tirto.id - Salah satu pertanyaan yang sering muncul di antara para jemaah haji adalah bagaimana hukum jemaah perempuan yang sedang datang bulan atau menstruasi beribadah ke Arafah. Apakah dibolehkan atau tidak?
Menjawab pertanyaan itu, Konsultan Ibadah Daerah Kerja Makkah, Siti Mahmudah, mengatakan, jemaah haji perempuan tetap wajib mengikuti proses puncak haji ke Arafah. Namun syaratnya, mengubah niat menjadi haji qiran (niat umrah dan haji menjadi satu niat).
Mengubah niat dilakukan kalau si jemaah belum melakukan umrah wajib, sementara sampai menjelang pelaksanaan wukuf di Arafah belum suci atau menstruasinya belum selesai.
“Kalau seperti itu (jemaah) tidak perlu membayar Dam lagi. Jika sudah membayar Dam untuk haji tamattu sebelum Arofah. Hajinya tetap sah, dan tidak mengurangi kemabrurannya," kata Siti Mahmudah, Senin (10/6/2024).
Namun kalau si jemaah haji perempuan sudah umrah wajib, kemudian menstruasi, maka tidak perlu mengubah niat. Jemaah masih boleh mengikuti wukuf di Arafah. Tinggal nanti untuk tawaf ifadah (tawaf setelah wukuf) si jemaah bisa menunggu sampai suci jika masih punya waktu tinggal lama di Makkah.
“Namun jika tidak, ini darurat dan harus segera kembali ke Indonesia, maka boleh melakukan Tawaf Ifadah dengan menjaga darah haidnya menggunakan pembalut yang aman,” kata dia.
Kemudian bagi jemaah haji perempuan yang akan meninggalkan Kota Makkah namun masih dalam keadaan haid tidak perlu melakukan tawaf wada (tawaf selamat tinggal).
“Cukup berdiri dan berdoa di hadapan Masjidil Haram untuk pamit pulang dari Rumah Allah sebagai tamu Allah," kata dia menambahkan.
Siti Mahmudah menjelaskan, haji adalah napak tilas sejarah, mulai sejak Nabi Adam AS sampai Nabi Muhammad SAW. Arafah menjadi tempat sejarah dipertemukannya kembali antara Nabi Adam dan Siti Hawa untuk pertama kalinya setelah berpisah begitu lama, sejak diturunkannya ke bumi dari surga.
“Sedangkan Arafah merupakan tempat Khutbah Nabi Muhammad SAW yang terakhir dalam haji wada pada tahun ke-10 Hijriyah," kata dia.
“Haji adalah Arafah, maka tidak sah jika tidak ikut hadir di Arafah pada tanggal 9 Zulhijjah nanti, termasuk bagi perempuan haid,” kata dia menambahkan.
Untuk haji qiran (haji dan umrah) sarat sahnya, dimulai dengan niat umrah haji, lalu memakai ihram dengan cukup miqat dari hotel, lalu menjaga larangan umrah haji sampai berhasil tahalul awal setelah berhasil melontar jumrah Aqobah pada 10 Zulhijjah.
“Lebih afdal tahalul tsani setelah berhasil lontar jumrah di hari tasyrik pada 11, 12 Zulhijjah dan tawaf ifadhoh," katanya menegaskan.
Penulis: Muhammad Taufiq
Editor: Abdul Aziz