Menuju konten utama

Mengenal Pajak UMKM: Pengertian, Jenis Pajak dan Penjelasannya

Mengenai pajak UMKM, hanya Usaha Kecil dan Menengah (UKM) yang dikenakan pajak sedangkan usaha mikro tidak memiliki kewajiban untuk membayar pajak.

Mengenal Pajak UMKM: Pengertian, Jenis Pajak dan Penjelasannya
Wajib pajak melaporkan Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan Pajak 2019 secara online menggunakan gawai di Tangerang Selatan, Banten, Kamis (12/3/2020). ANTARA FOTO/Puspa Perwitasari/aww.

tirto.id - Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) adalah usaha perdagangan yang dikelola oleh badan usaha atau perorangan sesuai dengan kriteria yang ditetapkan oleh Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2008 Tentang Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah yang merujuk pada usaha ekonomi produktif.

Dilansir dari laman Online Pajak, berdasarkan Pasal 2 UU No. 36 tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan, setiap orang pribadi, orang pribadi yang memiliki warisan belum terbagi, badan dan bentuk usaha tetap merupakan objek pajak penghasilan.

Mengenai pajak UMKM, hanya Usaha Kecil dan Menengah (UKM) yang dikenakan pajak sedangkan usaha mikro tidak memiliki kewajiban untuk membayar pajak.

Pajak yang ditanggung oleh badan usaha merupakan target pajak dengan ketentuan jumlah omzet yang sudah diharuskan membayar pajak.

Terdapat dua jenis pajak yang menjadi kewajiban perpajakkan pengusaha UKM yakni pajak yang dibayarkan atau dilaporkan setiap bulannya dan pajak yang dibayarkan serta dilaporkan setiap tahun atau pajak tahunan.

Pajak UMKM/UKM

Pada saat Anda mendaftarkan perusahaan atau badan di Kantor Pelayanan Pajak (KPP) tempat usaha Anda berdomisili, maka akan mendapatkan Surat Keterangan Terdaftar (SKT).

Di SKT tersebut disebutkan pajak-pajak apa saja yang harus Anda bayarkan, tergantung pada jenis transaksi yang Anda lakukan dan jumlah omzet usaha dalam setahun.

Sekurangnya Anda perlu membayar pajak-pajak berikut:

  1. PPh Pasal 4 Ayat 2 atau PPh Final (jika ada sewa gedung/kantor, omzet penjualan, dll)
  2. PPh Pasal 21 (jika memiliki pegawai)
  3. PPh Pasal 23 (jika ada transaksi pembelian jasa)

Jenis Pajak UMKM

Jika seorang karyawan dikenakan PPh Pasal 21, maka pajak yang dikenakan kepada pengusaha atau perusahaan adalah PPh Final. Apa itu PPh Final? Istilah ini merupakan nama lain dari PPh Pasal 4 ayat 2.

Ada berbagai macam objek PPh Final, seperti untuk sewa bangunan, jasa konstruksi, pajak atas obligasi, pajak atas peredaran bruto (omzet) usaha.

Menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 46 Tahun 2013, PPh Final untuk pajak UMKM adalah pajak atas penghasilan dari usaha yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak yang memiliki peredaran bruto atau omzet di bawah Rp4,8 miliar dalam setahun.

Sebagai seorang wajib pajak PPh Final, pada tanggal 15 setiap bulannya, Anda harus membayar kewajiban perpajakan Anda tersebut ke kas negara.

Setelah membayarnya, Anda akan mendapatkan bukti bayar pajak atauNomor Transaksi Penerimaan Negara (NTPN).

Agar terhindar dari sanksi keterlambatan pembayaran pajak, tahap selanjutnya yang harus Anda lakukan adalah membayar pajak.

Sebagai pengusaha UKM, inilah kewajiban perpajakan yang dibayarkan perusahaan, yang terdiri dari dua jenis pajak yakni pajak bulanan yang dibayarkan ataupun dilaporkan setiap bulannya dan pajak yang dibayarkan serta dilaporkan setiap tahun atau pajak tahunan.

Pajak Bulanan

1. Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 21

UKM wajib memotong PPh 21 dari gaji, upah, honorarium, tunjangan dan pembayaran dengan nama serta dalam bentuk apapun yang masih terkait dengan pekerjaan, jasa, juga kegiatan yang dilakukan WP Dalam Negeri, pekerjanya tersebut.

Dalam ketentuan ini, jika UKM memiliki karyawan dengan jumlah pegawai termasuk dalam yang dikenakan pajak penghasilan.

Kemudian menyetorkan hasil pemotongan PPh 21 tersebut ke kas negara. Berikutnya perusahaan harus memberikan lembar bukti potong atau bukti pemotongan PPh 21 ke karyawan atau yang bersangkutan tersebut.

