tirto.id - Pada 1963, Arkeolog Yordania Rafiq Wafa Ad-Dajani menemukan sebuah gua yang berlokasi sekitar delapan kilometer dari Amman.
Gua tersebut diyakini berciri-ciri sama dengan gua yang diterakan Al-quran dalam surah Al-Kahfi ayat 17:
“Engkau melihat matahari ketika terbit dan condong dari gua mereka ke sebelah kanan, dan apabila terbenam menjauhi mereka ke sebelah kiri, sedangkan mereka berada dalam tempat yang luas di dalam gua itu," (QS. Al-Kahfi [18]: 17).
Dalam gua tersebut, terdapat tujuh atau delapan kuburan. Di dindingnya, ada tulisan Yunani Kuno buram dan tak bisa terbaca lagi, serta gambar seekor anjing.
Di atas gua itu, terpancang tempat ibadah ala Bizantium, serta sisa-sisa mata uang. Usai diteliti, mata uang itu menunjukkan alat tukar yang digunakan pemerintahan Justinius 1 (418-427 M).
Gua yang ditemukan Rafiq Wafa Ad-Dajani itu merupakan sisa-sisa dari peninggalan sejarah dari kisah Ashabul Kahfi.
Cerita Ashabul Kahfi
Kisah ini diabadikan dalam Al-quran, bahkan dijadikan salah satu nama surah: Al-Kahfi, yang berisi cerita dan pelajaran penting mengenai teguhnya keimanan kepada Allah SWT.
Dalam uraian "Kisah Teladan Ashabul Kahfi" yang diterbitkan Kementerian Agama RI, dijelaskan bahwa Ashabul Kahfi adalah para pemuda beriman yang hidup di pemerintahan raja zalim, Raja Diqyanus di Aphesus, Romawi.
Pada masa itu, keyakinan yang dianut raja dan rakyat di bawah pemerintahannya adalah ajaran pagan penyembahan berhala.
Suatu ketika, sang raja mendengar bahwa ada tujuh pemuda yang tidak mengikuti ajarannya.
Mengetahui hal tersebut, ia marah dan memanggil sekelompok pemuda tersebut. Ketika dihadapkan kepada Raja Diqyanus, mereka diminta untuk menanggalkan keimanan kepada Allah SWT dan mengganti keyakinan mereka untuk turut menyembah berhala.
Akan tetapi, semuanya menolak dengan lantang dan kabur meninggalkan kota Aphesus. Mereka memohon perlindungan kepada Allah SWT.
Tujuh pemuda ini lari hingga mencapai sebuah bukit dan menemukan sebuah gua yang mereka jadikan tempat persembunyian mereka.
Selama masa pelarian mereka juga, terdapat seekor anjing bernama Qitmir yang mengawani perjalanan itu.
Atas izin Allah SWT, tujuh pemuda dan seekor anjing ini tertidur selama 309 tahun dalam gua itu.
Setelah tiga abad terlelap, mereka terbangun lagi ketika raja zalim Diqyanus sudah wafat dan kota Aphesus dipimpin oleh raja yang beriman kepada Allah SWT.
Ketika mereka terbangun, tak seorang pun dari mereka yang menyadari bahwa sudah tertidur dalam waktu yang amat lama.
Lantas, ketika mengetahui bahwa mereka sudah mengalami keanehan sebagai bukti kebenaran Allah SWT, mereka berdoa:
"Ya Allah, dengan kebenaran yang telah Kau perlihatkan kepada kami tentang keanehan-keanehan yang kami alami sekarang ini, cabutlah kembali nyawa kami tanpa sepengetahuan orang lain!"
Allah SWT mengabulkan doa mereka dan mencabut nyawa ketujuh pemuda tersebut.
Keteladanan dan Pelajaran dari Kisah Ashabul Kahfi
Berdasarkan kisah Ashabul Kahfi, terdapat sejumlah keteladanan dan pelajaran yang bisa dipetik.
Dalam artikel ilmiah yang dimuat di jurnal Edu-Religia, dijelaskan sejumlah nilai-nilai yang bisa dipelajari dari kisah Ashabul Kahfi sebagai berikut:
1. Nilai Akidah
Kisah Ashabul Kahfi menjelaskan bahwa iman dan akidah merupakan hal penting yang harus diperjuangkan.
Kendati diancam untuk dibunuh dan dipaksa menanggalkan keimanan kepada Allah SWT, ketujuh pemuda beriman tersebut bersikeras dan tetap mempertahankan iman dan akidah mereka, meskipun harus kabur dan mengasingkan diri.
2. Nilai Akhlak
Terdapat sejumlah nilai akhlak yang bisa dipetik, misalnya kejujuran, konsistensi (istikamah), tawakal, ikhtiar, dan lain sebagainya.
Dalam kisah di atas, kendati raja Diqyanus mengancam untuk membunuh siapa pun yang tidak menganut ajaran pagan penyembahan berhalanya, ketujuh pemuda itu tetap jujur menyampaikan bahwa mereka beriman kepada Allah SWT.
Setelah itu, mereka berikhtiar untuk menyelamatkan diri, serta bertawakal kepada Allah SWT.
Sikap ikhtiar, kemudian tawakal, serta berserah diri kepada Allah SWT inilah yang menyelamatkan diri mereka hingga memperoleh rida Allah SWT.
3. Nilai Takwa
Para pemuda Ashabul Kahfi merupakan sekelompok pemuda yang beriman dan bertakwa kepada Allah, apa pun kondisi yang mereka alami.
Teladan untuk istikamah dalam bertakwa ini merupakan sikap mulia orang-orang beriman, kendati dalam keadaan sulit, seperti yang dialami para pemuda Ashabul Kahfi ini.
Penulis: Abdul Hadi
Editor: Dhita Koesno