Menuju konten utama
Perkembangan Islam di Eropa

Sejarah Perkembangan Islam di Jerman: Populasi dan Keadaan Terkini

Masuknya Islam di wilayah Jerman sejak abad ke-9 Masehi. Berikut ini sejarah perkembangan Islam di Jerman, mencakup populasi, regulasi, & keadaan terkini.

Sejarah Perkembangan Islam di Jerman: Populasi dan Keadaan Terkini
Islam di Eropa. foto/IStockphoto

tirto.id - Jerman termasuk negara di Eropa yang memiliki penduduk muslim cukup besar. Persentuhan Jerman dengan dunia Islam sudah berlangsung lama. Hubungannya bisa dilacak sampai pada abad ke-9. Lantas, bagaimana sejarah perkembangan Islam di Jerman dan keadaan terkini mereka di sana?

Di masa silam, Raja Charlemagne (747-814) dikenal sebagai pemimpin bangsa Frank dan kaisar pertama Kekaisaran Romawi Suci (saat ini berada di kawasan Jerman), pernah menjalin kontak dengan Harun Ar-Rasyid. Hubungan keduanya bisa terjalin atas dasar persekutuan politik.

Sebagaimana dikutip dari History of The Arabs (2006) yang ditulis Philip K. Hitti, Raja Charlemagne punya kepentingan menghadapi Bizantium yang tidak bersahabat. Oleh karena itu, ia menganggap Harun adalah sekutu potensial untuk melawannya.

Sementara itu, khalifah Abbasiyah tersebut ingin memanfaatkan Charlemagne menghadapi pesaingnya, Dinasti Umayyah, yang berhasil membangun negara di Spanyol.

Interaksi antara Charlemagne dan Harun diketahui dari pertukaran para duta dan hadiah. Kadang-kala disebut para utusan raja agung dari Barat itu kembali dengan membawa hadiah mewah dari Raja Harun, meliputi pakaian hingga rempah-rempah.

Setelah masa Charlemagne, hubungan Jerman dengan dunia Islam juga tercatat pada abad ke-18. Diketahui hubungan ini terjadi pada masa raja Prusia, Kaisar Frederick William I. Sekitar tahun 1732, didirikan sebuah masjid dekat gereja Postdam sebagai hadiah kerajaan Prusia terhadap dua pahlawan Islam Turki atas kontribusinya untuk memperkuat pasukan kerajaan Prusia.

Pada abad 20, komunitas muslim dari Turki datang ke Jerman yang tengah membangun negaranya pasca Perang Dunia II. Para imigran dari Turki mengisi kebutuhan akan tenaga kerja. Identitas sebagai muslim masih melekat sampai kemudian mereka menetap di kawasan Industri di Jerman, antara lain Berlin, Frankfurt, Dortmund, Munich, hingga Hamburg.

Masyarakat muslim Turki kemudian bergerak mengorganisasi diri dan berkegiatan bersama. Salah satu kegiatannya adalah membangun masjid-masjid di Jerman. Komunitas muslim Turki pada akhirnya terus beregenerasi di Jerman. Mereka juga melakukan dakwah ke orang-orang lokal sana.

Selanjutnya, banyak generasi muda muslim yang tumbuh dan dibesarkan di Jerman, bahkan memperoleh berbagai fasilitas seperti pendidikan gratis dan tunjangan sosial. Laporan dari lembaga wadah pemikir (think tank) Pew Research menyatakan bahwa di antara sebab populasi muslim tumbuh pesat di Jerman adalah karena orang-orang Islam sebagian besar merupakan generasi produktif dan cenderung subur untuk memiliki keturunan daripada penduduk lokal.

Selain imigran Turki, terdapat pula orang-orang dari Maroko dan Tunisia yang direkrut sebagai pekerja atas persetujuan pemerintah Jerman dengan negara mereka masing-masing. Kedatangan imigran muslim ini paling banyak terjadi pada tahun 1960-an.

