Menuju konten utama

Pengertian Tawaf Wada, Bacaan Doa, dan Tata Caranya

Apa yang dimaksud dengan tawaf wada dan bagaimana tata caranya? Simak panduan tawaf wada dalam ibadah haji berikut ini.

Pengertian Tawaf Wada, Bacaan Doa, dan Tata Caranya
Umat Islam melakukkan tawaf mengelilingi ka’bah di Masjidil Haram, Mekah, Arab Saudi, Jumat (7/7/2023). ANTARA FOTO/Wahyu Putro A/foc.

tirto.id - Tawaf wada merupakan salah satu wajib haji. Seorang jemaah haji yang tidak melakukan tawaf wada dikenai dam (denda), jika tak ada kondisi yang menggugurkan kewajiban itu.

Maka, tata cara tawaf wada perlu diketahui oleh jemaah haji. Jemaah yang melaksanakan ibadah haji juga perlu mengetahui bacaan doa tawaf wada.

Selain mengetahui tata cara dan bacaan tawaf wada, jemaah haji pun penting memahami hukum ibadah ini. Syarat-syarat sah thawaf juga perlu dipahami oleh jemaah haji.

Apa Itu Tawaf Wada?

Dalam ibadah haji, terdapat lima jenis tawaf, meliputi: tawaf rukun, tawaf qudum, tawaf sunat, tawaf nazar, tawaf wada. Apa yang dimaksud dengan tawaf wada?

Tawaf wada adalah tawaf yang dilakukan sebagai penghormatan terakhir kepada baitullah sebelum jemaah haji meninggalkan tanah suci. Jadi, tawaf wada merupakan ritual paling akhir yang dilakukan oleh jemaah dalam rangkaian ibadah haji.

Arti wada dalam bahasa Arab ialah perpisahan. Dengan demikian, tawaf wada merupakan thawaf perpisahan sebelum jemaah haji pergi meninggalkan mekkah.

Tawaf adalah ibadah berjalan mengelilingi Ka'bah sebanyak 7 kali sembari berdoa. Ketika tawaf, mengeliling Ka'bah dilakukan dengan berlawanan arah jarum jam. Di pelaksanaan thawaf, posisi Ka'bah berada di sebelah kiri dari badan jemaah yang mengelilinginya.

Allah SWT memerintahkan ibadah tawaf salah satunya melalui Surah Al-Hajj ayat 29 yang artinya sebagai berikut: "Kemudian, hendaklah mereka menghilangkan kotoran yang ada di badan mereka, menyempurnakan nazar-nazar mereka, dan melakukan tawaf di sekeliling al-Bait al-‘Atīq [Baitullah],” (QS. Al-Hajj [22]: 29).

Hukum Tawaf Wada Haji

Hukum tawaf wada adalah wajib dalam ibadah haji, menurut Imam Abu Hanifah, Imam Syafi'i, Imam Ahmad, dan kebanyakan ulama. Seorang jemaah haji yang tidak melakukan tawaf wada, ibadah hajinya tetap sah, tetapi wajib membayar dam (denda) berupa 1 ekor kambing.

Meskipun demikian, terdapat beberapa kondisi yang menyebabkan gugurnya kewajiban melaksanakan thawaf wada dalam ibadah haji.

Perempuan yang tengah haid atau nifas, mendapatkan keringanan untuk tidak melakukan thawaf wada tanpa harus membayar dam (denda). Demikian pula wanita yang mengalami istihadlah (keluar darah dari kemaluan di luar kebiasaan waktu haid dan tidak disebabkan karena melahirkan).

Anak kecil serta orang yang mempunyai fisik lemah, tertinggal dari rombongannya, atau mengeluarkan darah terus-menerus karena luka juga tidak terkena kewajiban tawaf wada dalam haji. Ketentuan serupa berlaku bagi orang yang beser dan sedang tertekan.

Mengikuti pendapat yang pertama ini, wanita haid atau nifas dapat berdo’a di depan pintu Masjidil Haram ketika hendak meninggalkan Makkah. Jemaah yang lemah fisiknya (karena uzur sakit atau lanjut usia) dapat menggabungkan tawaf wada dan tawaf ifadah. Hal yang sama bisa dilakukan jemaah yang punya waktu tinggal amat terbatas di Makkah karena mesti segera balik ke tanah air.

Di sisi lain, Imam Malik, Abu Dawud, dan Ibnu Mundzir berpendapat, hukum pelaksanaan tawaf wada dalam ibadah haji adalah sunah. Imam Malik menambahkan, orang sakit atau sedang mengalami uzur bisa mengikuti pendapat yang kedua ini.

