tirto.id - Masjid Saka Tunggal Kebumen merupakan salah satu peninggalan sejarah yang dibangun pada masa penjajahan Belanda dan masih difungsikan hingga kini. Masjid ini terletak di Desa Pekuncen, Kecamatan Sempor, Kabupaten Kebumen, Jawa Tengah.
Sesuai namanya, masjid ini memiliki ciri khas arsitektur berupa satu saka sebagai penyangga bangunan utama. Dalam sejarahnya, Masjid Saka Tunggal pernah menjadi pusat dakwah Islam di Kebumen dan sekitarnya.
Masjid Saka Tunggal mengandung filosofi spiritual dengan makna mendalam. Saka tunggal berarti makna keesaan Tuhan sebagai satu-satunya Zat pencipta alam semesta.
Dua Versi Sejarah Masjid Saka Tunggal Kebumen
Ada beberapa versi terkait sejarah pembangunan Masjid Saka Tunggal Kebumen, salah satunya yang dikutip dari laman Dinas Perpustakaan dan Kearsipan Kabupaten Kebumen (2018).
Disebutkan bahwa Masjid Soko Tunggal dibangun oleh Adipati Mangkuprojo pada sekitar tahun 1719. Adipati Mangkuprojo berasal dari keluarga Kesultanan Kartasura, cikal-bakal Kasunanan Surakarta dan Kasultanan Yogyakarta.
Adipati Mangkuprojo adalah sosok yang kerap menentang Belanda. Ia dan pasukannya menjalankan perjuangan dengan cara gerilya. Namun, akibat terdesak, ia terpaksa melarikan diri hingga sampai di Kebumen, tepatnya di Pekuncen.
Di Pekuncen, Adipati Mangkuprojo mendirikan pesanggrahan untuk menyebarkan syiar Islam. Lantaran pengikut Adipati Mangkuprojo bertambah banyak, maka didirikan Masjid Saka Tunggal.
Versi kedua mengenai sejarah Masjid Saka Tunggal Kebumen dikutip dari laman Pemerintah Daerah Kabupaten Kebumen (2014).
Disebutkan versi ini bahwa yang mendirikan Masjid Saka Tunggal bukan Adipati Mangkuprojo, melainkan putranya pada 1722.
Namun, cerita garis besarnya hampir sama, yakni mengenai Adipati Mangkuprojo dari Kasultanan Kartasura yang melawan Belanda dan melarikan diri sampai ke Pekuncen.
Arsitektur Masjid Saka Tunggal Kebumen
Dikutip dari penelitian berjudul “Masjid Jami Soko Tunggal Kebumen Sebagai Situs Budaya Warisan Indonesia” oleh Febri Hermawan (2012), Masjid Saka Tunggal mempunyai arti "masjid yang ditopang satu tiang".
Saka tunggal sebagai penopang utama berbentuk persegi empat berukuran 30 x 30 centimeter dan mempunyai tinggi 4 meter.
Di ujung atas saka terdapat empat kayu melintang berfungsi sebagai penyangga utama. Di tengah saka terdapat empat skur, membantu penyangga kayu-kayu di atasnya.
Dikutip dari laman Dinas Perpustakaan dan Kearsipan Kabupaten Kebumen (2018, atap masjid ini menggunakan daun bambu yang dianyam. Dindingnya memakai tabak bambu (gedek). Kemudian, atap bambu diganti ijuk, tetapi dindingnya masih tabak bambu.
Dalam perkembangannya selama hampir seabad, atap ijuk diganti genteng. Pada 1922, dinding bambu diganti bangunan tembok dan direnovasi pada Juli 2005.
Sedangkan menurut laman Pemerintah Daerah Kabupaten Kebumen (2014), kerangka Masjid Saka Tunggal Kebumen disusun di Kraton Kartasura (dekat Solo) dan dibawa dengan berjalan kaki ke Pekuncen.
Kerangka masjid ini terdiri atas satu batang saka dan empat buah danyang atau skur untuk membantu menyangga kayu-kayu yang ada di atasnya.
Jenis kayu yang digunakan sebagai saka adalah kayu jati pilihan. Semua bangunan pada masjid ini sudah direnovasi kecuali saka tunggal dan skur tersebut. Bangunan ini masuk ke dalam bangunan cagar budaya dilindungi.
Filosofi Masjid Saka Tunggal Kebumen
Saka Tunggal mengandung makna filosofi. Dikutip dari laman Pemerintah Daerah Kabupaten Kebumen (2014), Saka Tunggal yang berarti "keesaan": Allah sebagai Sang Pencipta Tunggal Alam Semesta.
Artinya, keberadaan Masjid Saka Tunggal di Kebumen dimaknai sebagai tempat untuk meyakinkan bahwa Allah (Tuhan) itu tunggal.
Filosofi lainnya adalah makna bahwa Masjid Saka Tunggal Kebumen sebagai wujud tekad dalam perjuangan melawan penjajah Belanda seperti yang telah dilakukan oleh Adipati Mangkuprojo.
Penulis: Syamsul Dwi Maarif
Editor: Iswara N Raditya