Menuju konten utama

Daftar Pasal Tentang Membayar Pajak dalam UUD 1945

Pasal membayar pajak merupakan informasi yang perlu diketahui oleh setiap wajib pajak. Berikut ini daftar pasal tentang membayar pajak dalam UUD 1945.

Daftar Pasal Tentang Membayar Pajak dalam UUD 1945
Pasal membayar pajak wajib diketahui masyarakat Indonesia. Ini gambar warga menunjukkan informasi pembayaran pajak kendaraan melalui E-Samsat aplikasi Samsat Mobile Jawa Barat (Sambara) di Tapos, Depok, Jawa Barat. ANTARA FOTO/Asprilla Dwi Adha/NZ

tirto.id - Pasal membayar pajak dalam Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 merupakan informasi yang perlu diketahui karena Indonesia adalah negara hukum. Kewajiban membayar pajak diatur dalam UUD 1945 Pasal 23A.

Pasal 23A UUD 1945 termasuk pasal yang mengalami Amandemen. Amandemen UUD 1945 telah dilaksanakan sebanyak empat kali, yaitu pada tahun 1999, 2000, 2001, dan 2002.

Amandemen ini mulai dilaksanakan setelah runtuhnya kekuasaan Soeharto pada 1998 silam. Amandemen UUD 1945 pertama kali dilakukan dalam Sidang Umum MPR tanggal 14-21 Oktober 1999.

Lalu, Amandemen yang kedua terjadi saat Sidang Tahunan MPR tanggal 7-18 Agustus 2000. Pada tanggal 1 sampai 9 November 2001, dilaksanakan lagi Amandemen UUD 1945 ketiga saat Sidang Tahunan MPR.

Sementara Amandemen ke-4 dilakukan pada 1-11 Agustus 2002 saat. Lantas, bagaimana bunyi pasal membayar pajak dalam UUD 1945?

Bunyi Pasal Tentang Kewajiban Membayar Pajak dalam UUD 1945

Pasal tentang membayar pajak diberlakukan bagi seluruh masyarakat Indonesia. Peraturan yang termasuk pasal membayar pajak ini bermacam-macam, salah satunya mendeskripsikan tentang kewajibannya.

Berikut daftar pasal tentang kewajiban membayar pajak dalam UUD 1945.

1. Pasal 23A

Pajak dan pungutan lain yang bersifat memaksa untuk keperluan negara diatur dengan undang-undang.

2. Pasal 12

Setiap Wajib Pajak wajib membayar pajak yang terutang berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan, dengan tidak menggantungkan pada adanya Surat Ketetapan Pajak.

3. Pasal 13

(1) Dalam jangka waktu lima tahun sesudah saat terutangnya pajak, atau berakhirnya Masa Pajak, Bagian Tahun Pajak atau Tahun Pajak, Direktur Jenderal Pajak dapat mengeluarkan Surat Ketetapan Pajak dalam hal-hal sebagai berikut:

a. Apabila berdasarkan hasil pemeriksaan atau keterangan lain ternyata jumlah pajak yang terutang kurang atau tidak dibayar;

b. Apabila Surat Pemberitahuan tidak disampaikan dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (3) dan setelah ditegur secara tertulis tidak disampaikan pada waktunya sebagaimana dalam Surat Teguran;

c. Apabila berdasarkan hasil pemeriksaan mengenai Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah ternyata tidak seharusnya dikompensasikan selisih lebih pajak, tidak seharusnya dikenakan tarif 0 persen, atau tidak seharusnya diberikan pengembalian pajak;

d. Apabila kewajiban tidak dipenuhi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 dan Pasal 29, sehingga tidak dapat diketahui besarnya pajak yang terutang.

(2) Jumlah kekurangan pajak yang terutang dalam Surat Ketetapan Pajak sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf a ditambah dengan sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2 dua persen sebulan untuk selama-lamanya dua puluh empat bulan, dihitung mulai saat terutangnya pajak atau berakhirnya Masa Pajak, Bagian Tahun Pajak atau Tahun Pajak sampai dengan diterbitkannya Surat Ketetapan Pajak.

