tirto.id - Pengertian ibadah haji adalah berkunjung (berziarah) ke Baitullah untuk beribadah dan mendekatkan diri kepada Allah SWT dengan syarat, rukun, dan waktu yang telah ditentukan syariat Islam.
Sejarah ibadah tersebut, telah dimulai sejak Nabi Adam AS melakukan tawaf di Baitullah.
Sementara itu, ibadah haji disyariatkan kepada umat Islam baru pada 6 H/628 M. Meskipun demikian, kaum muslimin baru bisa melaksanakan rukun Islam ke-5 tersebut, setelah terjadinya peristiwa pembebasan kota Makkah pada 8 H/630 M.
Lantas apa yang dimaksud dengan ibadah haji serta bagaimana sejarah yang melatarbelakangi adanya ibadah haji? Berikut ini penjelasan lengkapnya.
Apa yang Dimaksud dengan Haji?
Kata “haji” berasal dari bahasa arab “حاج” yang berarti menyengaja, menuju suatu tempat, atau mengunjunginya secara berulang-ulang.
Sementara menurut istilah, ibadah haji adalah rukun Islam ke-5 berupa menyengaja mengunjungi Kakbah pada bulan Zulhijah dengan mengerjakan amalan haji: ihram, tawaf, sai, hingga wukuf di Padang Arafah.
Hukum pelaksanaan ibadah Haji adalah wajib, bagi muslim yang telah balig dan mampu melaksanakannya.
Dalil kewajiban pelaksanaan ibadah haji salah satunya termuat dalam firman Allah SWT di surah Ali-Imran ayat 97 sebagai berikut:
“...[Di antara] kewajiban manusia terhadap Allah adalah melaksanakan ibadah haji ke Baitullah, [yaitu bagi] orang yang mampu mengadakan perjalanan ke sana. Siapa yang mengingkari [kewajiban haji], maka sesungguhnya Allah Maha Kaya [tidak memerlukan sesuatu pun] dari seluruh alam.”(QS. Ali-Imran [3]: 97).
Dalam sebuah hadis riwayat Ibnu Abbas Ra, Rasulullah SAW bersabda mengenai kewajiban ibadah haji bagi umat Islam sebagai berikut:
“Hendaklah kamu bersegera mengerjakan haji, karena sesungguhnya seseorang tidak akan menyadari suatu halangan yang akan merintanginya.”(HR. Ahmad).
Latar Belakang dan Sejarah Adanya Ibadah Haji
Ibadah haji tidak hanya dikerjakan umat Nabi Muhammad SAW. Asal-usul haji sendiri akan dibahas di bawah ini.
Sejak kapan ada ibadah haji bagi umat muslim? Pelaksanaan ibadah haji masa Nabi Muhammad SAW mulai disyariatkan pada 6H/628M.
Latar waktu ini merupakan 6 tahun semenjak Rasulullah SAW meninggalkan Makkah. Penetapan kewajiban pelaksanaan ibadah haji tersebut adalah setelah turunnya surah Al-Baqarah ayat 196 sebagai berikut:
“Sempurnakanlah ibadah haji dan umrah karena Allah. Akan tetapi, jika kamu terkepung [oleh musuh], [sembelihlah] hadyu yang mudah didapat dan jangan mencukur [rambut] kepalamu sebelum hadyu sampai di tempat penyembelihannya.”(QS. Al-Baqarah [2]: 196).
Pada bulan Zulkaidah 6 H/628 M, Nabi Muhammad SAW memimpin langsung 1.000 muslim menuju Makkah. Namun, kaum Kafir Quraisy berusaha menghadang dan menghalangi umat Islam masuk ke Baitullah.
Akhir dari perseteruan tersebut adalah disepakatinya perjanjian Hudaibiyah. Akhmad Saufi dan Hasmi Fadillah dalam buku Sejarah Peradaban Islam (2015), menuliskan isi dari perjanjian tersebut sebagai berikut:
- Kedua belah pihak sepakat mengadakan gencatan senjata selama 10 tahun.
- Setiap orang diberi kebebasan bergabung dan mengadakan perjanjian dengan Muhammad, atau dengan Kaum Quraisy.
- Setiap orang Quraisy yang menyeberang kepada Muhammad tanpa seizin walinya, harus dikembalikan. Sedangkan jika pengikut Muhammad bergabung dengan Quraisy tidak dikembalikan.
