Menuju konten utama

Kenapa Haji Hanya Wajib Bagi Orang yang Mampu?

Artikel berikut ini akan menjelaskan mengapa ibadah haji hanya diwajibkan bagi orang yang mampu.

Kenapa Haji Hanya Wajib Bagi Orang yang Mampu?
Jamaah haji melempar jumroh aqobah di Jamarat, Mekah, Arab Saudi, Rabu (28/6/2023). Lempar jumrah aqobah merupakan salah satu syarat yang wajib dilakukan pada ibadah haji sebagai simbol pengusiran setan yang pernah dilakukan Nabi Ibrahim AS. ANTARAFOTO/Wahyu Putro A/foc.

tirto.id - Ibadah haji merupakan rukun Islam kelima yang wajib dilaksanakan bagi umat Islam yang telah memenuhi syarat tertentu. Hukum pelaksanaan ibadah haji adalah wajib bagi muslim yang mampu secara fisik dan materi.

Lalu, mengapa ibadah haji diwajibkan hanya untuk orang yang sudah mampu?

Berhaji adalah berkunjung ke Baitullah untuk beribadah pada waktu dan cara tertentu. haji merupakan kesempatan bagi umat Islam untuk membersihkan dosa-dosa dan memulai lembaran baru dalam hidup mereka.

Dengan melaksanakan haji dengan penuh keikhlasan dan kesungguhan, diharapkan dosa-dosa mereka diampuni dan mereka dapat kembali ke fitrah sebagai manusia yang suci.

Mengapa Ibadah Haji Diwajibkan Hanya untuk Orang yang Sudah Mampu?

Dilansir laman Kemenag Provinsi Bali, menurut Al Quran Surat Ali Imran ayat 97, ibadah haji hanya diwajibkan bagi umat Islam yang memiliki kemampuan (istitha'ah). Bagi yang tidak mampu, tidak ada kewajiban untuk berhaji.

Lantas bagaimana pengertian mampu dalam ibadah haji? Istitha'ah bagi calon jamaah haji terdiri dari beberapa aspek:

1. Kemampuan Harta

Sebelum berangkat haji, calon jamaah harus memastikan memiliki bekal yang cukup untuk membiayai seluruh kebutuhan selama di Tanah Suci. Ini termasuk biaya perjalanan pergi-pulang, akomodasi, makanan, dan keperluan lainnya.

Memperoleh bantuan dari pihak lain boleh dilakukan, namun tidak wajib. Hal ini bertujuan untuk memastikan kelancaran ibadah haji dan menghindari membebani keluarga yang ditinggalkan.

Lebih penting lagi, sumber dana untuk berhaji harus diperoleh dengan cara yang halal. Dengan demikian, ibadah haji dapat dilaksanakan dengan penuh keberkahan dan diterima oleh Allah SWT.

2. Kemampuan Kesehatan

Kondisi fisik yang prima menjadi syarat penting karena ibadah haji membutuhkan banyak aktivitas fisik, seperti berjalan kaki dan berdiri dalam waktu lama. Hampir semua rukun dan wajib haji berkaitan dengan kemampuan fisik, kecuali niat yang merupakan rukun qalbi.

3. Kemampuan mental

Selain kemampuan finansial, kesehatan, dan transportasi, calon jemaah haji juga harus memiliki kemampuan mental yang kuat. Hal ini penting untuk memastikan kelancaran dan ketenangan selama melaksanakan ibadah haji.

Pengetahuan yang memadai tentang tata cara pelaksanaan ibadah haji sangatlah penting. Calon jemaah haji harus memahami rukun, wajib, dan sunnah haji agar dapat melaksanakannya dengan benar.

Mental yang kuat juga diperlukan untuk menghadapi berbagai situasi yang mungkin terjadi selama perjalanan dan pelaksanaan ibadah haji. Hal ini termasuk kelelahan, kepadatan jamaah, dan berbagai kondisi yang tidak terduga.

Dengan memiliki kemampuan mental yang kuat, calon jemaah haji dapat melaksanakan ibadah haji dengan penuh kesadaran, ketenangan pikiran, dan keikhlasan. Ibadah haji yang demikianlah yang diharapkan dapat diterima oleh Allah SWT.

