tirto.id - Islam memiliki sejarah panjang di tanah Cina. Pertemuan Islam di Cina dimulai sejak zaman Kekhalifahan Rasyidin, bertepatan dengan kekuasaan Dinasti Tang pada 618-907 Masehi. Konon, Islam menyebar di Cina melalui jalur perdagangan maritim. Di waktu tersebut, pemerintah Cina sudah berniaga dengan warga Persia, Arab, dan India.
Secara spesifik, Khalifah Utsman Bin Affan mengirimkan utusannya, Sa’ad bin Abi Waqqas untuk menghadap Kaisar Yong Hui pada 651 M.
Pertemuan sahabat Sa'ad bin Abi Waqqas dengan Kaisar Yong Hui merupakan awal terbentuknya hubungan diplomatik antara Cina dengan negara Islam.
Tonggak keberhasilan diplomatik Islam-Cina adalah berdirinya Masjid Huaisheng atau Masjid Sa'ad bin Abi Waqqas di Guangzhou. Masjid itu diklaim sebagai masjid tertua di daratan Cina yang usianya lebih dari 1.300 tahun.
Di sisi lain, jalur perdagangan laut dan darat yang semakin berkembang membuat banyak pedagang Islam bermukim permanen di Cina.
Di masa kekuasaan Mongol di Cina, pedagang Islam membantu urusan ekspansi. Keberadaan mereka menyebar sampai ke pelosok Cina. Orang-orang Islam ini juga menikah dan memiliki keturunan dengan penduduk lokal.
Generasi mereka ini disebut Hui Huis, lalu pada masa Dinasti Yuan (1271-1368) mereka diberi jabatan, status sosial tinggi, dan jaminan sosial. Oleh karena itu, banyak orang Islam dari jazirah Arab dan sekitarnya berdatangan ke Cina.
Pada 1368 M, Dinasti Yuan runtuh dan digantikan oleh Dinasti Ming (1368-1644 M). Situasi berbalik arah. Kegiatan Islam kian dibatasi.
Salah satu tokoh Islam terkenal di masa itu adalah Zheng He atau yang lebih dikenal dengan Cheng Ho. Ia mendapat titah dari Kaisar Ming Zhi Di (1402-1424) untuk berlayar selama 28 tahun. Hal ini kemudian dianggap tonggak penyebaran Islam Hui Huis dari Cina.
Cheng Ho yang berlayar melewati Samudra Hindia, Teluk Persia, Laut Merah dan Pantai Timur Afrika meninggalkan banyak peninggalan Islam Cina di lebih dari 30 negara, termasuk Indonesia.
Dinasti Ming mereformasi sistem pemerintahan dan birokrasi dengan mengurangi status politik Hui Huis, membatasi perdagangan dengan luar Cina, dan melarang pernikahan sesama ras yang mengakibatkan terpecahnya kelompok etnis Hui Huis.
Etnis ini terpecah menjadi 10 bagian dengan dua sistem keagamaan yang berbeda, yaitu aliran Sunni dan Menhuans (Sufi).
Aliran Islam Sunni dianut masyarakat di wilayah Xinjiang meliputi Uighur, Kazak, Khalka, Uzbek, Tarta, kecuali Tajik yang menganut Syiah. Kemudian Menhuans dianut oleh muslim di pedalaman Cina meliputi Hui, Salas, Dongxiang, dan Bao’an.
Strategi Dakwah Islam di Cina
Islam masuk ke Cina lewat jalur diplomatik dan dagang mulai abad ke-7 Masehi. Saat itu, sebagian besar penduduk Cina menganut Buddha, namun masyarakat Cina dapat menerima Islam secara terbuka. Hal ini menunjukkan bahwa Islam mampu beradaptasi dan tidak berbenturan dengan aliran setempat.
Tidak hanya itu, adaptasi yang dilakukan lslam dengan masyarakat lokal Cina membentuk kebudayaan baru. Sebagai misal, dari sisi arsitektur, atap masjid Cina berbentuk kelenteng, menyesuaikan dengan arsitektur lokal, pengucapan doa-doa dengan pelafalan Cina, penerjemahan kitab suci Al-Quran ke dalam bahasa Cina, ziarah kubur dan tahlil yang diadaptasi dari konfusius wujud bakti Xiao, serta membuat tulisan kaligrafi Cina yang biasa disebut khat.
Keadaan Terkini Umat Islam di Cina
Pada 2022, terhitung populasi muslim di Cina adalah sekitar 28.127.500, sekitar 1,73 persen dari keseluruhan populasi Cina.
Organisasi Islam terkenal di Cina adalah Asosiasi Muslim Tionghoa yang dibentuk sejak 1952. Menurut ketua asosiasi Islam tersebut, Guo Chengzen, pada 2010, terdapat sekitar 40.000 masjid telah dibangun di Cina. Jumlah masjid itu terus mengalami peningkatan dari tahun ke tahun.
Selain itu, pemerintah Cina membebaskan umat Islam melakukan kegiatan keagamaan karena keberadaannya telah dilindungi undang-undang nasional yang sah.
Pada Ramadan dan Hari Raya Idul Fitri juga, masjid-masjid di Cina selalu ramai oleh masyarakat muslim.
Untuk urusan makanan, umat Islam Cina tidak kesulitan mendapatkan makanan halal karena telah dibangun banyak restoran-restoran halal di penjuru Cina.
Penulis: Risa Fajar Kusuma
Editor: Abdul Hadi