(3) Jumlah pajak dalam Surat Ketetapan Pajak sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf b, huruf c, dan huruf d ditambah dengan sanksi administrasi berupa kenaikan sebesar :

a. Sebanyak 50 persen dari Pajak Penghasilan yang kurang atau tidak dibayar dalam satu Tahun Pajak;

b. Sebanyak 100 persen dari Pajak Penghasilan yang tidak atau kurang dipotong, tidak atau kurang dipungut, tidak atau kurang disetorkan, dan dipotong atau dipungut tetapi tidak atau kurang disetorkan;

c. Sebanyak 100 persen dari Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah yang tidak atau kurang dibayar.

(4) Jumlah Pajak Penghasilan yang dipotong dan dipungut oleh pihak ketiga untuk satu Tahun Pajak, jumlah Pajak Penghasilan yang dibayar sendiri, pajak yang ditagih dalam Surat Tagihan Pajak untuk Tahun Pajak tersebut, serta pajak atas penghasilan yang dibayar atau terutang di luar negeri untuk Tahun Pajak yang bersangkutan, dikreditkan dari jumlah Pajak Penghasilan yang terhutang dalam Surat Ketetapan Pajak.

(5) Sanksi administrasi berupa bunga, denda administrasi, dan kenaikan, tidak dapat dikreditkan dari jumlah pajak yang terhutang.

(6) Besarnya pajak yang terutang dalam suatu Tahun Pajak yang diberitahukan oleh Wajib Pajak dalam Surat Pemberitahuan Tahunan, menjadi pasti menurut ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan, apabila dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) tidak diterbitkan Surat Ketetapan Pajak.

(7) Apabila jangka waktu lima tahun sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) telah lewat, Surat Ketetapan Pajak tetap dapat diterbitkan dalam hal Wajib Pajak setelah jangka waktu lima tahun tersebut dipidana, karena melakukan tindak pidana di bidang perpajakan yang dilakukan mengenai pajak yang penagihannya telah lewat waktu, berdasarkan putusan Pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap.

4. Pasal 14

(1) Surat Tagihan Pajak dikeluarkan apabila:

a. Pajak dalam tahun berjalan tidak atau kurang bayar;

b. Wajib Pajak dikenakan sanksi administrasi berupa denda administrasi dan/ atau bunga;

c. dari hasil penelitian Surat Pemberitahuan terdapat kekurangan pembayaran pajak sebagai akibat salah tulis dan/atau salah hitung.

(2) Surat Tagihan Pajak sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) mempunyai kekuatan hukum yang sama dengan Surat Ketetapan Pajak.

5. Pasal 15

(1) Direktur Jenderal Pajak dapat memberikan Surat Ketetapan Pajak Tambahan dalam jangka waktu lima tahun sesudah saat pajak terutang, berakhirnya Masa Pajak, Bagian Tahun Pajak atau Tahun Pajak, apabila diketemukan data baru dan/atau data yang semula belum terungkap yang menyebabkan penambahan jumlah pajak yang terutang.

(2) Jumlah kekurangan pajak yang terutang dalam Surat Ketetapan Pajak Tambahan, ditambah dengan sanksi administrasi berupa kenaikan sebesar 100 persen dari jumlah kekurangan pajak tersebut.

(3) Kenaikan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) tidak dikenakan, apabila Surat Ketetapan Pajak Tambahan itu diterbitkan berdasarkan keterangan tertulis oleh Wajib Pajak atas kehendak sendiri, sepanjang Direktur Jenderal Pajak belum mulai melakukan tindakan pemeriksaan.

(4) Apabila jangka waktu lima tahun sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) telah lewat, Surat Ketetapan Pajak Tambahan tetap dapat diterbitkan dalam hal Wajib Pajak setelah jangka waktu lima tahun tersebut dipidana, karena melakukan tindak pidana di bidang perpajakan yang dilakukan mengenai pajak yang penagihannya telah lewat waktu, berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap.

