tirto.id - Sejarah Kerajaan Buleleng dimulai sejak pertengahan abad ke-17 Masehi di Pulau Dewata, tepatnya di wilayah Singaraja (bagian utara Bali yang dahulu disebut Den Bukit). Lantas, bagaimana latar belakang Kerajaan Buleleng?
Kerajan Buleleng berdiri ketika eksistensi Kerajaan Majapahit di Jawa Timur kian memudar. Kemaharajaan Majapahit ini mengalami keruntuhan akibat intrik internal, sementara Buleleng baru memulai kehidupannya.
Adapun sejarah Kerajaan Buleleng tidak terlepas dari kehadiran Wangsa Kepakisan sebagai pendahulunya. Bangsa ini memimpin Kerajaan Gelgel yang wilayah kekuasaannya mencakup Bali dan Sumbawa.
Sejarah Pendirian Kerajaan Buleleng
Di Pulau Dewata, pernah berdiri Kerajaan Buleleng bersama sejumlah kekuasaan Hindu lain. Amurwani Dwi dkk. dalam Sejarah Indonesia (2014:141) mencatat, pernah muncul beberapa kerajaan seperti Gelgel, Klungkung, Buleleng, dan lainnya.
Latar belakang Kerajaan Buleleng dapat dikatakan berawal dari keberadaan Kerajaan Gelgel (1383-1687 M). Salah satu Raja Gelgel yang bernama I Gusti Ngurah Jelantik berkuasa di sana mulai 1580 M.
Keturunan bangsa atau Wangsa Kepakisan ini mempunyai anak yang bernama I Gusti Anglurah Panji Sakti. Anak tersebut punya beberapa keistimewaan, namun karena bukan putra mahkota dia pun diasingkan.
Pengasingan putra raja yang bukan pangeran ini dilakukan ke wilayah bagian Utara Bali. Pada zaman memudarnya kekuasaan Majapahit, momen itu dimanfaatkan oleh berbagai pihak lokal untuk berkonflik.
Kendati demikian, I Gusti Anglurah Panji Sakti hadir bak sosok pemimpin wilayah baru Den Bukit (utara Bali yang kini bernama Singaraja). Kemudian mendirikan kerajaan pada 1660 M yang dikenal dengan nama Buleleng.
Dengan begitu, letak Kerajaan Buleleng mencakup sejumlah daerah utara Bali yang dahulu disebut sebagai Den Bukit. Kecerdasan kepemimpinan Panji Sakti secara cepat membawa Buleleng menuju puncak kejayaan.
Kerajaan ini punya bandar dagang yang ramai karena letaknya dekat dengan pantai dan laut. Buleleng berperan sebagai penyalur pasokan hasil bumi dari para saudagar Bali ke wilayah-wilayah lainnya.
Dikutip dari buku I Gusti Anglurah Panji Sakti Raja Buleleng (1994) karya Soegianto Sastrodiwiryo, sejarah Kerajaan Buleleng bertambah luas setelah menaklukkan Blambangan (Banyuwangi). Kemudian sempat pula menundukan Pasuruan di Jawa Timur.
Kekuatan Kerajaan Buleleng perlahan melemah setelah Panji Sakti meninggal dunia pada 1704. Kekuasaan ini sempat tunduk kepada Kerajaan Mengwi mulai tahun 1732, lalu merdeka kembali pada 1752.
Namun demikian, Buleleng kembali mengalami kekalahan perang pada 1780. Wilayah Kerajaan Buleleng yang sedang dipimpin I Gusti Ngurah Jelantik (1757-1780) itu diambil alih Wangsa Karangasem.
Pendiri Kerajaan Buleleng
I Gusti Anglurah Panji Sakti atau yang bernama kecil I Gusti Gede Pasekan adalah seorang pangeran. Ia putra dari I Gusti Ngurah Jelantik, penguasa Kerajaan Gelgel yang bertakhta sejak tahun 1580 Masehi.
Meskipun bertitel pangeran, Panji Sakti bukanlah putra mahkota karena ia bukan anak dari permaisuri. Ibunda Panji Sakti bernama Si Luh Pasek Gobleg, istri selir I Gusti Ngurah Jelantik.