Memenuhi ketiga syarat kemampuan ini menjadi dasar kewajiban haji bagi umat Islam.

Apa Hukum Ibadah Haji Bagi Orang Yang Mampu?

Menurut para ulama, haji secara etimologi berarti bermaksud, menghendaki, atau menyengaja (qasdu). Sedangkan secara terminologi, haji diartikan sebagai bermaksud menuju Baitullah al-Haram (Ka'bah) untuk melakukan ibadah tertentu (haji).

Dilansir dari laman Kementerian Agama, secara umum, ibadah haji dihukumi sebagai fardhu 'ain (wajib bagi setiap individu) menurut kesepakatan para ulama. Hal tersebut merupakan pengertian mampu dalam syarat wajib haji.

Namun, dalam pelaksanaannya, hukum haji dapat berbeda-beda tergantung pada kondisi individu, sebagaimana yang dijelaskan oleh Habib Hasan bin Ahmad:

1. Fardhu 'Ain

Hukum haji menjadi fardhu 'ain bagi individu yang memenuhi semua syarat wajib haji, yaitu Islam, baligh, berakal, merdeka, dan mampu. Kewajiban ini berlaku bagi semua umat Islam yang memenuhi syarat.

2. Fardhu Kifayah

Hukum haji menjadi fardhu kifayah jika tujuannya adalah untuk meramaikan Ka'bah pada setiap tahunnya. Dalam hal ini, tidak semua orang diwajibkan untuk berhaji, tetapi cukup dengan dilakukan oleh sebagian orang untuk memenuhi kewajiban kolektif umat Islam.

3. Sunnah

Hukum haji menjadi sunnah bagi beberapa kategori, seperti:

  • Anak kecil yang belum baligh
  • Budak

4. Makruh

Hukum haji menjadi makruh jika dalam perjalanan menuju Makkah, keselamatan jiwa terancam.

5. Haram

Hukum haji menjadi haram bagi beberapa kondisi, seperti:

  • Perempuan yang pergi haji tanpa mahramnya dan keselamatan dirinya terancam
  • Perempuan yang pergi haji tanpa restu suami
Penjelasan di atas menunjukkan bahwa hukum ibadah haji tidak hanya fardhu 'ain, tetapi juga memiliki variasi hukum tergantung pada kondisi dan situasi individu. Memahami hukum-hukum ini penting bagi umat Islam untuk menentukan kewajiban dan prioritas mereka dalam menunaikan ibadah haji.

Berapa Kali Kewajiban Melakukan Ibadah Haji Bagi Orang yang Mampu?

Mengerjakan haji adalah panggilan mulia dari Allah SWT. Namun, penting untuk diingat bahwa Rasulullah SAW telah menyampaikan pesan penting bahwa Haji wajib dilakukan setidaknya sekali dalam seumur hidup.

Hal ini ditegaskan oleh Homaidi Hamid, Anggota Divisi Fatwa dan Pengembangan Tuntunan Majelis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah, dalam Pengajian Tarjih. Beliau mengutip hadis Nabi SAW yang disampaikan melalui Abu Hurairah: "Hai manusia, Allah telah mewajibkan haji atas kalian, maka lakukanlah haji."

Rasulullah SAW dengan tegas menyatakan bahwa setiap Muslim hanya diwajibkan menjalankan haji sekali dalam hidupnya. Beliau menekankan bahwa haji wajib hanya dilakukan sekali seumur hidup, dan itu pun bagi mereka yang mampu.

Melakukan haji lebih dari satu kali dalam seumur hidup, bagi mereka yang mampu, adalah tindakan sukarela. Ini merupakan kesempatan untuk mendapatkan pahala yang lebih banyak dan semakin mendekatkan diri kepada Allah SWT, namun tidak menjadi kewajiban.

Baca juga artikel terkait HAJI 2024 atau tulisan lainnya dari Ruhma Syifwatul Jinan

tirto.id - Pendidikan
Kontributor: Ruhma Syifwatul Jinan
Penulis: Ruhma Syifwatul Jinan
Editor: Dhita Koesno