tirto.id - Ibadah haji merupakan salah satu ibadah yang termasuk dalam rukun Islam. Sebagaimana disebutkan dalam hadis yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Muslim dari Abdullah bin Umar ra yang berbunyi:
“Islam dibangun atas lima perkara: bersaksi bahwa tiada Tuhan selain Allah dan bahwa Muhammad adalah utusan Allah, mendirikan shalat, membayar zakat, haji ke Baitullah dan puasa Ramadhan.” (HR. Muslim).
Pelaksanaan haji sudah ditentukan oleh syariat Islam. Waktu pelaksanaan ibadah haji tidak boleh dilakukan pada bulan-bulan selain yang telah Allah tetapkan, yakni bulan Syawal, Zulqa’dah, dan Zulhijah.
Waktu pelaksanaan ibadah haji sudah ditentukan dalam Al-Qur’an dan As-Sunah, Allah SWT berfirman:
“(Musim) haji itu (pada) bulan-bulan yang telah dimaklumi. Barangsiapa mengerjakan (ibadah) haji dalam (bulan-bulan) itu, maka janganlah dia berkata jorok (rafas), berbuat maksiat dan bertengkar dalam (melakukan ibadah) haji. Segala yang baik yang kamu kerjakan, Allah mengetahuinya. Bawalah bekal, karena sesungguhnya sebaik-baik bekal adalah takwa. Dan bertakwalah kepada-Ku wahai orang-orang yang mempunyai akal sehat.” (QS. Al-Baqaroh: 197)
Lalu dalam sebuah hadis disebutkan:
Dari Ibnu Umar berkata, "Bulan-bulan haji adalah bulan Syawal, Zulqa’dah dan sepuluh hari bulan Zulhijah." (HR. Al-Bukhari).
4 Hukum Melaksanakan Ibadah Haji
Pada dasarnya hukum melaksanakan ibadah haji adalah wajib bagi yang mampu, tetapi pada keadaan tertentu hukum haji dapat berubah sunah, makruh, dan haram.
Dikutip dari E-Modul Fikih MI kelas V, dalam kaidah ilmu Fikih ditegaskan bahwa hukum yang berlaku sesuai dengan illat-nya alasan “al-hukmu yaduru ma’a ‘ilatihi” hukum berlaku sesuai alasannya yaitu:
1. Wajib
Hukum ibadah haji sesuai rukun Islam yang kelima seperti disebutkan di atas adalah wajib bagi orang yang telah mampu menjalankannya dan baru pertama kali, serta wajib bagi orang yang bernazar.Mampu yang dimaksud juga telah memenuhi 7 syarat dan rukun haji. Syarat wajib haji adalah serangkaian hal yang menentukan seseorang wajib menunaikan haji sebagai salah satu rukun Islam. 7 syarat haji adalah Islam, berakal, balig, merdeka, mampu, aman, dan tersedia Kendaraan.
Sementara rukun haji ada 6, yakni niat ihram, wukuf, thawaf, sa'i, tahalul, tertib
Allah SWT berfirman dalam surat Ali Imran ayat 97:
فِيْهِ اٰيٰتٌۢ بَيِّنٰتٌ مَّقَامُ اِبْرٰهِيْمَ ەۚ وَمَنْ دَخَلَهٗ كَانَ اٰمِنًاۗ وَلِلّٰهِ عَلَى النَّاسِ حِجُّ الْبَيْتِ مَنِ اسْتَطَاعَ اِلَيْهِ سَبِيْلًاۗ وَمَنْ كَفَرَ فَاِنَّ اللّٰهَ غَنِيٌّ عَنِ الْعٰلَمِيْنَ
fîhi âyâtum bayyinâtum maqâmu ibrâhîm, wa man dakhalahû kâna âminâ, wa lillâhi ‘alan-nâsi ḫijjul-baiti manistathâ‘a ilaihi sabîlâ, wa mang kafara fa innallâha ghaniyyun ‘anil-‘âlamîn
Artinya: Di dalamnya terdapat tanda-tanda yang jelas, (di antaranya) Maqam Ibrahim. Siapa yang memasukinya (Baitullah), maka amanlah dia. (Di antara) kewajiban manusia terhadap Allah adalah melaksanakan ibadah haji ke Baitullah, (yaitu bagi) orang yang mampu mengadakan perjalanan ke sana. Siapa yang mengingkari (kewajiban haji), maka sesungguhnya Allah Mahakaya (tidak memerlukan sesuatu pun) dari seluruh alam. (QS. Ali Imran: 97)
2. Sunah
Hukum haji sunah apabila dapat mengerjakan ibadah haji untuk kedua kali dan seterusnya, bagi anak kecil, dan hamba sahaya. Berikut ini penjelasannya:- Bagi Anak yang Belum Baligh: Anak-anak muslim yang belum mencapai usia akil baligh tidak memiliki kewajiban untuk melaksanakan ibadah haji. Namun, jika mereka melaksanakan haji, maka hal tersebut dihitung sebagai sunah.
