Menuju konten utama
Perjalananku Jadi Ibu

Proses Menyusui Tak Selalu Mudah: Konselor ASI Jadi Penolongku

Menyusui bukan hanya soal fisik, tetapi juga tentang kondisi emosional, rasa lelah, hingga perasaan bersalah yang muncul diam-diam di benak sang ibu.

Proses Menyusui Tak Selalu Mudah: Konselor ASI Jadi Penolongku
Header diajeng Dukungan Ibu Menyusui. tirto.id/Quita

tirto.id - Momen menyusui bagi para ibu acap kali dibayangkan sebagai pengalaman indah yang penuh kehangatan.

Aku yang sedang ada di fase ini pun membayangkan bayi yang tenang di pelukan, ASI akan mengalir lancar, dan senyum bahagia selalu hadir.

Namun, kenyataannya tidak selalu semanis itu. Tak sedikit ibu yang justru merasa kewalahan, kesakitan, bahkan ingin menyerah—termasuk diriku.

Perjalanan sebagai ibu menyusui kali ini bukanlah yang pertama, karena bayiku adalah anak ketiga. Dengan logika begitu, seharusnya aku sudah lebih berpengalaman. Terlebih, jarak kelahiran dengan anak kedua tidak terlalu jauh, yakni 3 tahun 10 bulan.

Hanya saja, kondisiku sejak awal pascamelahirkan anak ketiga kurang baik karena aku kehilangan banyak darah dan sempat berada di ICU selama dua hari.

Akibatnya, aku tidak bisa memberikan ASI secara langsung dan tidak melakukan Inisiasi Menyusu Dini (IMD) juga.

Stresku pun bermula dari sini.

Sebagai ibu, aku harus berjuang karena ASI tak kunjung keluar di hari-hari awal. Selain itu, aku mengalami nyeri hebat akibat pelekatan bayi yang kurang tepat.

Pikiranku juga sudah berkelana membayangan bagaimana nanti jika masa cuti kerjaku usai. Apakah bayiku masih bisa mendapatkan ASI eksklusif?

Sungguh, perjalanan menyusui kali ini terasa jauh lebih berat daripada yang dibayangkan dan dibandingkan dua anakku sebelumnya.

Menyusui bukan sekadar soal fisik, tetapi juga menyangkut kondisi emosional ibu.

Rasa lelah, kurang percaya diri, sampai perasaan bersalah sering muncul diam-diam di benakku, terlebih ketika aku tahu aku harus bersiap-siap kembali bekerja penuh waktu.

Meski begitu, aku menolak menyerah. Pasti ada cara agar bayiku bisa mendapatkan ASI seperti yang kuharapkan.

Di sinilah dukungan menjadi kunci. Kehadiran orang yang memahami, mendampingi, dan memberi solusi bisa membuat ibu lebih kuat dan tenang menjalani proses menyusui.

Salah satu bentuk dukungan ini dapat diperoleh dari konselor menyusui.

Konselor ASI, dr. Hikmah Kurniasari, MKM, CIMI menyebutkan, bulan-bulan pertama memang menjadi hal yang krusial bagi ibu menyusui dan konselor ASI siap membantu keluhan para ibu.

Khusus bagi ibu pekerja, pemberian ASI eksklusif 6 bulan memang lebih rendah persentasenya dibandingkan dengan ibu tidak bekerja, sehingga hal ini pun berpotensi memicu stres ke ibu.

"Untuk ibu bekerja ada beberapa hal sebenarnya yang bisa dilakukan, seperti ibu bisa terus menyusui pada malam hari; menetapkan jadwal memerah ASI di tempat kerja, seperti 3-4 jam sekali; bagaimana manajemen menyimpan ASI perah; berlatih memberikan ASI perah melalui cangkir, sendok, atau pipet pada jam kerja; mencari pengasuh bisa nenek, anggota keluarga, atau baby sitter yang dapat memberikan ASI selama ibu bekerja; kemudian satu hingga dua minggu menjelang ibu bekerja, biarkan pengasuh menghabiskan waktu satu sampai dua jam dengan bayi agar mereka lebih mengenal satu sama lain. Apabila tidak ada pengasuh, maka ibu bisa mencari tempat penitipan atau daycare; dan tentu saja konsultasi dengan konselor ASI."

Demikian disampaikan dr. Hikmah dalam zoominar "Prioritaskan Perempuan Menyusui Bangun Sistem Dukungan yang Berkelanjutan" yang diselenggarakan oleh Aliansi Jurnalis Independen (AJI). Sesi ini merupakan bagian dari Pekan Menyusui Dunia (World Breastfeeding Week/WBW) yang berlangsung 1-7 Agustus di dunia dan sepanjang bulan Agustus di Indonesia.

