Menuju konten utama

Mengenal Teori Perubahan Sosial Menurut Tokoh Sosiologi

Perubahan sosial memiliki tiga teori dasar yang berbeda sudut pandangnya.

Mengenal Teori Perubahan Sosial Menurut Tokoh Sosiologi
Auguts Comte. FOTO/wikipedia

tirto.id - Para sosiolog memerlukan waktu yang tidak pendek untuk bisa mendefinisikan perubahan sosial.

Peristiwa perubahan sosial adalah suatu kewajaran dalam kehidupan bermasyarakat. Namun sudut pandangnya bisa berbeda antara teori satu dengan lainnya.

Perbedaan itu juga sesuatu yang lumrah karena sosiolog mendapatkan sumber informasi yang dinamis.

Mereka akan memeriksa data sejahar dalam memahami perubahan dan pergerakan sosial saat ini. Dilansir dari laman Cliffsnotes, Saat ini ada tiga teori dasar perubahan sosial yang dijadikan acuan.

Teori evolusi

Teori evolusi dikembangkan oleh Charles Darwin di abad 19. Ilmuwan yang lahir pada tahun 1809 itu menarik sisi evolusi biologis ke dalam teori perubahan sosial. Menurutnya, masyarakat akan bergerak ke arah tertentu.

Misalnya, pada evolusi sosial awal, masyarakat maju akan menuju tingkat yang lebih tinggi, dan lebih tinggi lagi setelah itu.

Hasil yang terlihat adalah masyarakat memiliki peradaban yang lebih baik seiring perjalanan waktu.

Mereka memiliki sikap dan perilaku budaya yang lebih maju dari sebelumnya. Penganut teori ini salah satunya Auguste Comte, yang berjuluk “Bapak Sosiologi". Menurutnya, perkembangan masyarakat terjadi menggunakan metode ilmiah.

Sejalan dengan itu, Emile Durkheim melihat masyarakat bergerak dari struktur sosial sederhana ke struktur sosial lebih kompleks.

Baik Comte maupun Durkheim, berpendapat, semua masyarakat melewati urutan tahapan evolusi yang sama dalam mencapai takdir yang sama.

Teori fungsionalis

Menurut teori fungsionalis, masyarakat secara alami akan bergerak menuju keadaan homeostatis. Salah satu ahli yang mendukung teori ini adalah Talcott Parson yang hidup di kurun 1902-1979.

Baginya, saat terjadi masalah sosial seperti pemogokan tenaga kerja, hal tersebut adalah perpecahan sementara dalam tatanan sosial.

Parsons juga mengemukakakn teori ekuilibrium, yaitu perubahan di satu aspek masyarakat memerlukan penyesuaian pada aspek lainnya.

Keseimbangan akan hilang dan mengancam tatanan sosial kalau sampai tidak terjadi penyesuaian.

Teori ekuilibrium ini turut menggabungkan konsep evolusi tentang kemajuan berkelanjutan, terutama pada hal stabilitas dan keseimbangan.

Teori konflik

Dalam teori konflik disebutkan, perubahan sosial diperlukan untuk memperbaiki ketidaksetaraan dan ketidakadilan sosial. Misalnya, saat masyarakat kaya dan berkuasa memepertahankan status quo-nya yang terus-menerus menguntukan mereka, maka perubahan sosial memainkan peran penting dalam mengubahnya.

Pendukung teori ini adalah Karl Marx. Meski Marx menerima pendapat evolusioner, naman dia tidak sepaham jika setiap tahapan perubahan yang berurutan dapat menghadirkan perbaikan dari sebelumnya.

Dalam catatannya, sejarah justru menunjukkan pada tahapan evolusi justru orang kaya selalu mengeksploitasi orang miskisn dan lemah.

Dalam pandangan Marx melalui buku Das Kapital (1867), diperlukan revolusi sosialis yang dipimpin oleh kaum proletar (kelas pekerja).

Dengan begitu masyarakat akan bergerak ke tahap akhir perkembangan sebagai masyarakat yang bebas, tanpa kelas, dan komunis.

Meski demikian, teori konflik juga memiliki kekurangan. Menurut kritikusnya, teori konflik tidak menyadari bahwa perubahan sosial belum tentu mengarah pada hasil yang positif sesuai harapan.

Teori yang dibawa Karl Marx berhubungan dengan perkembangan ekonomi. Oleh sebab itu, teorinya berpengaruh paling dalam dan luas pada kehidupan masyarakat. Selain itu, kenyataan sosial dari dulu sampai sekarang tidak dapat dipisahkan dari sisi ekonomi.

Baca juga artikel terkait PERUBAHAN SOSIAL atau tulisan lainnya dari Ilham Choirul Anwar

tirto.id - Sosial budaya
Kontributor: Ilham Choirul Anwar
Penulis: Ilham Choirul Anwar
Editor: Yandri Daniel Damaledo