- Bagi yang Sudah Menunaikan Haji Sebelumnya: Seorang muslim yang sudah pernah menunaikan haji dan telah memenuhi kewajibannya, jika ia melaksanakan haji lagi, maka hukumnya sunah. Haji berikutnya tidak lagi wajib karena kewajiban haji hanya sekali seumur hidup.
3. Makruh
Makruh dalam haji merujuk tindakan yang sebaiknya dihindari meskipun tidak haram. Beberapa keadaan dengan kondisi haji makruh antara lain:- Wanita yang Pergi Tanpa Izin Suami: Bagi wanita yang telah menikah, pergi haji tanpa izin dari suami dianggap makruh. Meskipun tidak dilarang, namun lebih baik dihindari untuk menjaga keharmonisan rumah tangga.
"Hajinya perempuan yang pergi tanpa disertai mahramnya ketika kondisi keselamatan dirinya dalam keadaan terancam atau pergi haji tanpa adanya restu suami." (Habib Hasan bin Ahmad bin Muhammad al-Kaf, Taqrirat as-Sadidah, h. 470-472).
- Melakukan Haji Berkali-kali di Saat Situasi Tidak Kondusif: Melakukan haji berkali-kali ketika kondisi masyarakat di sekelilingnya masih hidup serba kekurangan dan butuh bantuan untuk kelangsungan hidup, yang seharusnya ini lebih diprioritaskaan, karena ada yang lebih penting yang membutuhkan perhatian dan bantuan.
Kondisi naik haji adalah makruh ini, seperti dikutip laman BPKH, juga pernah dituliskan KH. A Mustofa Bisri, yang lebih dikenal sebagai Gus Mus, dalam bukunya berjudul Fiqh Keseharian Gus Mus, menyatakan,
"Al-Muta’addi Afdhalu min al-Qaashir (yang lebih luas lebih utama daripada yang terbatas)."
Ungkapan ini bermakna bahwa tindakan seperti membantu fakir miskin, anak yatim, mendirikan lembaga pendidikan, dan lain-lain yang memberikan manfaat lebih luas, lebih mulia daripada menunaikan haji untuk kedua kalinya atau lebih, yang manfaatnya hanya dirasakan oleh diri sendiri.
4. Haram
Hukum ibadah haji menjadi haram jika dilakukan akan menimbulkan dosa atau niatnya membuat kerusakan dan keonaran di tanah suci Makkah. Beberapa kondisi yang membuat haji menjadi haram antara lain:- Niat Buruk dalam Melaksanakan Haji: Pergi haji dengan niat yang tidak baik, seperti untuk melakukan kejahatan atau mengambil keuntungan dari jamaah lain, menjadikan pelaksanaan haji tersebut haram. Contohnya adalah seseorang yang pergi berhaji untuk merencanakan tindakan kriminal seperti pencurian atau penipuan terhadap jamaah lain.
- Melakukan Haji dengan Maksud Tertentu yang Tidak Baik: Niat untuk melakukan hal buruk selama berada di tanah suci, seperti menyebarkan kebencian atau fitnah, juga menjadikan ibadah haji haram. Ibadah haji seharusnya dilandasi dengan niat yang tulus untuk beribadah dan mendekatkan diri kepada Allah, bukan untuk tujuan yang merugikan orang lain atau lingkungan sekitar.
Laman NU Online menuliskan bahwa haji memiliki ragam hukum syar’i tergantung kondisi orang per orang. Hukum haji terkadang menjadi fardhu ain, fardhu kifayah, dan adakalanya sukarela (tathawwu).
Namun, yang pasti haji hanya wajib seumur hidup sekali bagi yang mampu dan memenuhi syarat yang diatur dalam hukum Fiqih.
Berdasarkan keterangan sebelumnya, dapat disimpulkan bahwa haji memilik beragam hukum, sebagai berikut:
1. Fardhu ‘Ain
Kewajiban individu sekali seumur hidup bagi orang yang belum pernah berhaji dan telah memenuhi syarat wajib haji.2. Fardhu Kifayah
Kewajiban kolektif setiap tahun yang gugur bila mana ada sebagian orang mensyiarkan Ka’bah dengan ibadah haji dan umrah.3. Tathawwu
Aktivitas ibadah haji dan umrah yang dilakukan secara sukarela terutama bagi orang dengan status budak (yang sudah tidak ada di zaman kini) dan anak-anak.Penulis: Nurul Azizah
Editor: Dhita Koesno
Penyelaras: Dhita Koesno