6. Pasal 16

Kesalahan tulis, kesalahan hitung, atau kekeliruan dalam penerapan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan yang terdapat dalam surat ketetapan pajak, dapat dibetulkan oleh Direktur Jenderal Pajak karena jabatan atau atas permohonan Wajib Pajak.

7. Pasal 17

(1) Direktur Jenderal Pajak setelah melakukan penelitian atau pemeriksaan, menerbitkan:

a. Surat Keputusan Kelebihan Pembayaran Pajak dalam jangka waktu paling lama dua belas bulan sejak diterima surat permohonan, apabila jumlah pajak yang dibayar atau jumlah Pajak Penghasilan yang dipotong atau dipungut ternyata lebih besar dari jumlah pajak yang terutang atau telah dilakukan pembayaran pajak yang seharusnya tidak terutang.

b. Surat Pemberitaan, apabila jumlah pajak yang dibayar atau jumlah Pajak Penghasilan yang dipotong atau dipungut sama dengan jumlah pajak yang terutang.

(2) Apabila setelah lewat jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf a Direktur Jenderal Pajak tidak memberi suatu keputusan, permohonan kelebihan pembayaran pajak tersebut dianggap dikabulkan.

Apa Hak dan Kewajiban Membayar Pajak?

Pembahasan tentang pasal membayar pajak tentunya tidak lengkap, jika kita tidak mengetahui apa saja hak dan kewajibannya. Hak sendiri merupakan berbagai hal yang wajib diberikan kepada seseorang atas suatu hal.

Dalam konteks perpajakan, hak yang bisa diperoleh wajib pajak yang rutin melakukan pembayaran pajak bermacam-macam. Dikutip dari laman Dirjen Pajak, berikut hak yang bisa diperoleh.

  • Hak atas kelebihan pembayaran pajak
  • Hak kerahasiaan wajib pajak
  • Hak angsur atau penundaan pembayaran
  • Hak penundaan pelaporan SPT tahunan
  • Hak pengurangan PPh
  • Hak pengurangan PBB
  • Hak pembebasan pajak
  • Hak pengembalian pendahuluan kelebihan pembayaran
  • Hak untuk mendapatkan insentif
Selain hak di atas, wajib pajak juga harus mengetahui berbagai kewajibannya. Adapun pasal tentang kewajiban membayar pajak mengharuskan wajib pajak memenuhi hal berikut.

  • Wajib mendaftar NPWP
  • Pelaporan usaha
  • Pelaporan pajak
  • Pembayaran, pemotongan, dan pemungutan
  • Pelaporan informasi berdasarkan dokumen akurat

Apa Konsekuensi Jika Tidak Membayar Pajak?

Ada beberapa konsekuensi yang dijelaskan dalam Undang-Undang Ketentuan Umum Perpajakan (UU KUP) No. 28 Tahun 2007. Di antaranya berupa denda, bunga, kenaikan, dan pidana.

  • Denda: dihitung berdasarkan jenis pajak yang terlambat disetorkan.
  • Bunga: dihitung 2 persen/bulan mulai dari tanggal jatuh tempo.
  • Kenaikan: dihitung 50 persen seandainya wajib pajak melakukan pelanggaran tertentu.
  • Pidana: diterapkan khusus untuk pelanggaran berat, mulai dari 6 bulan hingga 6 tahun (Pasal 39 ayat 1 UU KUP).
Ingin mengetahui kabar terbaru mengenai perpajakan dan ketentuan-ketentuan lainnya? Tirto telah merangkum berbagai hal yang berhubungan dengan pajak. Pastikan untuk terus mengikuti informasi terbaru perihal pembayaran pajak di sini.

Kumpulan Informasi Tentang Pajak

Baca juga artikel terkait PAJAK atau tulisan lainnya dari Ega Krisnawati

tirto.id - Edusains
Kontributor: Ega Krisnawati
Penulis: Ega Krisnawati
Editor: Maria Ulfa
Penyelaras: Yuda Prinada