tirto.id - Enkulturasi (pembudayaan) merupakan proses seorang individu dalam mempelajari dan menyesuaikan pikiran serta sikapnya dengan adat istiadat, sistem norma, dan peraturan-peraturan yang hidup dalam kebudayaannya.
Menurut M.J. Herskovits bahwa, Enculturation(enkulturasi) adalah suatu proses bagi seorang baik secara sadar maupun tidak sadar, mempelajari seluruh kebudayaan masyarakat.
Enkulturasi berasal dari aspek-aspek pengalaman belajar yang memberi ciri khusus atau yang membedakan manusia dari makhluk lain dengan menggunakan pengalaman-pengalaman hidupnya.
Proses enkulturatif bersifat kompleks dan berlangsung sepanjang hidup, tetapi proses tersebut berbeda-beda pada berbagai tahap dalam lingkaran kehidupan seseorang.
Enkulturasi terjadi secara agak dipaksakan selama awal masa kanak-kanak tetapi ketika mereka bertambah dewasa akan belajar secara lebih sadar untuk menerima atau menolak nilai-nilai atau anjuran-anjuran dari masyarakatnya.
Proses enkulturasi sejak kecil sudah dimulai dalam alam pikiran warga suatu masyarakat. Mula-mula dari orang-orang di dalam lingkungan keluarganya, kemudian dari teman-teman bermain.
Dengan berkali-kali meniru, tindakannya menjadi suatu pola yang mantap dan norma yang mengatur tindakannya dibudayakan.
Hampir semua aspek kehidupan manusia dalam bermasyarakat merupakan proses enkulturasi secara sadar maupun tak sadar.
Proses pembelajaran ini dimulai sejak kecil hingga akhir hayat. Berikut beberapa contoh enkulturasi dalam kehidupan sehari-hari:
Bahasa
Sebelum bisa berbicara dengan lancar, orang tua atau orang terdekat kita mengajarkan kata-kata sederhana pada kita saat masih balita.
Meski pada awalnya kita belum mampu untuk mengucapkan kata-kata tersebut dengan sempurna, orang tua senantiasa mencontohkan dan mengajari kita bertutur bahasa dengan benar dan kita perlahan menirukannya.
Sehingga seiring bertambahnya usia, seseorang mahir berbicara dengan bahasa yang telah diajarkan oleh orang tua.
Ibadah
Proses belajar ibadah sejak kecil juga tak luput dari proses enkulturasi. Sebagai contoh, saat masih anak-anak melaksanakan ibadah sangat berat untuk dilakukan (bahkan mungkin hingga usia dewasa).
Orang tua atau orang terdekat mengajarkan untuk beribadah pada awal kehidupan biasanya dengan sedikit pemaksaan, misalnya dengan memarahi jika tidak pergi solat ke masjid pada hari Jum’at atau tidak pergi ke gereja pada hari minggu.
Awalnya ini mungkin terasa berat, namun seiring dengan berjalannya waktu anak semakin memahami alasan diwajibkannya beribadah sehingga pada usia lebih dewasa mereka akan lebih rajin beribadah.
Manajemen waktu
Proses manajemen waktu seperti mengatur waktu makan dan tidur juga biasanya perlahan tertanam dalam diri seseorang dimulai sedari kecil.
Sebagai contoh, jika di sebuah rumah memiliki aturan waktu sarapan pada jam 7 pagi dan tidur pada jam 10 malam dilakukan secara terus menerus selama bertahun-tahun.
Maka anggota keluarga seperti anak akan terbiasa dengan pola tersebut, sehingga ini akan mengakar sebagai kebiasaan bahkan meski mereka sudah memiliki keluarga sendiri dan berpisah rumah.
Penulis: Balqis Fallahnda
Editor: Dhita Koesno