tirto.id - Setidaknya ada tujuh contoh kearifan lokal di Jawa Tengah. Apa dan bagaimana tentang kearifan lokal yang ada di Jawa Tengah tersebut? Berikut ini ulasannya.
Kearifan lokal adalah identitas atau kepribadian budaya bangsa yang membentuk jati diri bangsa tersebut. Kearifan lokal juga merupakan wujud dari nilai budaya masyarakat lokal yang diwariskan dari generasi ke generasi.
Kearifan lokal juga dapat dipahami sebagai kemampuan beradaptasi, menata, menumbuhkan pengaruh alam, serta budaya lain yang menjadi medan penggerak transformasi. Kearifan lokal dijadikan pula sebagai motor penggerak dari penciptaan keanekaragaman budaya Indonesia yang luar biasa.
Contoh Kearifan Lokal Jawa Tengah
Setiap daerah di Indonesia memiliki budaya lokalnya masing-masing, tidak terkecuali Jawa tengah. Berikut ini beberapa contoh kearifan lokal Jawa Tengah.
1. Jumat Kliwonan
Contoh kearifan lokal Jawa Tengah yang pertama ialah Jumat Kliwonan. Menurut jurnal Sabda berjudul "Tradisi Jumat Kliwonan sebagai Kearifan Lokal Masyarakat Nelayan di Kabupaten Cilacap, Jawa Tengah" milik Bagus Wiranto (2018), Jumat Kliwonan merupakan hari istimewa yang ada pada sistem penanggalan Jawa. Dalam tradisi Jawa.
Jumat Kliwonan dikenal dengan konsep lukat dengan arti dihapuskan, dibatalkan, dilepaskan, dibersihkan, disucikan dari segala marabahaya sehingga memperoleh keselamatan.
Masyarakat nelayan Kabupaten Cilacap merupakan contoh kelompok masyarakat pesisir yang masih memegang teguh tradisi leluhur yang diwariskan, dan masih diwariskan hingga saat ini.
Dalam contoh kearifan lokal di Jawa Tengah ini juga terdapat beberapa ritual dan larangan yang harus dipatuhi oleh seluruh nelayan Kabupaten Cilacap. Aturan-aturan yang terbentuk secara bersamaan, dengan kesadaran yang tinggi ternyata berdampak terhadap kehidupan dan pola hidup nelayan Kabupaten Cilacap.
Hari Jumat Kliwon tidak diartikan sebagai hari untuk berhenti dari segala kegiatan secara keseluruhan, tetapi mengganti kegiatan utama dengan kegiatan tambahan yang bernilai sosial dan religi yang pada dasarnya tidak bisa dinilai dengan materi semata.
Dari tradisi Jumat Kliwonan ini masyarakat nelayan pada khususnya dan masyarakat luas pada umumnya didorong untuk dapat lebih mengingat Sang Maha Pencipta yang mengatur seluruh alam, dan isinya dan dapat mengambil hikmah bahwa tidak selamanya manusia mengejar duniawi semata. Tetapi, juga harus memperhatikan kehidupan setelahnya.
2. Sambatan
Adapun contoh kearifan lokal di Jawa Tengah berikutnya ialah sambatan. Sambatan adalah tradisi gotong royong yang hingga kini masih lestari di pedesaan Jawa Tengah.
Kearifan lokal Jawa Tengah ini mencerminkan sikap saling tolong-menolong yang kuat di kalangan masyarakat desa. Praktiknya, terlihat saat warga membangun atau memperbaiki rumah bersama-sama.
Berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia, sambatan berarti tolong-menolong atau menolong sesama. Contoh kearifan lokal ini menjadi wujud nyata kepedulian warga desa untuk mempererat tali persaudaraan melalui kerja sama.
3. Tradisi Sadranan
Dilansir dari laman resmi Institut Agama Islam Negeri Surakarta, masyarakat Jawa Tengah juga menyebut tradisi sadranan sebagai ruwuhan. Tradisi kearifan lokal Jawa Tengah ini dilakukan pada bulan Sya’ban.
Bulan Sya’ban dirayakan tiap menjelang Ramadhan. Masyarakat akan mengirim doa kepada para leluhur yang telah meninggal agar dosa-dosanya diampuni, diterima amal baiknya, dan mendapat di sisi-Nya.
Dengan begitu, tradisi sadranan merupakan simbol hubungan dengan para leluhur, sesama, dan sang Maha Kuasa. Dalam tradisi sadranan, terdapat percampuran dari budaya lokal dan nilai-nilai Islam.
Sadranan merupakan tradisi Hindu-Budha yang tumbuh dan berkembang semenjak sekitar abad 15. Kemudian, dalam perjalanannya sadranan mengalami akulturasi dengan budaya Islam.
Perubahan tersebut terlihat dari tradisi sadranan yang dahulu identik dengan dengan pemujaan roh, lalu diluruskan penataan tujuannya menjadi kepada yang Maha Esa oleh para ulama wali songo.
