Menuju konten utama

Arti Makar dan Contohnya: Apakah Demonstrasi Termasuk Makar?

Demonstrasi kerap dikaitkan dengan aksi makar. Simak penjelasan definisi makar, dasar hukum, perbedaan dengan demonstrasi, dan contoh kasusnya di Indonesia.

Arti Makar dan Contohnya: Apakah Demonstrasi Termasuk Makar?
Ilustrasi Demonstrasi. foto/istockphoto

tirto.id - Gelombang demonstrasi tengah terjadi di sejumlah kota di Indonesia. Aksi massa ini menimbulkan beragam pendapat, termasuk pertanyaan apakah demonstrasi tersebut masuk kategori makar.

Kondisi Indonesia yang memanas berawal dari kabar naiknya gaji dan tunjangan anggota DPR RI di tengah perekonomian yang sulit. Hal ini sontak membuat publik marah hingga aksi demo pun mulai muncul di berbagai wilayah.

Kemarahan publik semakin tak terkendali ketika seorang driver ojek online, Affan Kurniawan, meninggal dunia akibat ditabrak oleh rantis Brimob pada Kamis (28/08) lalu. Ironisnya, demonstrasi justru berakhir ricuh, bahkan disertai aksi anarkis seperti pembakaran dan penjarahan.

Hingga Minggu (31/8), kondisi di sejumlah kota masih belum kondusif. Di sisi lain, demonstrasi besar-besaran ini dikaitkan dengan aksi makar. Lalu, apa itu makar? Benarkah demonstrasi yang akhir-akhir ini terjadi di Indonesia termasuk dalam tindakan makar?

Pengertian Makar dalam Hukum

Ilustrasi demonstrasi SBKA

Ilustrasi Makar. tirto.id/Fuad

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), makar memiliki beberapa arti. Dalam konteks politik, makar adalah perbuatan (usaha) menjatuhkan pemerintah yang sah.

Secara umum, makar bisa didefinisikan sebagai perbuatan yang dilakukan untuk menggulingkan kekuasaan, kepala negara, atau sistem pemerintahan yang sah di suatu negara.

Tindakan makar dan hukumannya diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). Meskipun definisi makar tidak dicantumkan secara eksplisit dalam KUHP, perbuatan makar bisa disimpulkan melalui beberapa pasalnya.

Dalam Pasal 87 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) disebutkan:

“Dikatakan ada makar untuk melakukan suatu perbuatan, apabila niat untuk itu telah ternyata dari adanya permulaan pelaksanaan, seperti dimaksud dalam pasal 53."

Sementara itu, Pasal 53 ayat 1 KUHP berbunyi:

“Mencoba melakukan kejahatan dipidana, jika niat untuk itu telah ternyata dari adanya permulaan pelaksanaan, dan tidak selesainya pelaksanaan itu, bukan semata-mata disebabkan karena kehendaknya sendiri.”

Berdasarkan kedua pasal KUHP tersebut, makar dapat disimpulkan sebagai suatu niat untuk melakukan kejahatan terhadap keamanan negara yang sudah diwujudkan dengan adanya permulaan pelaksanaan perbuatan tersebut.

Sementara jika ditelisik lebih jauh menurut Pasal 104, 106, 107, hingga 110 KUHP, maka makar mencakup tindakan seperti membunuh Presiden atau Wakil Presiden, termasuk merampas kemerdekaan atau membuat mereka tidak cakap lagi memerintah negara.

Makar juga mencakup tindakan menggulingkan pemerintah, pemberontakan dengan senjata, hingga permufakatan jahat untuk melakukan aksi makar.

Dasar Hukum Makar

Ilustrasi demonstrasi
Ilustrasi Makar. FOTO/iStockphoto

Makar termasuk dalam tindak pidana yang ancaman hukumannya pun telah diatur dalam KUHP. Ancaman hukuman makar tercantum dalam Pasal 104, 106, 107, 108, hingga 110 yang bunyinya sebagai berikut:

Pasal 104 KUHP

Makar dengan maksud untuk membunuh, atau merampas kemerdekaan, atau meniadakan kemampuan Presiden atau Wakil Presiden memerintah, diancam dengan pidana mati atau pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara sementara paling lama dua puluh tahun.

Pasal 106 KUHP

Makar dengan maksud supaya seluruh atau sebagian dari wilayah negara, diancam dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara sementara paling lama dua puluh tahun.

Pasal 107 KUHP

(1) Makar dengan maksud untuk menggulingkan pemerintah, diancam dengan pidana penjara paling lama lima belas tahun.

(2) Para pemimpin dan pengatur makar tersebut dalam ayat (1), diancam dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara sementara paling lama dua puluh tahun.