2. PPh Pasal 23

Untuk PPh Pasal 23 lebih ditujukan kepada kategori usaha menengah dengan ketentuan jika perusahaan melakukan transaksi berupa pembayaran dividen/pembagian keuntungan kepada pemegang saham yang berbentuk perusahaan dengan jumlah kepemilikan saham paling besar 25%.

Ketentuan lainnya selain yang dipotong PPh Pasal 21, PPh 23 berlaku ketika perusahaan melakukan pembayaran royalti, pembayaran bunga pinjaman selain pad bank, pembayaran hadiah juga penghargaan dan bonus

Kemudian jika perusahaan melakukan pembayaran sewa atas penggunaan harta, pembayaran imbalan sehubungan dengan jasa teknik, jasa manajemen, jasa konstruksi, jasa konsultan dan jasa lain yang diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 141/PMK.03/2015.

Jadi, perusahaan yang melakukan transaksi PPh 23 ini wajib memotong pajaknya dari WP Orang Pribadi maupun WP Badan Dalam Negeri.

3. PPh Pasal 26

Kewajiban pajak bagi UKM berikutnya adalah PPh Pasal 26 apabila melakukan transaksi dengan WP Luar Negeri.

Transaksi tersebut berupa pembayaran gaji, jasa, dividen, bunga, royalti, sewa, dan lainnya yang terdapat pada PPh Pasal 21 dan PPh Pasal 23.

Sehingga perusahaan memotong PPh 26 atas transaksi tersebut dari WP Luar Negeri, baik itu WP Orang Pribadi Asing maupun WP Badan Asing.

4. PPh Pasal 4 ayat (2)

Kewajiban PPh Pasal 4 ayat (2) adalah pajak penghasilan yang dikenakan atas transaksi persewaan atas tanah dan/atau bangunan, pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan, penghasilan atas usaha dari jasa konstruksi, dan dari dividen perusahaan yang dibayarkan pada orang pribadi.

Kewajiban ini final, jadi penghasilan yang telah dipotong itu tidak diperhitungkan lagi dalam SPT Tahunan PPh Badan.

5. PPh Final PP 23/2018

PPh Final PP 23/2018 sifatnya lebih kepada intensif bagi pelaku UKM, jhusunya WP Badan yang boleh memilih jenis tarif PPh Final PP 23/2018 karena lebih kecil dibanding tarif PPh Badan normal yang mencapai dobel digit.

Pengusaha UKM juga dikenakan PPh Final sesuai Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 23 Tahun 2018 tentang PPh atas penghasilan dari usaha yang diterima atau diperoleh WP yang memiliki peredaran bruto tertentu.

6. PPN

Bagi pengusaha UKM juga diwajibkan atas Pajak Pertambahan Nilai (PPN) ketika sudah dikukuhkan menjadi Pengusaha Kena Pajak (PKP).

Sehingga UKM yang telah menjadi PKP ini wajib menerbitkan Faktur Pajak dan dapat mengkreditkan Pajak Masukan yang lebih bayar sebagai pengurang pajak pada penyampaian SPT Tahunan.

Atau, dapat mengkreditkan PPN terutang lebih bayar untuk masa pajak berikutnya maupun melakukan restitusi atau pengembalian pajak lebih bayar.

Pajak Tahunan

Kewajiban pajak yang dilaporkan atau dibayarkan setiap tahunnya adalah PPh Badan dengan ketentuan UKM dengan kategori pengusaha dengan skala usaha menengah.

Untuk mengetahui besar hitungan PPh yang harus dibayarkan ke kas negara, UKM harus terlebih dahulu menghitung berapa PPh Terutangnya.

Guna mengetahui jumlah PPh Terutang, UKM harus mengetahui Dasar Pengenaan Pajak (DPP) pajak penghasilannya, dapat dilakukan dengan cara menghitung jumlah Penghasilan Kena Pajak, kemudian mengalikannya dengan tarif pajak progresif PPh Pasal 17 ayat (1) tersebut.

Namun, sebelum itu harus mengurangkan penghasilan bruto dengan Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) untuk penghitungan PPh WP Orang Pribadi (WP OP).

Besar PTKP tergantung dari statusnya apakah WP termasuk memiliki tanggungan atau tidak sesuai UU PPh No. 36/2008.

Besar PTKP ini bisa berubah-ubah disesuaikan dengan kondisi yang ada dan ditetapkan dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) sebagai aturan pelaksanaannya.

Baca juga artikel terkait PAJAK UMKM atau tulisan lainnya dari Versatile Holiday Lado

tirto.id - Hukum
Penulis: Versatile Holiday Lado
Editor: Versatile Holiday Lado & Maria Ulfa