Dikisahkan oleh Deni Prasetyo dalam buku Mengenal Kerajaan-Kerajaan Nusantara (2009), Panji Sakti berbeda dengan anak-anak lainnya. Ia punya keistimewaan, termasuk disebut-sebut memiliki kekuatan supranatural.
Kelebihan Panji Sakti membuat ayahnya khawatir. I Gusti Ngurah Jelantik cemas jika suatu saat anaknya dari istri selir itu akan menggeser posisi pewaris takhta yang telah ditunjuknya, yakni putra mahkota dari permaisuri.
Oleh karena itu, Panjii Sakti diasingkan ke kampung halaman ibunya ketika umurnya genap 12 tahun. Lokasi tempat kelahiran selir tersebut di Desa Panji, wilayah Den Bukit, Bali bagian utara.
Di Den Bukit, Panji Sakti tumbuh sebagai sosok pemimpin muda yang cemerlang. Ia berhasil menyatukan wilayah-wilayah sekitar Den Bukit, kemudian dinobatkan menjadi raja dan mendirikan Kerajaan Buleleng.
Peninggalan Kerajaan Buleleng
Berdasarkan catatan Sugeng Riyanto dan kawan-kawan dalam “Studi Potensi Lansekap Sejarah untuk Pengembangan Wisata Sejarah di Kota Singaraja” yang termuat di jurnal Arsitektur Lansekap (vol.2, no.1, 2016), ada beberapa peninggalan sejarah Kerajaan Buleleng, di antaranya adalah:
1. Perempatan Agung (Catus Patha)
Perempatan berlokasi di Jalan Mayor Metra, Veteran, dan Gajah Mada, Kota Singaraja. Konsep penataan ruang ini disebut tradisional khas Buleleng, terdiri atas pura, puri (pusat pemerintahan), pasar, dan lapangan terbuka.2. Masjid Kuno (Keramat)
Ditemukan ketika orang Bajo dari Suku Bugis menyisir lahan yang tertutup semak belukar di tepi Sungai Buleleng. Diduga, masjid ini adalah peninggalan Buleleng ketika pengaruh Islam masuk ke Bali.3. Masjid Agung Jami'
Peninggalan ini semula bernama Masjid Jami yang ditujukan sebagai simbol toleransi beragama di Kerajaan Buleleng. Namanya diubah pada 1970, sebagai bentuk penghargaan kepada kebaikan Raja Buleleng.4. Kampung Bugis
Catatan sejarah perjalanan orang seberang bisa dilihat dari kampung ini. Suku Bugis ketika itu tergabung dalam angkatan laut Kerajaan Buleleng dan banyak yang menetap di Singaraja.5. Kantor Bupati Buleleng
Setelah Buleleng dikuasai Belanda, dibangun gedung Asisten Residen untuk pejabat Belanda. Kemudian pasca Indonesia merdeka, diubah fungsinya oleh Pemerintah Daerah Bali menjadi Gedung Veteran dan perguruan tinggi.6. Eks Perlabuhan Buleleng
Tempat ini adalah bukti sejarah bahwa Kerajaan Buleleng pernah berperan sebagai pusat perdagangan. Melalui jalur-jalur transit dan pusat transaksi ini, Buleleng sempat mengalami puncak kejayaannya.Daftar Raja Buleleng
Terdapat beberapa daftar raja dari Kerajaan Buleleng yang sempat memimpin istana tersebut. Namun demikian, tercatat pula dalam sejarah Kerajaan Buleleng bahwa pemimpinnya terbagi atas Wangsa Panji Sakti dan Karangasem.
Berikut ini daftar Raja Buleleng tersebut.
Wangsa Panji Sakti
- Gusti Anglurah Panji Sakti
- Gusti Panji Gede Danudarastra
- Gusti Alit Panji
- Gusti Ngurah Panji
- Gusti Ngurah Jelantik
- Gusti Made Singaraja
- Anak Agung Rai
- Gusti Gede Karang
- Gusti Gede Ngurah Pahang
- Gusti Made Oka Sori
- Gusti Ngurah Made Karangasem
Penulis: Yuda Prinada
Editor: Iswara N Raditya
Penyelaras: Yuda Prinada