tirto.id - Salah satu perkara yang sebaiknya dipenuhi oleh umat Islam ketika menjalankan ibadah haji ialah syarat wajib. Syarat wajib ini meliputi 6 hal seperti mabit di Muzdhalifah hingga tawaf wada. Meskipun dalam pelaksanaanya syarat wajib tidak menentukan syarat sahnya ibadah haji, tetapi bagi jemaah yang meninggalkannya tanpa adanya uzur, maka akan mendapatkan dosa.
Di sisi lain, Pemerintah Indonesia melalui Kementerian Agama telah mengumumkan Kuota Haji Indonesia 2022 melalui Keputusan Menteri Agama (KMA) Nomor 405 Tahun 2022 pada tanggal 22 April 2022 lalu. Dalam keputusan yang ditandatangai oleh Menag Yaqut tersebut, dituliskan bahwa Pemerintah Indonesia pada tahun 2022 akan memberangkatkan sebanyak 100.051 kuota.
Umat Islam saat ini telah memasuki bulan Syawal sejak beberapa waktu lalu. Bulan Syawal ialah bulan di mana umat Islam yang telah mampu secara fisik, materi, hingga ketersediaan transportasi yang memadai mulai menunaikan ibadah haji.
Ibadah haji merupakan rukun Islam yang kelima (terakhir) dan wajib pelaksanaanya bagi yang telah mampu. Haji secara makna sederhana ialah mengunjungi Kabah untuk beribadah sesuai syarat dan aturan yang ditentukan.
Waktu pelaksanaan Ibadah haji dimulai pada bulan Syawal, kemudian Zulkadah hingga Zulhijah. Puncak dari ibadah haji ialah pada tanggal 9 Zulhijah, ketika para jemaah melakukan wukuf di Padang Arafah.
Dikutip dari buku Fikih, dijelaskan bahwa syarat bagi seseorang yang melaksanakan ibadah haji ialah beragama Islam, baligh (dewasa), aqil (berakal sehat), merdeka dan mampu. Sementara itu, rukun sah dari pelaksanaan ibadah haji meliputi ihram (niat), wukuf, tawaf, sa’i, dan tahallul secara tertib.
Selain adanya syarat orang yang melaksanakan dan rukun sahnya, ibadah haji juga memiliki syarat wajib. Syarat wajib ini secara syariat tidak membatalkan ibadah haji bila tidak dikerjakan. Oleh karena itu, apabila seseorang jemaah tidak memenuhi rukun wajib, berati ibadah hajinya tetap sah.
Akan tetapi, seseorang jemaah yang tidak memenuhi syarat wajib tanpa adanya uzur, maka ia akan mendapatkan dosa. Meskipun demikian, orang yang meninggalkan syarat wajib ini dapat menggantinya dengan dam.
Dilansir dari "Perbedaan Rukun Haji dan Wajib Haji dalam Mazhab Syafi’I" (NU Online) oleh Alhafiz Kurniawan, kalau salah satu wajib haji ditinggalkan, orang yang meninggalkannya dapat menggantinya dengan dam dan hajinya tetap sah.
Syekh Said bin Muhammad Ba’asyin dalam kitab Busyral Karim menjelaskan perihal wajib haji sebagai berikut, “Pasal mengenai wajib haji. Wajib haji adalah sejumlah hal yang mana haji itu tetap sah tanpanya, tetapi dosa bila wajib haji ditinggalkan tanpa uzur.”
Syekh Said Ba’syin melalui kitab bertajuk sama kemudian juga menyebutkan enam syarat wajib pelaksanaan ibadah haji sebagai berikut:
- Mabit di Muzdalifah,
- Lempar jumrah aqabah tujuh kali,
- Lempar tiga jumrah di hari tasyriq (11, 12, dan 13 Zulhijjah),
- Mabit pada malam tasyriq,
- Ihram dari miqat, dan
- Tawaf wada.
Meskipun syarat wajib tidak menentukan syarat sahnya ibadah haji, namun seorang jemaah sebaiknya tetap menunaikan perkara tersebut, terlebih untuk mencapai kesempurnaan rukun Islam kelima ini. Di samping itu, jemaah tidak mendapatkan dosa dan tidak perlu repot-repot membayar dam untuk mencapai kesempurnaan ibadah haji.
Penulis: Syamsul Dwi Maarif
Editor: Yantina Debora