

Salah satu tokoh yang berpengaruh dalam sejarah sosiologi adalah Karl Marx, yang bekerja sama dengan Friedrich Engels untuk menulis buku The Communist Manifesto pada 1848. Marx juga menulis Das Kapital, meski dua bab terakhirnya diteruskan oleh Engels karena Marx meninggal lebih dulu.

Marx berpendapat, sejarah manusia ditandai oleh hubungan sosial yang menyebabkan adanya ketergantungan untuk mengontrol atau menguasai sumber-sumber ekonomi. Hal itu berlangsung sejak masyarakat pertanian primitif hingga feodal dan industri.

Kelas atas atau kapitalis menjadi pihak yang menguasai sumber-sumber ekonomi. Sementara itu, kelas bawah atau kelas buruh sering kali hanya memiliki sedikit sumber daya, bahkan tidak punya sama sekali.

Pada 1876, Herbert Spencer menerbitkan buku berjudul Principle of Sociology. Semula, dia menerapkan teori evolusi organik pada masyarakat manusia. Selepas itu, filsuf asal Inggris tersebut mengembangkan teori besar tentang "evolusi sosial" yang diterima luas beberapa dekade kemudian.

Dua dekade setelahnya, pada periode 1895-1897, Emile Durkheim, pemikir asal Prancis, menunjukkan pentingnya metodologi ilmiah dalam sosiologi. Melalui buku Rules of Sociological Method (1895), Durkheim menguraikan metodologi yang kemudian diteruskan dalam buku berjudul Suicide (1897).

Buku karya Durkheim yang terakhir disebut di atas membahas tentang penyebab bunuh diri. Durkheim merancang risetnya dengan hati-hati. Ia pun mengumpulkan banyak data tentang ciri-ciri orang yang melakukan bunuh diri.

Beberapa filsuf masih bermunculan untuk terus menyempurnakan ilmu sosiologi. Sebut saja Lester F. Ward (1841-1913), George Simmel (1858-1916), Max Weber (1864-1920), William Graham Sumner (1840-1910), Charles Horton Cooley (1864-1929), dan Leopold von Wiese (1876-1949).

Perkembangan sejarah ilmu sosiologi setidaknya disebabkan oleh dua hal. Pertama, dialektika dan produksi pemikiran dari para tokoh sosiologi. Kedua, sosiologi makin terlembaga menjadi ilmu yang dianggap sophisticated.

Sejumlah asosiasi sosiolog pun mulai bermunculan, seperti The American Sociological Society pada 1905, yang didirikan oleh Albion Small, pengikut Mazhab Chicago.

Teori-teori Marxian terus dikembangkan sejak awal 1900-an hingga 1930-an, ditandai dengan berdirinya Institut Riset Sosial di Frankfurt, Jerman, atau juga dikenal Frankfurt School.

Namun, pada 1970-an, teori Marxian memperoleh kritik keras dari para tokoh yang dikenal feminis kontemporer.

Sejarah Sosiologi Modern dan Post-Modernisme

Dinamika baru sejarah perkembangan sosiologi di Eropa memasuki babak baru pada abad ke-21. Timbul perdebatan panjang antara masyarakat modern dengan pemikiran yang menganggap masyarakat telah berubah secara dramatis dan punya kualitas yang sangat berbeda. Hal itu dikenal dengan masyarakat post-modern.

Tokoh yang berkisar di antara perdebatan ini antara lain Jurgen Habermas, Anthony Gidden, Jean Baudrillard, Jean Francois Lyotard, dan Fredric Jameson. Deretan tokoh ini terbelah dalam dua kutub pemikiran yang berbeda.

Adanya perdebatan yang terjadi di tiap masa paling tidak menunjukkan bahwa sosiologi telah berkembang pesat. Tak hanya di Eropa, melainkan juga belahan dunia lain, termasuk di Indonesia.

Baca juga artikel terkait ILMU SOSIOLOGI atau tulisan lainnya dari Ahmad Yasin

tirto.id - Edusains
Kontributor: Ahmad Yasin
Penulis: Ahmad Yasin
Editor: Fadli Nasrudin