- Pada tahun ini, Muhammad harus kembali ke Madinah. Pada tahun berikutnya, mereka diizinkan menjalankan ibadah haji dengan syarat menetap selama 3 hari di Makkah dan tanpa membawa senjata.
Nabi kemudian mengirim utusan kepada pembesar Kafir Quraisy. Utusan tersebut membawa misi perdamaian dengan 3 usulan: mengganti rugi terhadap para korban Suku Khuza’ah; menghentikan persekutuan dengan Bani Bakar; atau menyatakan pembatalan Perjanjian Hudaibiyah.
Dari ketiga usulan tersebut, kaum Quraisy memilih usulan ketiga. Imbasnya, Nabi Muhammad menyiapkan 10.000 pasukan untuk menyerang Makkah.
Buku Sejarah Terlengkap Peradaban Islam (2017) tulisan Abdul Syukur al-Azizi menyebutkan, bahwa kaum muslimin tidak mendapatkan perlawanan yang berarti kecuali dari Kafir Quraisy pimpinan Ikrimah dan Safwan.
Kaum muslimin kemudian berhasil menaklukan Makkah. Setelah melakukan tawaf mengitari Kakbah, Rasulullah SAW bersama kaum muslimin mulai menghancurkan dan membersihkan Baitullah dari berhala.
Peristiwa tersebut dikenal dengan Fathu Mekkah (pembebasan kota Makkah).
Pasca-peristiwa Fathu Mekkah, Nabi Muhammad Saw pada Zulkaidah 10 H mengabarkan kepada seluruh masyarakat Madinah, bahwa beliau akan memimpin ibadah haji.
Peristiwa tersebut kemudian terlaksana pada 25 Zulkaidah 10 H/632 M. Sekitar 100.000 jemaah turut menunaikan ibadah haji bersama Rasulullah SAW.
Siapa yang Pertama Kali Melakukan Ibadah Haji?
Jauh sebelum umat Nabi Muhammad SAW lahir, beberapa nabi atau rasul terdahulu sudah melaksanakan ibadah haji ke Baitullah. Meskipun dalam pelaksanaan ibadahnya, berbeda dengan yang dipraktekkan umat Islam sekarang ini.
Dikutip dari buku Sejarah Ibadah: Menelusuri Asal-usul, Memantapkan Penghambaan (2014) karya Syahruddin El Fikri, materi ibadah haji dan tata cara ibadah haji yang disyariatkan kepada nabi dan rasul itu, umumnya lebih banyak berkisar pada pelaksanaan tawaf atau mengelilingi Kakbah.
Beberapa waktu semenjak Nabi Adam diturunkan ke dunia, Allah SWT memerintahkannya pergi ke Makkah untuk melaksanakan ibadah haji.
Pada waktu tersebut, Kakbah telah dibangun sebagaimana dijelaskan dalam firman Allah SWT di surah Ali-Imran ayat 96 sebagai berikut:
“Sesungguhnya rumah [ibadah] pertama yang dibangun untuk manusia adalah [Baitullah] yang [berada] di Bakkah [Makkah] yang diberkahi dan menjadi petunjuk bagi seluruh alam.”(QS. Ali-Imran [3]: 96).
Kemudian, Nabi yang juga melaksanakan ibadah haji ialah Ibrahim As. Markaban dalam buku Fikih (2020), menuliskan bahwa Nabi Ibrahim As. bersama putranya: Ismail As diperintahkan Allah SWT membangun Baitullah kembali.
Syekh Muhammad Zakariyya Al-Kandahlawi, seorang tokoh Jamaah Tabligh terkemuka di anak Benua India melalui kitab Fadhilah Haji (Tanpa Tahun) menuliskan, bahwa usai banjir masa Nabi Nuh, Allah SWT kemudian mengutus Nabi Ibrahim untuk membangun kembali Baitullah.
Setelah pembangunan Ka’bah rampung, Nabi Ibrahim diperintah Allah SWT memanggil umat manusia untuk mendirikan ibadah haji. Nabi Ibrahim menyerukan panggilan tersebut di Jabal Abi Qubais dengan perkataan sebagai berikut:
“Wahai sekalian manusia, sesungguhnya Tuhan kamu telah membangun satu rumah-Nya bagi kamu, oleh karena itu hendaklah kamu semua tunaikan haji di sana”.
Penulis: Syamsul Dwi Maarif
Editor: Dhita Koesno
Penyelaras: Dhita Koesno