tirto.id - Sultan Maulana Hasanuddin atau Syekh Hasanudin merupakan pendiri sekaligus pemimpin pertama Kesultanan Banten. Selain itu, Sultan Hasanuddin Banten juga berperan dalam penyebaran agama Islam di wilayah tersebut.
Adapun Kesultanan Banten mengalami masa keemasan dalam perekonomian berkat berbagai kebijakan sultan pertamanya. Bahkan, wilayah kekuasaan Sultan Maulana Hasanuddin saat itu sempat menjadi salah satu jalur dan tempat perdagangan terbesar di Nusantara.
Lantas, bagaimana sejarah hidup Maulana Hasanuddin pendiri Kesultanan Banten? Berikut penjelasan tentang kehidupan, masa kepemimpinan di Banten, dan kebijakan yang dibuatnya.
Sejarah Singkat Kisah Maulana Hasanuddin
Dikutip dari The Sultanate of Banten (1990) karya Hasan Muarif Ambary dan Jacques Dumarçay, Maulana Hasanuddin memperoleh gelar Pangeran Sabakingkin atau Seda Kinkin. Pemberi gelar itu adalah kakeknya, yaitu Prabu Surosowan (Bupati Banten).
Maulana Hasanuddin adalah putra dari Syarif Hidayatullah alias Sunan Gunung Jati (1479-1568 M), penguasa Kesultanan Cirebon sekaligus Wali Songo. Sebagai wali, ayahnya tergabung dalam majelis penyebar Islam di Jawa pada era Kesultanan Demak.
Agus Sunyoto dalam Atlas Wali Songo (2012) mengungkapkan, pada suatu ketika Sunan Gunung Jati dari Cirebon menempuh perjalanan ke Banten. Di wilayah itu, Sunan Gunung Jati berhasil mengajak Prabu Surosowan atau Ki Gedeng beserta rakyatnya untuk memeluk Islam.
Sunan Gunung Jati kemudian menyunting putri Prabu Surosowan yang bernama Nyi Kawunganten. Perkawinan ini melahirkan anak perempuan dan anak laki-laki, yakni Ratu Winaon dan Sultan Maulana Hasanuddin.
Setelah Prabu Surosowan wafat, posisi pemimpin Banten dilanjutkan oleh putranya yang bernama Pangeran Arya Surajaya (Prabu Pucuk Umun). Dengan begitu, orang tersebut adalah paman dari Sultan Maulana Hasanuddin.
Suatu waktu Sunan Gunung Jati kembali ke Cirebon, sementara Pangeran Sabakingkin berkelana untuk memperdalam ajaran Islam. Adapun Prabu Pucuk Umun adalah pemeluk ajaran Sunda Wiwitan.
Suatu ketika, Sultan Maulana Hasanuddin menghadap ayahnya di Cirebon. Ia diberikan mandat oleh ayahnya untuk menyebarkan Islam secara lebih luas ke tanah Banten dan sekitarnya.
Maulana Hasanuddin pun berangkat ke Banten. Namun, misinya untuk menjalankan syiar Islam di Banten mendapatkan tentangan dari pamannya yang secara kepercayaan berbeda.
Setelah melakukan musyawarah, mereka bersepakat untuk tidak berperang secara fisik. Keduanya menyepakati bahwa perebutan kekuasaan diwakilkan oleh pertarungan ayam jago.
Dilansir dari laman Dinas Pariwisata Provinsi Banten, Maulana Hasanuddin memenangkan perlombaan itu. Prabu Pucuk Umun mengaku kalah, memberikan ucapan selamat, dan menyerahkan golok serta tombak sebagai tanda kekalahan.
Penyerahan kedua senjata pusaka Banten itu juga sebagai simbol bahwa kekuasaan wilayah Banten sudah berpindah tangan. Daerah yang dikuasai Prabu Pucuk Umun resmi diberikan kepada Sultan Maulana Hasanuddin.
Kesultanan Banten di Masa Maulana Hasanuddin
Pada era Sultan Maulana Hasanuddin (1552-1570), Banten diubah menjadi lebih terorganisasi melalui kemunculan Kesultanan Banten. Kerajaan bercorak Islam ini mencapai kemajuan di berbagai bidang pada 1568.
Sektor perdagangan menjadi tumpuan utama Kesultanan Banten pada masa pemerintahan Syekh Hasanuddin. Komoditas utamanya adalah lada yang sudah dikirim ke berbagai belahan dunia.
Rempah berupa pala dan cengkeh juga ikut andil dalam meningkatkan ekonomi kerajaan tersebut. Seperti yang diungkapkan Ira Juhairannisa dan Munawarah dalam artikelnya (Muqaddimah, Vol. 3, No. 1, 2025), rempah kala itu menjadi komoditas utama di pasar Asia.
Bangsa-bangsa Eropa seperti Portugis, Belanda, Spanyol, dan Inggris kerap mencari pasokan rempah tersebut. Begitu pula dengan bangsa Timur asing seperti Tiongkok, Arab, dan India.
Perkembangan Kesultanan Banten di bawah pimpinan Sultan Hasanuddin ini juga terjadi akibat wilayah yang strategis. Hal ini disebut lantaran posisi Banten berada di dekat Selat Sunda, salah satu jalur pelayaran terbesar di Nusantara.
Adapun Ani Hayah dalam tesisnya yang terbit pada 2016 silam mengungkapkan tentang sejumlah kebijakan Sultan Maulana Hasanuddin. Di antaranya ada kebijakan pertanian, fiskal, dan moneter.
Kombinasi ketiga kebijakan tersebut diklaim sebagai aturan yang menghasilkan kemajuan Kesultanan Banten. Wilayah kekuasaan Syekh Hasanuddin pun menjadi pasar bagi masyarakat lokal, regional, hingga internasional.
Di Mana Letak Makam Sultan Maulana Hasanudin?
Riset oleh Muslimah berjudul "Sejarah Masuknya Islam dan Pendidikan Islam Masa Kerajaan Banten Periode 1552-1935" dalam Jurnal Studi Agama dan Masyarakat (2017) menyebutkan, Maulana Hasanuddin memerintah Banten hingga wafatnya pada 1570.
Sehubungan dengan tutup usianya Sultan Maulana Hasanuddin, letak makamnya ada di daerah pemakaman Kesultanan Banten. Lokasi kompleks pemakaman itu berada di Banten Lama, Kecamatan Kasemen, Kota Serang.
Adapun wilayah ini secara tepat ada di bagian utara Masjid Agung Banten. Umat muslim yang menjalankan perjalanan religi ke masjid tersebut kerap berziarah juga ke makam Sultan Maulana Hasanuddin.
Penulis: Syamsul Dwi Maarif
Editor: Iswara N Raditya
Penyelaras: Yuda Prinada