Menuju konten utama
Tarikh

Sebelum Islam Datang, Ka'bah adalah Tempat Pemujaan Kaum Pagan

Sejarah Ka'bah jauh lebih panjang dibanding sejarah Islam. Menjadi pusat spiritual sejak ribuan tahun sebelum Muhammad lahir.

Sebelum Islam Datang, Ka'bah adalah Tempat Pemujaan Kaum Pagan
Kakbah di kota Makkah. Amr Nabi/AP

tirto.id - Makkah bukan kota yang terlalu mentereng pada abad ke-6, masa ketika Nabi Muhammad lahir. Kota ini memang ramai dikunjungi saudagar-saudagar di musim tertentu. Mereka mengadu untung dengan membawa pelbagai barang dagangan dari beberapa penjuru bumi. Tapi Makkah tetap insignifikan dalam konteks geopolitik di sekitar Mediterania dan semenanjung Arab masa itu.

Arti penting Makkah baru terlihat dalam hal teologis bagi para penganut spritualisme, paganisme, maupun monoteisme Abrahamik. Di kota itu berdiri sebuah bangunan batu berbentuk kotak besar. Kubus raksasa itu, menurut versi historiografi tradisional Islam, dipercaya dibangun oleh Ibrahim dan anaknya, Ismail.

Bagi umat Islam, bangunan itu dimaksudkan sebagai “rumah Tuhan” oleh dua pendirinya. Namun setelah Ismail meninggal, lewat proses selama ribuan tahun, rumah Tuhan tersebut berakhir menjadi semacam kuil bagi kaum pagan.

Dalam satu periode tertentu sebelum kedatangan Islam, bangunan itu sempat pula digunakan umat Kristiani—kemungkinan kaum Koptik dan Kristen Etiopia—sebagai tempat pemujaan. Ini dibuktikan dengan lukisan-lukisan di dinding bagian dalam bangunan yang menggambarkan Nabi Isa (Yesus) bersama Maryam (Maria). Penelitian G.R.D. King bertajuk “The Paintings of the Pre-Islamic Ka’ba” yang dimuat di jurnal Muqarnas Online (2004) memperkuat bukti tersebut.

Dari Kuil Berhala hingga Arah Kiblat

Sampai sekarang belum ditemukan sumber atau keterangan yang pasti sejak kapan bangunan itu menjadi kuil penyembah berhala. Salah satu historiografi tertua yang membuka kemungkinan tentang hal itu adalah Kitab al-Asnam (Buku Berhala-Berhala) karya sejarawan Hisham ibn al-Kalbi (737-819) yang ditulis pada abad ke-8.

Dengan menyandarkan informasi dari kitab tersebut, F.E. Peters dalam The Hajj: The Muslim Pilgrimage to Mecca and the Holy Places (1994: 21) menyatakan jatuhnya bangunan Ibrahim ke tangan penyembah berhala bermula sejak awal sejarah Makkah. Beberapa anak Ismail ditengarai meninggalkan kepercayaan lama dan menjadi penyembah berhala. Dari situlah kotak batu yang dibangun kakek mereka mulai dijadikan tempat pemujaan oleh kaum pagan.

Maka demikianlah sesudah itu para pemuja berhala datang silih berganti. Dewa-dewa yang mereka sembah pun berganti pula.

Tapi jarak waktu antara kematian Ismail (diperkirakan pada 1800 SM) dengan Arab zaman suku Quraisy sangatlah jauh. Dalam periode itu banyak sekali peristiwa-peristiwa yang tak tercatat. Karena itu para sejarawan sukar memastikan siapa sebenarnya yang menjadikan bangunan Ibrahim sebagai tempat pemujaan berhala.

Para sejarawan islamis masa kini, dengan sumber-sumber sejarah yang lebih luas dibanding para pendahulu mereka, juga tidak bisa memastikan hal itu. Apakah salah satu di antara dua bani kuno Arab, Jurhum dan Khuza’a, yang mengubahnya? Ataukah karena pengaruh paganisme Yunani dan Romawi?

Di antara pertanyaan-pertanyaan demikian, satu hal yang sangat menonjol adalah munculnya periodisasi stereotip dari kalangan sejarawan islamis. Bagi mereka, kemerosotan Makkah, baik secara moral maupun spiritual, disebabkan oleh jatuhnya kota itu ke kubangan paganisme. Dalam hal ini adalah Makkah pra-Islam.

Ini ditunjukkan secara jelas dengan, misalnya, pembabakan sejarah “resmi” Islam yang membagi dua periode secara garis besar: zaman jahiliah (secara harfiah berarti kebodohan) dan zaman kenabian. Periode yang disebut pertama tentu saja merujuk kepada dunia paganisme Makkah.

Ketika Nabi Muhammad dilahirkan, kubus raksasa yang dibangun Ibrahim sudah sepenuhnya dikuasai suku Quraisy penyembah berhala. Bahkan menjadi semacam “kuil besar” bagi kaum pagan di seluruh jazirah Arab.

“[Pada masa Nabi Muhammad] ada 360 berhala disusun di sekitar Kakbah, mungkin merepresentasikan jumlah hari dalam setahun,” catat Karen Armstrong dalam Islam: A Short History (2002: 10).

Bagi umat Islam, dewa-dewa terbesar suku Quraisy—Latta, Uza, dan Manat—menjadi simbol degradasi moral dan spiritual. Karena itu, ketika Nabi Muhammad dan pengikutnya berhasil menaklukkan Makkah pada tahun 629, tiga patung dewa itu menjadi sasaran pertama untuk dihancurkan.

Kenabian Muhammad sekaligus kelahiran Islam kemudian mengubah lanskap keagamaan di jazirah Arab. Hari ini kita mengenal kubus raksasa itu sebagai Ka'bah dan menjadi kiblat kaum muslim.

==========

Pada Ramadan tahun ini redaksi menampilkan sajian khusus bernama "Tarikh" yang ditayangkan setiap menjelang sahur. Rubrik ini mengambil tema besar tentang sosok Nabi Muhammad sebagai manusia historis dalam gejolak sejarah dunia. Selama sebulan penuh, seluruh artikel ditulis oleh Ivan Aulia Ahsan (Redaktur Utama Tirto.id dan pengajar di Universitas Nahdlatul Ulama Indonesia, Jakarta).

Baca juga artikel terkait TARIKH atau tulisan lainnya dari Ivan Aulia Ahsan

tirto.id - Sosial budaya
Penulis: Ivan Aulia Ahsan
Editor: Irfan Teguh