Menuju konten utama

Diam-Diam Sayang: Menata Hati dari Cinta Tak Bersambut

Manis sekaligus menyakitkan. Mencintai orang yang tak bisa dimiliki ibarat menikmati matahari terbit. Keindahannya hanya bisa dilihat, bukan digenggam.

Diam-Diam Sayang: Menata Hati dari Cinta Tak Bersambut
Header diajeng Cinta Bertepuk Sebelah Tangan. tirto.id/Quita

tirto.id - Sejak jumpa kita pertama, kulangsung jatuh cinta

Walau kutahu kau ada pemiliknya

Tapi 'ku tak dapat membohongi hati nurani

'Ku tak dapat menghindari gejolak cinta ini

Maka izinkanlah aku mencintaimu

Atau bolehkanlah aku sekadar sayang padamu

Sepenggal lirik lagu Kala Cinta Menggoda milik Chrisye itu mungkin pernah mewakili perasaan sebagian orang.

Ada sesuatu yang manis sekaligus menyakitkan ketika kita mencintai seseorang yang tak bisa dimiliki. Ibarat menikmati matahari terbit, kita tahu bahwa keindahannya hanya bisa dilihat, bukan digenggam.

Namun, cinta yang tak berbalas bukanlah kegagalan.

Cinta bertepuk sebelah tangan bisa jadi salah satu pengalaman paling jujur selama menjadi manusia, sebuah bukti bahwa hati kita mampu merasakan dengan begitu dalam, bahkan tanpa jaminan untuk dibalas.

Mengapa Kita Bisa Jatuh Cinta pada Orang yang Tidak Bisa Memberikan Cintanya Kembali?

Dalam diamnya, cinta tak berbalas menunjukkan tentang ketulusan, kerendahan hati, dan kekuatan untuk tetap mencintai tanpa memiliki.

Memang betul, cinta tidak selalu logis.

Dikutip Psychology Today, ilmuwan saraf pernah menemukan bahwa ketika seseorang jatuh cinta, otaknya menyala di area yang sama seperti ketika seseorang sedang merasakan euforia dari zat adiktif.

Cinta, rupanya, memang membuat kita ketagihan pada perasaan itu sendiri.

Ada sistem penghargaan dalam otak, yakni jalur dopamin, yang aktif setiap kali kita mendapat sedikit tanda harapan: senyuman singkat, percakapan ringan, atau perhatian kecil yang datang tiba-tiba.

Dalam hubungan yang saling mencintai, penghargaan itu hadir secara konsisten.

Menariknya, dalam konteks cinta yang tak berbalas, kita hanya mendapatnya sesekali, acak, dan tak terduga.

Yang ironis, ketidakteraturan itulah yang membuat perasaan justru semakin kuat. Seperti penjudi yang terus menarik tuas mesin slot, dia berharap kali ini keberuntungan berpihak.

Begitulah cinta diam-diam bekerja. Semakin jarang diberi umpan, semakin keras hati berusaha menggenggam.

Namun, sering kali, yang kita cintai bukanlah sosok itu sendiri, melainkan bayangan tentang siapa orang itu di mata kita.

Kita mungkin banyak menaruh harapan, imajinasi, dan versi terbaik dari keinginan kita pada seseorang yang mungkin tak pernah benar-benar kita kenal.

Yang terlintas di pikiran, kita menciptakan dunia kecil yang hangat, Seandainya saja dia membalas cintaku, semua bakal berbeda."

Fantasi itu memberikan efek menenangkan, bahkan sensasi bahagia yang nyata, karena otak kita sulit membedakan antara yang dibayangkan dan yang benar-bentar terjadi.

Jika dirujuk dengan penjelasan filosofis, menurut Alexandra Gustafson dalam tulisannya di Psyche, cinta tidak harus selalu tunduk pada nalar.

Ada cinta yang lahir karena alasan, karena kebaikan, perhatian, atau pesona seseorang. Di sisi lain, ada pula cinta yang muncul tanpa sebab yang bisa dijelaskan, seperti api yang menyala tanpa percikan.

Di sanalah cinta menjadi tidak rasional. Cinta tidak mencari alasan untuk ada. Cinta juga tidak butuh pembenaran untuk bertahan.

Apabila cinta sepenuhnya rasional, mungkin kita akan jatuh cinta pada siapa pun yang memiliki sifat-sifat ideal, tanpa cacat, tanpa cela.