Populasi Umat Islam di Jerman

Populasi muslim di Jerman mengalami kenaikan sebesar 90.000 sejak survei terakhir pada 2015. Dilansir Daily Sabah, Kantor Federal untuk Migrasi dan Pengungsi (BAMF) menempatkan total antara 5,3 juta dan 5,6 juta populasi muslim di Jerman pada 2021.

Angka ini mewakili 6,4% dan 6,7% dari total populasi, mengacu pada survei yang dipresentasikan tersebut bersama dengan Kementerian Dalam Negeri Jerman.

Pertumbuhan jumlah populasi ini telah membuat komunitas muslim di Jerman lebih beragam pada beberapa tahun terakhir. Presiden BAMF Hans-Eckhard Sommer menyebut keadaan ini sebagai akibat migrasi dari negara-negara Timur Tengah.

Pernyataan Sommer dapat merujuk pada kerusuhan yang melanda Timur Tengah dan Afrika pada rentang 2010-2016.

Sebagai contoh, adanya Arab Spring dan keberadaan ISIS menyebabkan banyak penduduk mengungsi ke sejumlah negara maju Eropa seperti Jerman.

Pengaruh kedatangan imigran membuat Jerman menjadi negara dengan penduduk imigran ketiga terbesar di dunia.

Keadaan Terkini Muslim di Jerman

Komunitas muslim di negara berpenduduk 82 juta jiwa itu telah memiliki sejumlah sarana beribadah. Mereka tercatat telah mempunyai sekitar 2.500 langgar dan sejumlah masjid, di antaranya merupakan inisiasi dari pemeluk agama Islam sendiri dengan bantuan pemerintah wilayah setempat.

Fungsi masjid di Jerman bukan hanya tempat beribadah. Disebabkan ketiadaan infrastruktur keagamaan formal, masjid pada akhirnya juga mengambil peran sebagai tempat pendidikan/pengajaran, pertemuan sosial keagamaan, acara perkawinan, dan pusat bisnis.

Oleh karena itu, kerap ditemui sejumlah masjid di Jerman yang memiliki toko, restoran, perpustakaan, dan ruang pertemuan.

Pemerintah Jerman tidak hanya menampung umat muslim, tetapi juga membuka kesempatan murid-murid yang beragama Islam mendapatkan pendidikan agama di sekolah-sekolah negeri. Guru-guru terlatih dikerahkan untuk memberi pengajaran agama Islam di sekolah.

Berkat kebijakan pemerintah, siswa muslim di Jerman mempunyai waktu selama 40 menit per pekan untuk mempelajari pelajaran agama Islam. Bahkan salah satu negara bagian di Jerman, Hesse, telah mengadakan pelatihan kepada guru-guru yang disediakan organisasi Islamic Federation untuk mengajarkan agama Islam.

Jerman merupakan negara yang menjamin kebebasan beragama setiap warganya. Undang-Undang Dasar Jerman pada pasal 4 ayat 1 menyebutkan bahwa kebebasan beragama dan memiliki pandangan filosofis hidup tidak boleh diganggu.

Jaminan kebebasan tersebut cukup membantu menjaga kehidupan beragama, meskipun masih terdapat kasus-kasus diskriminasi terhadap warga muslim, seperti pemakaian jilbab.

Pada saat Ramadan, muslim di Jerman juga punya tradisi buka puasa bersama kawan dan kerabat.

Banyak supermarket Turki, Arab, dan Asia di kota-kota besar Jerman menjajakan makanan khas lokal, seperti baklava Turki.

Selain itu, terdapat pula makanan dengan keterangan “halal” di banyak toko. Namun, lantaran Jerman melarang penyembelihan hewan tanpa membuatnya pingsan terlebih dulu, ketersediaan akan daging halal harus diimpor.

Baca juga artikel terkait AGAMA ISLAM atau tulisan lainnya dari Ahmad Yasin

tirto.id - Bisnis
Kontributor: Ahmad Yasin
Penulis: Ahmad Yasin
Editor: Abdul Hadi