Pasal 108 KUHP

(1) Barang siapa bersalah karena pemberontakan, diancam dengan pidana penjara paling lama lima belas tahun:

a. Orang yang melawan pemerintah Indonesia dengan senjata;

b. Orang yang dengan maksud melawan Pemerintah Indonesia menyerbu bersama-sama atau menggabungkan diri pada gerombolan yang melawan Pemerintah dengan senjata.

(2) Para pemimpin dan para pengatur pemberontakan diancam dengan penjara seumur hidup atau pidana penjara sementara paling lama dua puluh tahun.

Pasal 110 KUHP

(1) Permufakatan jahat untuk melakukan kejahatan menurut pasal 104, 106, 107, dan 108 diancam berdasarkan ancaman pidana dalam pasal-pasal tersebut.

(2) Pidana yang sama diterapkan terhadap orang-orang yang dengan maksud berdasarkan pasal 104, 106, dan 108, mempersiapkan atau memperlancar kejahatan:

a. Berusaha menggerakkan orang lain untuk melakukan, menyuruh melakukan atau turut serta melakukan agar memberi bantuan pada waktu melakukan atau memberi kesempatan, sarana atau keterangan untuk melakukan kejahatan;

b. Berusaha memperoleh kesempatan, sarana atau keterangan untuk melakukan kejahatan bagi diri sendiri atau orang lain;

c. Memiliki persediaan barang-barang yang diketahuinya berguna untuk melakukan kejahatan;

d. Mempersiapkan atau memiliki rencana untuk melaksanakan kejahatan yang bertujuan untuk memberitahukan kepada orang lain;

e. Berusaha mencegah, merintangi atau menggagalkan tindakan yang diadakan pemerintah untuk mencegah atau menindas pelaksanaan kejahatan.

(3) Barang-barang sebagaimana dimaksud dalam butir 3 ayat sebelumnya, dapat dirampas.

(4) Tidak dipidana barang siapa yang ternyata bermaksud hanya mempersiapkan atau memperlancar perubahan ketatanegaraan dalam artian umum.

(5) Jika dalam salah satu hal seperti yang dimaksud dalam ayat 1 dan 2 pasal ini, kejahatan sungguh terjadi, pidananya dapat dilipatkan dua kali.

Ilustrasi demo

Ilustrasi demo. foto/istockphoto

Dari pasal-pasal tersebut, diketahui bahwa KUHP membagi ancaman hukuman makar ke dalam beberapa jenis, tergantung pada objek atau sasaran makar. Ancaman hukuman bisa berupa penjara 15-20 tahun, penjara seumur hidup, hingga hukuman mati.

Semakin tinggi tingkat ancaman terhadap negara, semakin berat pula hukuman yang dijatuhkan. Pasal 104 KUHP misalnya, pasal ini mengatur hukuman terberat bagi pelaku makar, yaitu pidana mati, penjara seumur hidup, atau pidana penjara sementara paling lama 20 tahun.

Hukuman berat ini diberlakukan karena perbuatan makar terhadap Kepala Negara dan Wakil Kepala Negara dianggap sebagai serangan langsung terhadap simbol kedaulatan negara.

Ancaman hukuman yang setara juga berlaku untuk makar yang bertujuan memisahkan sebagian wilayah negara yang diatur dalam Pasal 106 KUHP. Ini menunjukkan bahwa integritas wilayah negara adalah salah satu hal yang dilindungi secara ketat oleh hukum pidana.

Sementara itu, ancaman hukuman untuk makar yang bertujuan menggulingkan pemerintahan yang sah, sebagaimana diatur dalam Pasal 107 KUHP, sedikit berbeda. Pelaku makar secara umum diancam dengan pidana penjara paling lama 15 tahun.

Namun, bagi para pemimpin dan pengatur makar, hukuman yang dijatuhkan lebih berat, yaitu pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara sementara paling lama 20 tahun.

Pembedaan ini menunjukkan bahwa hukum memandang para pemimpin makar sebagai pihak yang paling bertanggung jawab dan memiliki niat paling jahat dalam mengganggu stabilitas negara.

Pasal 108 dan seterusnya dalam KUHP juga mengatur hukuman untuk perbuatan lain yang terkait dengan makar, seperti permufakatan jahat.

Pasal 110 KUHP secara tegas menyatakan bahwa permufakatan jahat untuk melakukan kejahatan makar seperti yang diatur dalam pasal-pasal sebelumnya, juga diancam dengan hukuman yang setara dengan ancaman pidana dari makar itu sendiri.

Hal ini menegaskan bahwa dalam delik makar, niat dan perencanaan sudah cukup untuk dapat dihukum, tanpa harus menunggu perbuatan tersebut terlaksana sepenuhnya. Ini menjadikan makar sebagai kejahatan yang sangat serius dan berbahaya bagi keamanan negara.

Apakah Demonstrasi Termasuk Makar?

