Menuju konten utama

Contoh Kearifan Lokal Dalam Pengelolaan Lingkungan dan Fungsinya

Contoh kearifan lokal dalam pengelolaan lingkungan meliputi Subak, Panglima Laot, Sistem Sasi, dan Sistem Keramat Alami. Berikut penjelasan selengkapnya.

Contoh Kearifan Lokal Dalam Pengelolaan Lingkungan dan Fungsinya
Warga suku adat Kajang Ammatoa membawa makanan dari hasil bumi saat akan melakukan ritual 'Andingingi' di Kawasan Hutan Adat Kajang Ammatoa, Kabuapten Bulukumba, Sulawesi Selatan, Sabtu (4/11/2017). Adapun daerah-daerah di Indonesia memiliki contoh kearifan lokal dalam pengelolaan lingkungannya. ANTARA FOTO/Abriawan Abhe.

tirto.id - Contoh kearifan lokal dalam pengelolaan lingkungan mendeskripsikan suatu ide maupun tradisi daerah yang diterapkan untuk mengelola alam sekitar. Simak berbagai kearifan lokal dalam pelestarian lingkungan di dalam artikel ini.

Mengutip buku Pendidikan Toleransi Berbasis Kearifan Lokal (2020), kearifan lokal meliputi nilai-nilai dan norma-norma, kepercayaan ataupun tradisi mitos, ritual-ritual, adat, kesenian, karya sastra, simbol-simbol, dan peraturan.

Adapun contoh kearifan lingkungan merujuk kepada etika dan nilai dalam pengelolaan sumber daya alam serta lingkungan hidup. Masyarakat menerapkan kearifan lokal ini untuk memenuhi kebutuhan warga dari alam dengan cara yang tidak merusak.

4 Contoh Kearifan Lokal Dalam Pengelolaan Lingkungan dan Fungsinya

Menurut Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, kearifan lokal merupakan nilai-nilai luhur yang berlaku dalam tata kehidupan masyarakat untuk melindungi dan mengelola lingkungan hidup secara lestari.

Di Indonesia, masyarakat masih memegang teguh kearifan lokal lingkungan. 3 contoh kearifan lokal yang berhubungan dengan pelestarian lingkungan misalnya Subak (Bali), Sasi (Maluku Tengah), dan Lembaga Adat Panglima Laot (Aceh).

Selain itu, contoh kearifan lokal dalam pengelolaan lingkungan juga mencakup situs-situs keramat alami di berbagai daerah. Semua contoh ini menunjukkan kearifan lokal yang berguna untuk kelestarian lingkungan dan alam.

Berikut penjelasan dan contoh penerapan kearifan lokal pada pelestarian lingkungan hidup.

1. Subak di Bali

Masyarakat Bali memiliki sistem irigasi kuno Subak untuk mengairi sawah mereka. Adapun Subak adalah formasi berundak di sawah yang menjadi salah satu kunci budidaya padi di daerah dataran tinggi curam seperti lereng gunung.

Dalam sistem Subak, setiap petak sawah mengalir air yang di dalamnya secara alami sudah mengandung berbagai unsur hara yang diperlukan tanaman. Air mengalir dari satu petak sawah menuju ke petak berikutnya layaknya pola ritmis air yang dialirkan lewat lengan bambu.

Menukil penjelasan dalam laman Komisi Nasional Indonesia untuk UNESCO (KNIU), istilah "Subak" berasal dari Bahasa Bali, yaitu sistem dan kelembagaan sosial serta punya aturan-aturan dan ciri khasnya tersendiri.

Subak merujuk juga pada adanya asosiasi petani dalam menentukan penggunaan air irigasi untuk menanam padi yang dilakukan secara demokratis dan hierarkis. Hal ini sesuai dengan pembagian peran bagi masing-masing pemilih lahan sawah.

Banyak pakar pertanian dunia mengakui sistem Subak adalah prinsip pengelolaan irigasi unggul dan maju. Irigasi Subak (palemahan) memiliki fasilitas pokok berupa bendungan air (pengalapan), parit (jelinjing), serta sarana untuk memasukkan air ke dalam bidang sawah garapan (cakangan).

Kendati pada dasarnya merupakan sistem irigasi, Subak juga mengandung konsep-konsep kehidupan. Subak menjadi manifestasi langsung dari filosofi yang disebut Tri Hita Karana.

Kearifan lokal masyarakat Bali tersebut sudah diakui oleh UNESCO sebagai World Cultural Heritage. Sistem Subak bukan hanya sekadar situs alam berbentuk materi, melainkan juga filosofi luhur yang perlu dilindungi.

2. Lembaga Adat Panglima Laot di Simeulue, Aceh

Lembaga adat Panglima Laot memiliki tujuan untuk menjamin kepentingan masyarakat dalam mencari penghasilan di kawasan laut. Kemudian, demi melakukan kepentingan pelestarian lingkungan di laut dan kawasan pesisir.

Kelembagaan adat Panglima Laot di Simeulue, Aceh, menjadikan pengetahuan masyarakat agar sesuai dengan kehidupan nelayan dan masyarakat pesisir. Kearifan lokal lingkungan ini menjaga kelestarian dan kehidupan masyarakat di daerah tersebut.

3. Situs Keramat Alami (Sacred Natural Sites)

Situs Keramat Alami bisa menjadi sarana pelestarian lingkungan. Berbagai situs ini merupakan kawasan yang pemanfaatan sumber dayanya dibatasi oleh aturan lokal dan terpisah dari kehidupan sehari-hari.

Pembatasan area Situs Keramat Alami menjadikan situs tersebut memiliki ekosistem yang tumbuh secara alami di tengah-tengah lingkungan sekitar yang telah mengalami degradasi. Bentuk situs jenis ini bisa berupa hutan adat atau kawasan adat.

Contoh kearifan lokal dalam pengelolaan lingkungan berbentuk Situs Keramat Alami masih banyak ditemukan di Indonesia. Misalnya kawasan Badui Dalam, Tana Toa di kawasan tempat tinggal suku Kajang Ammatoa, dan lain sebagainya.

4. Sistem Sasi di Pulau Haruku, Maluku Tengah

Sistem Sasi merupakan larangan untuk memanen sumber daya alam tertentu demi melindungi kualitas dan populasinya. Adapun sistem di Maluku Tengah ini berlaku bagi tumbuhan maupun binatang.

Secara rinci, Sistem Sasi meliputi Sasi untuk laut, hutan, sungai, desa dan sumber daya lainnya. Konsep ini mengatur distribusi manfaat atau hasil dari sumber daya alam agar seimbang.

Sistem Sasi adalah inisiatif kolektif masyarakat Haruku yang dikendalikan melalui lembaga adat. Dengan begitu, sistem ini merupakan hasil kolaborasi lembaga setempat dan masyarakatnya.

Ingin melihat lebih lengkap contoh kearifan lokal dalam pengelolaan lingkungan lainnya? Tirto telah merangkum berbagai hal seputar kearifan lokal untuk kebutuhan belajar siswa. Simak terus informasi terbarunya di sini.

Kumpulan Materi Kearifan Lokal

Infografik SC Kearifan Lokal bagi Lingkungan

Infografik SC Kearifan Lokal bagi Lingkungan. tirto.id/Fuad

Baca juga artikel terkait KEARIFAN LOKAL atau tulisan lainnya dari Nika Halida Hashina

tirto.id - Edusains
Kontributor: Nika Halida Hashina
Penulis: Nika Halida Hashina
Editor: Addi M Idhom
Penyelaras: Yuda Prinada