Berbeda dengan ibadah haji, hukum tawaf wada bagi jamaah umrah tidak wajib. Namun, melaksanakan tawaf wada dalam umrah dianjurkan dan lebih utama.

Tata Cara Tawaf Wada

Sebelum melaksanakan thawaf wada, jemaah haji perlu memperhatikan sejumlah syarat sah thawaf berikut ini:

  • Suci dari hadas dan najis.
  • Menutup aurat.
  • Dilakukan di luar Ka'bah, tidak di dalam Hijir Ismail.
  • Dilakukan di kawasan Masjidilharam, termasuk lantai dua, tiga, maupun empat sekalipun posisi bangunan melebihi tinggi Ka'bah dan terhalang konstruksi.
  • Memulai dari Hajar Aswad.
  • Mengelilingi Ka'bah tujuh kali.
  • Niat tersendiri, apabila tidak bersama jemaah.
Sementara itu, tata cara tawaf wada tidak berbeda dengan jenis tawaf lainnya. Perbedaan hanya terletak pada waktu pelaksanaan tawaf wada hingga doa-doa yang dibaca.

Berikut ini tata cara tawaf wada:

  • Menuju sudut Hajar Aswad dan menghadap ke arahnya. Apabila memungkinkan dapat mencium Hajar Aswad atau berisyarah dengan tangan dari kejauhan. Hal ini juga dilakukan setiap kali putaran tawaf.
  • Membaca niat apabila sendiri.
  • Membaca doa tawaf wada. Doa tawaf wada setiap putaran.
  • Setelah menghadap Hajar Aswad, berpaling ke kanan sehingga Ka'bah berada di sebelah kiri.
  • Kemudian mulai bergerak memutari Ka'bah hingga tujuh kali.
  • Setelah tujuh putaran dengan finish di sudut Hajar Aswad. Jemaah dapat membaca doa tawaf wada.

Bacaan Doa Tawaf Wada

Dalam tata cara tersebut di atas, terdapat bacaan tawaf wada berupa niat atau doa-doa yang perlu dilafalkan oleh jemaah. Berikut ini doa tawaf wada beserta artinya:

1. Bacaan niat tawaf wada

Jika sendirian, awali tawaf wada dengan bacaan niat berikut:

اللَّهُمَّ إِنِّي نَوَيْتُ طَوَافَ بَيْتِكَ الْمُعَظَّمِ سَبْعَةَ أَشْوَاطٍ فَاسِرُوا لِي وَتَقَبَّلْهُ مِنِّي بِسْمِ اللَّهِ اللَّهُ أَكْبَرُ اللَّهُ أَكْبَرُ وَلِلَّهِ الْحَمْدُ

Arab Latin:

Allaahumma innii nawaitu thawaafa baitikal mu’azhzhami sab’ata asyawaathin fayassirhu lii wa taqabbalhu minnii bismillaahi Allahu Akbaru Allahu Akbaru wa lillaahil hamdu.

Artinya:

"Ya Allah, sesungguhnya aku berniat tawaf di rumah-Mu yang agung dengan tujuh kali putaran. Maka mudahkanlah untukku dan terimalah tawaf itu dengan menyebut nama Allah. Allah Maha Besar, Allah Maha Besar, dan bagi Allah segala puji."

2. Bacaan doa memulai tawaf wada versi pendek

Membaca doa sebelum memulai tawaf, baik ketika sendiri maupun berjemaah. Berikut ini doa memulai tawaf wada:

بِسْمِ اللَّهِ وَاللَّهُ أَكْبَرُ

Arab Latinnya:

Bismillāhi wallāhu akbar.

Artinya:

"Dengan nama Allah, Allah Maha Besar."

Doa di atas dibaca juga di setiap putaran tawaf wada.

3. Bacaan doa memulai tawaf wada versi panjang

Berikut ini versi panjang doa memulai tawaf wada:

بِسْمِ اللَّهِ وَاللَّهُ أَكْبَرُ سُبْحَانَ اللهِ وَالْحَمْدُ لِلَّهِ وَلَا إِلَهَ إِلَّا اللهَ اللهُ أَكْبَرُ. وَلَا حَوْلَ وَلَا قُوَّةَ إِلَّا بِاللهِ الْعَلِيِّ الْعَظِيْمِ. وَالصَّلَاةُ وَالسَّلاَمُ عَلَى رَسُولِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ. اللَّهُمَّ إِيْمَانًا بِكَ وَتَصَدِّيْقًا بِكِتَابِكَ وَوَفَاءاً بِعِبَادِكَ وَاتِّبَاعًا لِسُنَّةِ نَبِيِّكَ مُحَمَّدٍ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ

