tirto.id - Kerajaan Sunda-Galuh atau Pajajaran merupakan penyatuan dua kerajaan yang pernah menancapkan kekuasaannya dari abad ke-8 hingga ke-16 Masehi. Sejarah berdirinya dua kerajaan di tanah Sunda (Jawa Barat) ini tidak terlepas dari naskah kuno Carita Parahiyangan yang ditulis abad ke-16 M.
Dua kerajaan ini merupakan pecahan Kerajaan Tarumanegara. Ini merupakan salah satu kerajaan tertua di Nusantara yang menguasai telatah Sunda pada abad ke-5 hingga runtuh pada abad ke-7. Tarumanegara adalah kerajaan yang menganut agama Hindu beraliran Wisnu.
Setelah Tarumanegara tamat pada sekitar tahun 650 M lantaran serbuan dari Kerajaan Sriwijaya, muncul dua kerajaan baru di tanah Pasundan, yakni Kerajaan Sunda dan Kerajaan Galuh.
Carita Parahiyangan menjelaskan mengenai Kerajaan Galuh dimulai sewaktu Rahiyangta ri Medangjati yang menjadi pemimpin selama 15 tahun. Kemudian, kekuasaan diwariskan kepada puteranya di Galuh yaitu Sang Wretikandayun.
Sejarah dan Pusat Kerajaan
Hasil penelitian bertajuk "Rekonstruksi Kerajaan Galuh Abad VIII-XV" karya Nina Herlina Lubis dan kawan-kawan yang terhimpun dalam Jurnal Paramita (Volume 26, 2016) mengungkapkan bahwa pusat Kerajaan Sunda dan Galuh berada di lokasi yang berbeda.
Kerajaan Sunda berpusat di Pakuan Pajajaran (Bogor sekarang), sedangkan Kerajaan Galuh berpusat di Ciamis.
Sebelum menjadi kerajaan yang berdaulat, Sunda dan Galuh berada di bawah taklukan Tarumanegara pada masa pemerintahan Maharaja Linggawarman (666-669 M).
Setelah Maharaja Linggawarman wafat, tampuk kepemimpinan Kerajaan Tarumanegara diteruskan oleh menantunya yang kemudian bergelar Sri Maharaja Tarusbawa.
Pada periode inilah terjadi pergolakan. Penguasa Galuh, Wretikandayun, memberontak dan melepaskan diri dari Tarumanegara. Tahun 612, Wretikandayun mendeklarasikan Kerajaan Galuh sebagai pemerintahan yang berdaulat.
Situasi ini membuat Tarumanegara semakin melemah hingga akhirnya runtuh karena serangan dari Kerajaan Sriwijaya pada sekitar 650 Masehi. Sri
Sri Maharaja Tarusbawa yang selamat kemudian mendirikan pemerintahan baru bernama Kerajaan Sunda di tepi hulu Sungai Cipakancilan yang termasuk wilayah Bogor sekarang.
Perkembangan Kerajaan Sunda Galuh
Tahun 732 M, sosok yang dikenal dengan nama Sanjaya berhasil menggabungkan Kerajaan Sunda dan Galuh setelah wafatnya Sri Maharaja Tarusbawa, demikian tulis Ayatrohaedi dalam Sundakala: Cuplikan Sejarah Sunda Berdasar Naskah-Naskah "Panitia Wangsakerta" (2005).
Sanjaya adalah cicit dari pendiri Kerajaan Galuh, Wretikandayun, yang juga suami dari putri Sri Maharaja Tarusbawa, pendiri Kerajaan Sunda. Sanjaya tampil sebagai pemersatu Sunda-Galuh setelah Sri Maharaja Tarusbawa meninggal dunia.
Selain itu, Sanjaya juga merupakan cucu dari Ratu Shima (674-695 M), pemimpin Kerajaan Kalingga yang berpusat di Jepara, Jawa bagian tengah. Maka, Sanjaya pun berhak memimpin Kalingga sepeninggal Ratu Shima.
Sanjaya atau Prabu Harisdarma inilah yang nantinya mendirikan Kerajaan Mataram Kuno sekaligus sebagai pendiri Wangsa Sanjaya.
Lantaran harus bertakhta di Kerajaan Kalingga, Sanjaya menyerahkan tampuk kekuasaan Sunda-Galuh kepada puteranya yang bernama Rakeyan Panaraban (732 -739 M).
Namun, di bawah pemerintahan Rakeyan Panaraban, Sunda-Galuh kembali terpecah. Pada 739 M, Panaraban membagi kekuasaan kepada kedua putranya, yaitu Sang Manarah yang berkuasa di Kerajaan Galuh dan Sang Bangga yang mendapatkan singgasana Kerajaan Sunda.
Berabad-abad lamanya dua kerajaan bersaudara ini menjalani hidup masing-masing. Hingga akhirnya, pada 1482, Kerajaan Sunda dan Galuh bersatu kembali berkat terjadinya pernikahan Jayadewata dari Galuh dengan Ambetkasih dari Sunda.
Sunda dan Galuh kembali bersatu di bawah pimpinan Jayadéwata yang menyandang gelar Sri Baduga Maharaja (1482-1521). Pada masa Sri Baduga Maharaja, Kerajaan Sunda dan Galuh dikenal dengan nama Kerajaan Pajajaran (Pakuan Pajajaran).
Tahun 1579, Kerajaan Sunda-Galuh atau Pakuan Pajajaran diserang Kesultanan Banten yang membuat imperium di telatah Pasundan ini harus mengakhiri riyawat panjangnya.
Peninggalan/Prasasti Sunda-Galuh
Prasasti Rakryan Jurupangambat
Prasasti Citatih
Prasasti Cikapundung
Prasasti Pasir Datar
Prasasti Huludayeuh
Prasasti Kawali
Prasasti Kebantenan
Prasasti Batutulis
Penulis: Alhidayath Parinduri
Editor: Iswara N Raditya