Nyatanya, kita hanya jatuh hati pada satu orang dengan segala kelebihan dan kekurangannya. Entah mengapa, pilihan ini mencerminkan sesuatu yang seolah-olah melampaui logika.

Cinta tak berbalas memperjelas paradoks itu.

Cinta bisa tumbuh tanpa sejarah bersama, tanpa kedekatan, tanpa balasan. Kehadirannya semata-mata karena hati memilih begitu.

Maka, betapa pun logika mencoba meyakinkan bahwa kita lebih baik melupakan sosok tersebut, cinta tak bisa dibatalkan oleh alasan.

Meminjam ungkapan William Shakespeare, sekali jatuh cinta, kita bisa mencintai seseorang "even to the edge of doom—bahkan sampai ke ambang kehancuran".

Masih mengutip tulisan Gustafson, ia mencontohkan karakter-karakter dalam novel A Tale of Two Cities (1859) karya Charles Dickens.

Alkisah, Sydney jatuh hati pada Lucie. Sayangnya, Lucie tidak membalas cintanya. Namun begitu, tetap saja, Sydney rela mati demi Lucie. Dia menggantikan posisi laki-laki yang Lucie cintai untuk dihukum mati dengan guillotine.

Kisah Sydney dan Lucie menunjukkan bahwa cinta romantis bukan hanya tidak rasional, tapi juga tak bersyarat.

Meski terdengar menyakitkan, jika bukan konyol, mencintai tanpa balasan juga mengandung keberanian untuk bertindak tanpa syarat, tanpa pamrih.

Di samping itu, merelakan dengan tenang juga merupakan wujud kebijaksanaan.

Manusia tak bisa selamanya hidup dalam bayangannya. Kita mungkin akan tiba pada titik yang menuntut terciptanya ruang untuk proses penyembuhan.

Ruang ini penting untuk membantu kita menata diri kembali. Alih-alih untuk melupakan, di ruang inilah kita belajar menemukan makna baru setelah kehilangan yang tak sempat dimiliki.

Bagaimana Cara untuk Bangkit dari Cinta yang Tak Bersambut?

Ada banyak hal yang dapat dilakukan untuk kembali bangkit akibat patah hati setelah cinta tak berbalas.

Meski terasa mustahil, proses ini perlu waktu.

Dikutip VeryWell Mind, rasa kehilangan itu memang nyata. Wajar jika hati perlu waktu untuk berduka.

Ingat, tidak ada yang salah dengan dirimu. Tidak semua cinta berbalas karena alasan yang bisa dijelaskan, dan itu bukan ukuran nilai diri.

Meluangkan waktu untuk berduka atas kehilangan yang kamu rasakan itu penting.

Pastinya, kamu tidak sendirian mengalami hal ini. Banyak orang telah melalui situasi cinta tak berbalas.

Agar tidak terus-terusan merasa galau karena cinta tak berbalas, kamu bisa mempertimbangkan untuk mencari kesibukan baru. Saat luka masih terasa perih dan bahas, izinkan waktu dan kesibukan menolong kamu pelan-pelan.

Hadirkan diri di antara teman-teman yang mendukung, isi hari dengan hal-hal yang memberi makna baru.

Di dalam proses panjang itu, kamu juga belajar memahami pola hubungan di dalam diri. Mengapa bisa jatuh cinta seperti itu? Apa yang sebenarnya dicari dalam hidup ini?

Selanjutnya, arahkan kembali energi yang dulu sering kamu berikan kepada orang lain untuk membangun diri sendiri. Kejar minatmu, rawat mimpimu, tumbuhkan keyakinan bahwa kamu mampu tetap bertahan hidup, bahkan tanpa cinta dari siapa pun.

Jika beban itu terasa terlalu berat, pertimbangkan untuk meminta bantuan pada profesional kesehatan mental.

Psikolog atau terapis bisa membantu mengarahkan kita kembali pada rutinitas normal, terutama setelah mengalami perasaan depresi akibat putus cinta.

Dengan bantuan profesional, kita juga akan dibantu untuk mengelola emosi yang positif sehingga terhindar dari dorongan-dorongan negatif yang berisiko merusak diri sendiri.

Kadang-kadang, langkah paling berani bukanlah bertahan, melainkan memulai kembali.

Kamu juga bisa baca artikel yang membahas tentang jatuh cinta di sini.

Baca juga artikel terkait JATUH CINTA atau tulisan lainnya dari Dhita Koesno

tirto.id - Lyfe
Penulis: Dhita Koesno
Editor: Sekar Kinasih