اِنَّ الَّذِيْ فَرَضَ عَلَيْكَ الْقُرْاٰنَ لَرَاۤدُّكَ اِلٰى مَعَادٍ .اَللّٰهُمَّ هَوِّنْ عَلَيْنَا سَفَرَنَا هٰذَا، وَاطْوِ عَنَّا بُعْدَهُ، اَللّٰهُمَّ أَنْتَ الصَّاحِبُ فِي السَّفَرِ، وَالْخَلِيفَةُ فِي الْأَهْلِ، اَللّٰهُمَّ إِنِّيْ أَعُوذُ بِكَ مِنْ وَعْثَاءِ السَّفَرِ، وَكَآبَةِ الْمَنْظَرِ، وَسُوءِ الْمُنْقَلَبِ فِي الْمَالِ وَالْأَهْلِ

Arab Latinnya:

Bismillāhi wallāhu akbar. Subhaanallaahi walhamdulillaahi wa laa ilaaha illallaahu allahu akbar. wa laa haula wa laa quwwata illaa billaahil 'aliyyil 'azhiimi. Wash shalaatu wassalaamu'alaa rasuulillaaahi shallallaahu 'alaihi wa sallama. Allahumma iimaanan bika wa tashdiqan bikitaabika wa wafaa'an bi'aadhika wattibaa'an li sunnati nabiyyika muhammadin shallallahu 'alaihi wa sallama.

Innal-lażī faraḍa ‘alaikal-qur'āna larādduka ilā ma‘ād(in). Allâhumma hawwin ‘alainâ safaranâ hâdzâ, wa-thwi ‘annâ bu‘dahu. Allâhumma antash shâḫibu fis safari, wal khalîfatu fil ahli. Allâhumma innî a‘ûdzubika min wa‘tsâ-is safari wa ka-âbatil mandhari wa sû-il munqalabi fil mâli wal ahli

Artinya:

"Dengan nama Allah, Allah Maha Besar. Maha Suci Allah dan segala puji hanya kepada Allah, tiada Tuhan selain Allah Yang Maha Besar, tiada daya [untuk meraih manfaat] dan tiada kekuatan [untuk menolak bahaya], kecuali dengan pertolongan Allah Yang Maha Tinggi lagi Maha Besar. Salawat dan salam bagi junjungan Rasulullah Saw. Ya Allah, aku datang kemarin karena iman kepada-Mu, membenarkan kitab-Mu, memenuhi janji-Mu dan karena mengikuti sunah Nabi-Mu Muhammad Saw.

Sesungguhnya [Allah] yang mewajibkan engkau [Nabi Muhammad untuk menyampaikan dan berpegang teguh pada] Al-Qur’an benar-benar akan mengembalikanmu ke tempat kembali. Ya Allah kami memohon kebaikan dan ketakwaan dalam perjalanan kami dan keridhaan dalam amalan kami. Ya Allah mudahkanlah perjalanan kami ini. Dekatkanlah jauhnya jarak perjalanan ini. Ya Allah Engkaulah yang menyertai kami dalam perjalanan ini, dan pengganti yang menjaga keluarga kami. Ya Allah, aku berlindung kepada-Mu dari perjalanan yang sulit lagi melelahkan, dari pemandangan yang menyedihkan, serta dari tempat kembali yang buruk, baik dalam harta maupun keluarga."

4. Bacaan doa setelah tawaf wada

Setelah menyelesaikan tujuh putaran tawaf wada, jemaah menuju multazam lalu dapat membaca doa sebagai berikut:

اللَّهُمَّ، البَيْتُ بَيْتُكَ، وَالعَبْدُ عَبْدُكَ، وَابْنُ عَبْدِكَ، وَابْنُ أَمَتِكَ، حَمَلْتَنِي عَلَى مَا سَخَّرْتَ لِيْ مِنْ خَلْقِكَ، حَتَّى سَيَّرْتَنِي فِي بِلَادِكَ، وَبَلَّغْتَنِي بِنِعْمَتِكَ حَتَّى أَعَنْتَنِي عَلَى قَضَاءِ مَنَاسِكِكَ، فَإِنْ كُنْتَ رَضِيْتَ عَنِّي فَازْدَدْ عَنِّي رِضًى، وَإِلَّا فَمُنَّ الآنَ قَبْلَ أَنْ يَنْأَى عَنْ بَيْتِكَ دَارِي، هَذَا أَوَانُ انْصِرَافِي، إِنْ آذَنْتَ لِي غَيْرَ مُسْتَبْدِلٍ بِكَ وَلَا بِبَيْتِكَ، وَلَا رَاغِبٍ عَنْكَ وَلَا عَنْ بَيْتِكَ

