tirto.id - Kesultanan Ternate merupakan salah satu kerajaan Islam tertua di Maluku Utara yang berdiri sejak abad ke-13 Masehi. Silsilah raja atau sultan pemimpin Kerajaan Ternate melewati sejarah panjang dari generasi ke generasi hingga kesultanan ini menuai keruntuhan.
Semula, Kerajaan Ternate bukanlah kerajaan bercorak Islam saat didirikan oleh Momole Ciko bergelar Baab Mashur Malamo pada 1257.
Menurut Restu Gunawan dalam Ternate Sebagai Bandar Jalur Sutra (1999), agama Islam masuk ke Maluku pada abad ke-15 Masehi. Raja Ternate pertama yang memeluk Islam adalah Kolano Marhum (1466-1468).
Dalam perjalanan sejarahnya, Kesultanan Ternate pernah berulangkali menghadapi bangsa penjajah, termasuk Portugis yang datang pada 1512 hingga Belanda pada abad-abad selanjutnya.
Di tangan Belanda pula Kesultanan Ternate harus mengakui kekalahan dan takluk di bawah kuasa penjajah sebelum akhirnya Indonesia merdeka tahun 1945.
Melemahnya Kesultanan Ternate
Kesultanan Ternate mulai melemah sepeninggal Sultan Baabullah (1570-1583). Sultan Baabullah adalah pemimpin yang membawa Kesultanan Ternate ke puncak kejayaan dan sanggup mengusir Portugis pada 1575.
Awal mula relasi Kesultanan Ternate dengan Belanda terjadi pada 1603. Dinukil dari Sejarah Sosial Kesultanan Ternate (2010), Kesultanan Ternate terpaksa meminta bantuan Belanda karena berulangkali menelan kekalahan dari Portugis.
Portugis, yang pernah diusir oleh Sultan Baabullah, kala itu melihat kekuatan Kesultanan Ternate mulai melemah dan bergabung dengan Spanyol yang berkedudukan di Filipina untuk menguasai Maluku.
Bahkan, dikutip dari Islam dalam Arus Sejarah Indonesia (2020) karya Jajat Burhanudin, pemimpin Kesultanan Ternate saat itu, Sultan Said Barakat Syah (1583-1606), ditangkap dan diasingkan ke Manila.
Kesultanan Ternate terpaksa meminta dukungan dari VOC atau Belanda untuk melawan pasukan gabungan Portugis dan Spanyol meskipun dengan kompensasi yang amat besar. Berkat bantuan Belanda, Portugis dan Spanyol dapat dipukul mundur.
Tanggal 26 Juni 1607, Mudaffar Syah I (1607-1627) selaku Sultan Ternate yang baru, harus menandatangani kontrak dengan VOC sebagai imbalan atas bantuan yang diberikan untuk melawan Portugis dan Spanyol.
Dengan perjanjian itu, VOC berhak memonopoli perdagangan di Ternate dan beberapa daerah di Maluku lainnya. Di tahun yang sama, VOC membangun Benteng Oranje di Ternate. Benteng ini merupakan benteng pertama Belanda di Nusantara.
Perlawanan dan Runtuhnya Ternate
Ditekennya perjanjian dengan VOC pada 1607 membuat mulai muncul perlawanan dari tokoh-tokoh bangsawan maupun para pemimpin masyarakat Ternate yang merasa tidak puas dengan kepemimpinan sultan.
Pengaruh Belanda yang semakin kuat, ditambah kepemimpinan sultan yang terus saja lemah dari era ke era, membuat rakyat Ternate kian menderita.
Sepanjang abad ke-17, setidaknya ada 4 gerakan perlawanan yang dikobarkan bangsawan dan rakyat Ternate, masing-masing terjadi pada 1635, 1641, 1646, dan 1650.
Hingga akhirnya, setelah sekian lama dipimpin oleh sultan yang tunduk terhadap Belanda, muncul sosok pemimpin Kesultanan Ternate yang berani menentang penjajah, yakni Muhammad Nurul Islam atau yang lebih dikenal dengan nama Sultan Sibori (1675-1689).
Sultan Sibori melancarkan perlawanan terhadap Belanda dengan menjalin aliansi dengan Kesultanan Mindanao (Filipina bagian selatan).
Namun, perjuangan ini gagal karena Belanda sudah menguasai banyak wilayah strategis milik Ternate sebagai akibat dari berbagai perjanjian yang disepakati sultan-sultan sebelumnya.
Tanggal 7 Juli 1683, Sultan Sibori menyerah, diasingkan ke Batavia, dan terpaksa menandatangani perjanjian dengan VOC yang menandai tamatnya kedaulatan Kesultanan Ternate. Dicatat oleh M. Adnan Amal dalam buku Kepulauan Rempah-rempah (2016), beberapa poin dari isi perjanjian itu antara lain:
- Gubernur VOC berhak duduk dalam Dewan Kerajaan Ternate.
- Semua eksekusi mati di Kerajaan Ternate harus dengan persetujuan VOC.
- Setiap pergantian Sultan Ternate harus dengan persetujuan VOC.
Daftar Pemimpin Kerajaan Ternate
Masa Pra-Islam
1257 – 1277 : Ciko atau Baab Mashur Malamo
1277 – 1284 : Poit atau Kaicil Yamin
1284 – 1298 : Siale atau Kaicil Kamalu
1298 – 1304 : Kalabatta atau Kaicil Bakuku
1304 – 1317 : Komala atau Ngara Malamo
1317 – 1322 : Patsyaranga Malamo
1322 – 1331 : Sida Arif Malamo
1331 – 1332 : Paji Malamo
1332 – 1343 : Sah Alam
1343 – 1347 : Tuhu Malamo
1347 – 1350 : Boheyat atau Kaicil Kie Mabiji
1357 – 1357 : Ngolo Mahacaya
1357 – 1359 : Momole
1359 – 1372 : Gapi Malamo
1372 – 1377 : Gapi Baguna I
1377 – 1432 : Kumala Putu
1432 – 1405 : Gapi Baguna II
Masa Islam
1466 – 1468 : Kolano Marhum
1486 – 1500 : Sultan Zainal Abidin
1500 – 1522 : Sultan Bayan Sirullah
1522 – 1529 : Sultan Deyalo
1529 – 1532 : Sultan Boheyat
1532 – 1535 : Sultan Tabariji
1535 – 1570 : Sultan Khairun Jamil
1570 – 1583 : Sultan Babullah
1583 – 1606 : Sultan Saidi Saifuddin
1606 – 1610 : Sultan Hidayat
1610 – 1627 : Sultan Mudaffar
1627 – 1648 : Sultan Hamzah
1648 – 1672 : Sultan Mandar Syah
1672 – 1690 : Sultan Sibori
1690 – 1692 : Kekuasaan Ternate dijalankan para Bobato
1692 – 1714 : Kaicil Toloko
1714 – 1751 : Kaicil Raja Laut
1751 – 1754 : Oudhoorn
1754 – 1777 : Sahmardan
1777 – 1796 : Arunsah
1796 – 1801 : Sarka atau Sarkan
1801 – 1807 : Muhammad Yasin
1807 – 1823 : Sarmole van der Parra
1823 – 1861 : Muhammad Zain
1861 – 1876 : Muhammad Arsyad
1876 – 1900 : Ayanhar II
1900 – 1902 : Haji Muhammad Ilham
1902 – 1914 : Haji Muhammad Usman
1914 – 1927 : Kekuasaan Kesultanan Ternate lowong
Sejak 1927 : Iskandar Muhammad Jabir Syah
Editor: Agung DH