Apa yang disampaikan dr. Hikmah tentu relate dengan kondisi yang kualami, apalagi setelah dijelaskan tentang apa saja yang perlu disiapkan ketika ibu mulai bekerja lagi, antara lain istirahat yang cukup, menyusui lebih sering pada sore atau malam hari, hingga memerah ASI di ruang nyaman sambil memandang foto bayi.

Aku pun menjadi semakin yakin bahwa aku bisa melalui ini dan dapat menjadi ibu ASI yang baik bagi bayiku.

Konselor menyusui memiliki peran besar dalam mendukung ibu memberikan ASI eksklusif dan MPASI pada bayi.

Idealnya, kita berkonsultasi dengan konselor ASI sebanyak enam kali.

Pertama adalah saat kandungan berusia 32 minggu atau sebelumnya, lalu kontak kedua adalah segera atau sesaat setelah bayi lahir.

"Di hari-hari pertama ini merupakan tantangan yang sangat besar, di mana banyak ibu merasa ASI-nya tidak keluar atau ASI-nya sedikit, padahal memang di hari-hari pertama ASI yang keluar hanya sedikit, atau disebut juga kolostrum," jelas dr. Hikmah.

"Lalu ada juga ibu yang merasa payudaranya lembek, dan sebagainya dan ini menjadi tantangan sendiri bagi ibu menyusui," tambahnya.

Lebih lanjut dr. Hikmah menyarankan, untuk pertemuan ketiga dilakukan pada 1-2 minggu setelah bayi lahir, kemudian kontak ke-4 dengan konselor menyusui ketika bayi berusia 3-4 bulan atau awal masa bayi.

"Di masa ini juga ada masalah-masalah yang muncul, khusus bagi ibu pekerja, salah satunya persiapan ketika akan masuk bekerja. Mungkin ibunya mulai stres, nanti ketika bekerja pemberian ASI-nya seperti apa, dan sebagainya. Di sinilah dukungan akan terus diberikan," tuturnya.

Selanjutnya, tambah dr. Hikmah, kontak ke-5 pada masa awal pemberian makanan pendamping atau bayi berusia 5-6 bulan, serta pertemuan ke-6 dan kontak tambahan setelah 6 bulan atau masa akhir bayi dan memasuki tahap anak usia dini.

Kehadiran konselor menyusui bukan hanya membantu secara teknis, seperti memperbaiki posisi menyusu agar lebih nyaman, tetapi juga menjadi pendengar yang baik. Konselor memberi ruang aman bagiku sebagai ibu untuk bercerita tanpa dihakimi.

Selain itu, konselor juga bisa memberi informasi berbasis ilmu, bukan mitos.

Jadi, ketika ada rasa ragu atau panik, misalnya bayi sering rewel, ASI terasa sedikit, atau payudara sakit, maka ibu tidak lagi mencari jawaban yang simpang siur di luar sana, melainkan mendapat arahan yang tepat.

Pada Agustus 2024, UNICEF dan Kementerian Kesehatan RI bekerja sama meluncurkan Telekonseling Menyusui, platform layanan konseling daring dengan konselor menyusui.

"[Aplikasi Telekonseling Menyusui] ini sangat bisa dimanfaatkan oleh para ibu, baik ibu bekerja maupun tidak, dan masyarakat umum. Di sini banyak sekali informasi atau konsultasi yang bisa dilakukan. Tujuannya untuk mendekatkan akses dan memberikan dukungan menyusui kepada ibu," terang dr. Hikmah.

Sampai hari ini, terdapat sedikitnya 180 konselor menyusui yang telah bergabung di aplikasi Telekonseling Menyusui. Sebanyak 300 ibu hamil, ibu menyusui, dan keluarganya dilaporkan juga sudah mengakses layanan daring ini.

Dengan adanya program yang dapat diakses secara gratis dan praktis ini, setiap ibu yang tengah berjuang dalam proses menyusui akan dapat memperoleh dukungan yang tepat.

Menyusui memang perjalanan penuh cinta, tetapi bukan berarti harus ditempuh sendirian. Ada konselor menyusui dan komunitas yang siap mendampingi.

Ingat, ASI adalah makanan terbaik bagi bayi, tetapi dukungan adalah nutrisi terbaik bagi ibu dan aku pun sudah merasakannya.

Bagi kalian yang saat ini tengah berjuang sebagai ibu menyusui dan merasakan kegalauan yang mirip sepertiku atau hal-hal lainnya, percayalah: kalian tidak sendiri.

Baca juga artikel terkait IBU MENYUSUI atau tulisan lainnya dari Dhita Koesno

tirto.id - Lyfe
Penulis: Dhita Koesno
Editor: Sekar Kinasih