اللَّهُمَّ فَأَصْحِبْنِي العَافِيَةَ فِي بَدَنِي وَالعِصْمَةَ فِي دِيْنِي، وَأَحْسِنْ مُنْقَلَبِي، وَارْزُقْنِي طَاعَتَكَ مَا أَبْقَيْتَنِي وَاجْمَعْ لِي خَيْرَيِ الآخِرَةِ وَالدُّنْيَا، إِنَّكَ عَلَى كُلِّ شَيْئٍ قَدِيْرٌ

Arab Latinnya:

Allāhumma albaytu baytuka, wal ‘abdu abduka, wabnu ‘abdika wabnu amatika, hamaltanī alā mā sakhkharta lī min khalqika hattā sayyartanī fī bilādika wa ballaghtanī bi ni‘matika hattā a‘antanī ‘alā qadhā’i manāsikika, fa in kunta radhīta ‘annī fazdad ‘annī ridha, wa illā fa munnal āna qabla an yan’ā ‘an baytika dārī, hādzā awānu inshirāfī, in ādzanta lī ghayra mustabdilin bika wa lā bi baytika, wa lā rāghibin ‘anka wa lā ‘an baytika.

Allāḥumma fa ashhibnīl ‘āfiyata fī badanī wal ‘ishmata fī dīnī, wa ahsin munqalabī, warzuqnī thā‘ataka mā abqaytanī, wajma‘ lī khayrayil ākhirati wad duniyā, innaka ‘alā kulli syay‘in qadīr.

Artinya:

Ya Allah, Ka’bah ini adalah rumah-Mu, hamba ini adalah hamba-Mu; putra hamba-Mu [Adam] dan putra hamba-Mu (Hawa), Kau membawaku di atas kendaraan yang Kau tundukkan hingga Kau Jalankan aku di berbagai negeri-Mu, Kau sampaikan aku dengan nikmat-Mu sehingga Kau membantuku dalam melaksanakan manasik-Mu. Jika Kau meridhaiku, tambahkan rida-Mu bagiku. Jika tidak, maka karuniakanlah saat ini sebelum aku meninggalkan rumah-Mu menuju rumahku. Ini waktu keberangkatanku–bila Kau mengizinkanku–bukan untuk menggantikan-Mu dan rumah-Mu, bukan karena membenci-Mu atau rumah-Mu."

Ya Allah, temanilah aku dengan kesehatan jasmani dan perlindungan dalam agamaku, baguskan tempat pulangku, karuniakanlah aku ketaatan pada-Mu selama Kau berikan hidup padaku, kumpulkanlah padaku kebaikan dunia dan kebaikan akhirat, sungguh Aku maha kuasa atas segala sesuatu,” (Imam An-Nawawi, Al-Adzkar An-Nawawi, [Kairo, Darul Hadits: 2003 M/1424 H], halaman 194).

Apakah Tawaf Wada Harus 7 Putaran?

Dalam pelaksanaan rukun atau wajib haji, tata cara yang dilakukan bersumber pada Al-Qur'an dan hadis. Tata cara tawaf dengan mengelilingi Ka'bah sebanyak tujuh putaran sesuai dengan yang dicontohkan Rasulullah SAW sebagaimana diceritakan dalam salah satu hadis berikut:

"Ibnu Umar RA masuk Makkah ketika waktu Dhuha. Lalu beliau mendatangi Ka'bah dan menyentuh Hajar Aswad sambil mengucapkan, 'Bismillah, wallahu akbar.' Kemudian, beliau lari-lari kecil tiga kali putaran, dan jalan antara rukun Yamani dengan rukun Hajar Aswad. Setelah sampai di Hajar Aswad, beliau menyentuhnya dan bertakbir, lalu keliling empat tawaf sambil berjalan. Ibnu Umar mengatakan, bahwa Rasulullah SAW melakukan hal ini," (HR. Ahmad dan disahihkan oleh Syuaib al-Arnauth).

Tata cara thawaf dengan tujuh kali putaran itu berlaku pada semua jenis tawaf, termasuk juga tawaf wada. Apabila tawaf dilakukan kurang dari tujuh putaran mengelilingi Ka'bah, pelaksanaan ibadah tersebut menjadi tidak sah.

Baca juga artikel terkait HAJI atau tulisan lainnya dari Syamsul Dwi Maarif

tirto.id - Pendidikan
Kontributor: Syamsul Dwi Maarif
Penulis: Syamsul Dwi Maarif
Editor: Addi M Idhom