Tradisi kearifan lokal yang ada di Jawa Tengah ini dimulai dengan ritual membersihkan makam-makam leluhur, selamatan (kenduri), membuat kue apem, kolak, dan ketan. Kemudian, ketiga makanan tersebut dijadikan adonan.
Lalu, adonan itu dimasukkan ke dalam takir. Takir adalah tempat makanan yang terbuat dari daun pisang, di sebelah kanan dan kirinya akan ditusuk lidi.
Kue-kue tersebut akan dibagikan kepada sanak saudara, dan menjadi ubarampe atau pelengkap kenduri.
Kenduri diawali dengan melantunkan ayat-ayat suci Al Qur’an. Dianjurkan dengan, shalawat. Setelah itu, masyarakat secara bersama-sama akan membaca tahlil untuk para leluhur, dan ahli kubur.
Pembacaan tahlil biasanya dipimpin oleh ulama desa. Pada kearifan lokal tradisi sadranan, terdapat nilai-nilai sosial yang diwariskan. Nilai-nilai tersebut yakni, gotong-royong, guyub, pengorbanan, dan ekonomi.
4. Upacara Tingkeban
Menurut bacaan dari laman resmi Perpustakaan Provinsi Dinas Kearsipan dan Perpustakaan Provinsi Jawa Tengah, kearifan lokal Jawa Tengah upacara tingkeban disebut juga dengan mitoni.
Mitoni berasal dari kata pitu yang artinya tujuh. Maka itu, upacara mitoni diselenggarakan setiap kandungan seorang ibu sudah berusia tujuh bulan.
Upacara ini memiliki makna bahwa pendidikan seorang anak tidak hanya dimulai saat anak sudah beranjak dewasa, tetapi juga saat anak masih ada di dalam kandungan ibu pada usia ke-7 bulan.
Pendidikan tersebut yaitu, agar seorang ibu dapat menjaga kandungannya dengan melakukan hal-hal baik, dan menjauhi hal-hal buruk.
Contoh kearifan lokal di Jawa Tengah ini dijalankan dengan, memandikan air kembang kepada sang ibu disertai dengan doa-doa sakral.
Doa tersebut bertujuan agar bayi yang ada di dalam kandungan sang ibu dapat lahir dengan selamat.
Biasanya siraman dilakukan oleh para sesepuh atau orang yang dituakan. Jumlah sesepuhnya ada tujuh orang.
5. Upacara Tedak Siten
Upacara Tedak Siten, juga dikenal dengan upacara turun tanah. Kearifan lokal Jawa Tengah ini dilakukan sebagai bentuk rasa syukur dari orang tua terhadap kelahiran anaknya.
Upacara ini diselenggarakan saat anak berusia 7 x 35 hari. Upacara ini ingin memperkenalkan anak untuk pertama kalinya turun ke bumi.
Biasanya upacara Tedak Siten dilangsungkan pada pagi hari, sesuai hari dan tanggal kelahiran anak.
Beberapa perlengkapan selama berjalannya upacara ini adalah, nasi tumpeng lengkap dengan sayur mayurnya, jenang boro-boro, dan beras kuning.
Tidak hanya makanan, dalam upacara tersebut juga dilengkapi dengan barang-barang yang bermanfaat. Barang-barang tersebut seperti, buku, alat tulis, dan sebagainya.
6. Mubeng Benteng
Tradisi Malam Satu Suro masih dilestarikan di pulau Jawa. Salah satu bentuk pelestariannya adalah dengan tradisi mubeng benteng.
Tradisi mubeng beteng (mengelilingi benteng) alias keraton di Yogyakarta merupakan simbol dari refleksi dan introspeksi diri. Tradisi ini juga dilakukan di Keraton Surakarta Hadiningrat, Solo.
Ketika mengelilingi keraton, para peserta tidak boleh mengeluarkan suara. Selain itu, peserta juga tidak boleh makan dan minum. Kegiatan kearifan lokal Jawa Tengah mubeng beteng ini terbuka untuk umum, jadi siapa saja bisa ikut.
7. Wetonan
Contoh kearifan lokal yang ada di Jawa Tengah lainnya ialah wetonan. Wetonan merupakan upacara yang dilakukan untuk memperingati hari kelahiran seseorang.
Kearifan lokal Jawa Tengah ini biasanya dilaksanakan oleh umat Islam di daerah tersebut.
Wetonan menjadi wujud rasa syukur kepada Tuhan atas anugerah kelahiran. Selain itu, contoh kearifan lokal di Jawa Tengah ini juga dimanfaatkan untuk meramalkan sifat, karakter, dan nasib seseorang berdasarkan hari kelahirannya.
Penulis: Ega Krisnawati
Editor: Yandri Daniel Damaledo
Penyelaras: Ibnu Azis