Menuju konten utama

Sejarah Gelar Haji di Indonesia, Bagaimana Asal-Usulnya?

Penyematan gelar haji dan hajjah identik dengan kultur di Indonesia. Lantas, bagaimana sejarah pemberian gelar haji?

Sejarah Gelar Haji di Indonesia, Bagaimana Asal-Usulnya?
Sejumlah calon haji berpakaian ihram berjalan menuju gedung Bir Ali untuk mengikuti proses pemberangkatan di Asrama Haji Embarkasi Surabaya (AHES), Surabaya, Jawa Timur, Senin (3/6/2024). ANTARA FOTO/Didik Suhartono/tom.

tirto.id - Gelar haji dan hajjah menjadi salah satu tradisi unik di Indonesia yang disematkan untuk orang yang sudah menjalankan rukun Islam kelima.

Tidak hanya sekadar titel atau julukan, pemberian gelar haji dan hajjah mengandung nilai kultural dan sejarah panjang.

Lalu, bagaimana sejarah gelar haji di Indonesia? Asal usul penyematan gelar haji dan hajjah bisa ditelusuri sejak masa kolonial Belanda.

Sejarah Gelar Haji di Indonesia

Penyematan gelar haji di Indonesia memiliki sejarah panjang, bahkan sebelum para bapak bangsa memproklamasikan diri sebagai negara merdeka.

Pada akhir abad ke-19, orang-orang yang baru pulang dari ibadah haji tidak mempunyai gelar apa pun. Namun, hal ini berubah seiring meningkatnya jumlah jemaah haji serta kekhawatiran Belanda terkait pemberontakan yang dilakukan oleh para kiai dan tokoh Islam.

Hal itu bermula sejak Kiai Haji (KH) Ahmad Dahlan yang mendirikan organisasi islam bernama Muhammadiyah pada 1912. Pendirian organisasi Islam tersebut dikhawatirkan bakal menyebarkan pengaruh pemberontakan terhadap pemerintah kolonial.

Pemerintah Hindia Belanda terpantik untuk mengawasi tokoh-tokoh Islam di Nusantara. Kemudian, tanpa disadari, pemerintah kolonial menyematkan gelar haji dan hajjah bagi orang yang baru pulang dari ibadah di tanah suci melalui kebijakan yang dibuatnya.

Menurut Wim van den Doel dalam Snouck: Biografi Ilmuan Christian Snouck Hurgronje (2023), tujuan awal penyematan gelar haji adalah untuk mengawasi tokoh-tokoh muslim yang dikhawatirkan bakal menginisiasi pemberontakan.

Guna memudahkan pengawasan terhadap mereka yang telah menjalankan ibadah haji, pemerintah kolonial mengeluarkan keputusan Ordonansi Haji.

Keputusan Ordonansi Haji itu mewajibkan orang-orang yang telah berhaji untuk menyandang gelar. Sejak itu, setiap orang Indonesia yang telah menjalankan rukun Islam kelima diberi gelar haji.

Pemerintah kolonial bahkan pernah membuka Konsulat Jenderal pertama di Arab pada 1872. Tujuannya adalah mencatat pergerakan jemaah dari Hindia Belanda serta mengharuskan mereka menggunakan gelar dan atribut pakaian haji sehingga mudah dikenali sekaligus diawasi.

Penulisan Gelar Haji dan Hajjah di Undangan

Penulisan gelar haji salah satunya diaplikasikan di undangan. Gelar haji untuk perempuan adalah hajjah, sementara bagi laki-laki ialah haji. Lalu, bagaimana penulisan gelar haji di undangan yang benar?

Penulisan gelar haji dan hajjah ditempatkan di depan nama lengkap. Gelar haji ditulis dengan simbol "H." sedangkan hajjah disingkat dengan huruf "Hj."

Berikut contoh penulisan gelar haji di undangan.

  • Haji Syamsul Maarif, ditulis: H. Syamsul Maarif
  • Hajjah Farras Aushof, ditulis: Hj. Farras Aushof

Makna Gelar Haji dan Hajjah

Tradisi pemberian gelar haji sebenarnya tidak hanya terjadi di tanah air. Dadi Darmadi, Antropolog UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dalam acara "Ngaji Manuskrip Kuno Nusantara (Ngariksa)" pada 2019 menjelaskan, penyematan gelar haji juga dilakukan di beberapa negara, seperti Malaysia, Singapura, Brunei Darussalam, dan Thailand Selatan.

Dadi Darmadi dalam acara yang difasilitasi Kementerian Agama tersebut juga menerangkan, penyematan gelar haji di antaranya dapat dilihat melalui dua perspektif, yakni keagamaan dan kultural.

Pertama, haji dalam agama dilihat sebagai ibadah untuk menyempurnakan rukun Islam. Ibadah haji dilakukan melalui perjalanan jauh dengan persyaratan hingga biaya yang tidak mudah serta murah. Oleh sebab itu, gelar haji menjadi penting untuk diberikan kepada orang menunaikannya.

Kedua, secara kultural, haji mendatangkan banyak cerita-cerita populer yang berkembang di masyarakat tentang tantangan selama pengerjaannya.

Selain itu, karena membutuhkan biaya yang tidak sedikit, biasanya haji hanya bisa dilaksanakan oleh kalangan atas. Oleh sebab itu, gelar haji dan hajjah di Indonesia memiliki nilai serta status sosial yang tinggi.

Baca juga artikel terkait HAJI 2024 atau tulisan lainnya dari Syamsul Dwi Maarif

tirto.id - Pendidikan
Kontributor: Syamsul Dwi Maarif
Penulis: Syamsul Dwi Maarif
Editor: Fadli Nasrudin