1 REFORMASI DIKORUPSI, MAHASISWA BENTROK DENGAN APARAT

Ilustrasi Demonstrasi. tirto.id/Andrey Gromico

Demonstrasi sudah sering terjadi di Indonesia, baik dilakukan oleh mahasiswa maupun elemen masyarakat lainnya. Namun, apakah demonstrasi ini bisa dikategorikan sebagai makar?

Jawabannya adalah tidak selalu, karena memang tidak semua demonstrasi bertujuan makar atau menggulingkan pemerintah. Demonstrasi pada dasarnya adalah bentuk penyampaian pendapat di muka umum yang dijamin oleh konstitusi dan undang-undang di Indonesia.

Setidaknya ada dua dasar hukum utama yang menjadi landasan terkait hak demonstrasi, yaitu Pasal 28 Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 dan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1998 tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat di Muka Umum.

Pasal 28 UUD 1945 berbunyi:

"Kemerdekaan berserikat dan berkumpul, mengeluarkan pikiran dengan lisan dan tulisan dan sebagainya ditetapkan dengan undang-undang."

Pasal tersebut menegaskan bahwa setiap warga negara memiliki kebebasan untuk berorganisasi, berkumpul, dan menyampaikan pendapat mereka. Ini adalah pilar penting dalam negara demokratis sehingga aspirasi rakyat dapat disuarakan secara terbuka dan damai.

Sementara itu, UU Nomor 9 Tahun 1998 hadir untuk menjabarkan lebih lanjut dan memberikan batasan yang jelas mengenai pelaksanaan hak ini. Undang-undang ini mengatur tentang tata cara, hak, dan kewajiban saat menyampaikan pendapat di muka umum, termasuk unjuk rasa atau demonstrasi.

Aturan ini mensyaratkan pemberitahuan kepada pihak kepolisian, etika dalam berdemonstrasi, serta larangan untuk mengganggu hak orang lain. Tujuannya adalah untuk memastikan bahwa demonstrasi dapat berjalan tertib dan tidak menimbulkan kerugian bagi masyarakat umum.

Dari sini dapat disimpulkan bahwa demonstrasi dan makar adalah dua hal yang berbeda. Demonstrasi adalah alat untuk menyampaikan kritik atau aspirasi di dalam koridor hukum yang berlaku di Indonesia.

Akan tetapi, aksi demonstrasi bisa dianggap sebagai tindakan makar apabila gerakan tersebut disertai dengan niat serta upaya nyata untuk menggulingkan pemerintah yang sah, termasuk menggunakan kekerasan, merusak fasilitas negara, hingga menghasut separatisme.

Contoh Kasus Makar di Indonesia

Ilustrasi Siluet demonstrasi

Ilustrasi Makar. tirto.id/iStockphoto

Sejarah Indonesia mencatat beberapa peristiwa yang dikategorikan sebagai tindakan makar, baik dalam bentuk upaya kudeta maupun pemberontakan bersenjata, berikut beberapa contohnya:

1. Kasus Daniel Maukar

Kasus ini adalah salah satu kasus makar paling dikenal di Indonesia. Daniel Maukar, seorang pilot Angkatan Udara Republik Indonesia (AURI), menerbangkan pesawat tempur MiG-17 dan menembaki Istana Negara pada 9 Maret 1960.

Meskipun serangan itu tidak melukai Presiden Soekarno, perbuatannya dianggap sebagai makar dengan maksud merampas nyawa Presiden seperti yang diatur dalam Pasal 104 KUHP.

2. G30S PKI

Gerakan 30 September (G30S) yang terjadi pada tahun 1965 merupakan salah satu peristiwa paling kelam dalam sejarah Indonesia. Gerakan ini melakukan penculikan dan pembunuhan terhadap sejumlah jenderal Angkatan Darat.

Aksi ini pun dianggap oleh pemerintah Orde Baru sebagai upaya makar untuk merebut kekuasaan dan menggulingkan pemerintahan kala itu. G30S PKI pun melibatkan pemberontakan bersenjata untuk mengubah ideologi dan sistem pemerintahan negara.

3. Kasus Makar Papua (OPM)

Organisasi Papua Merdeka (OPM) merupakan gerakan separatis di Papua yang bertujuan untuk memisahkan wilayah Papua dari Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) demi mendirikan negara sendiri.

OPM dianggap sebagai kelompok makar karena aktivitas mereka secara langsung menentang kedaulatan dan integritas wilayah negara, sesuai dengan Pasal 106 KUHP.

Aksi-aksi yang dilakukan oleh OPM, seperti pengibaran bendera Bintang Kejora, serangan bersenjata terhadap aparat keamanan, dan propaganda untuk memisahkan diri, dianggap sebagai perwujudan dari niat makar.

4. Kasus Makar Sri Bintang Pamungkas

Sri Bintang Pamungkas adalah seorang politikus dan aktivis yang sempat dijerat dengan pasal makar. Sekitar tahun 2016, ia ditangkap bersama beberapa tokoh lain menjelang aksi demonstrasi besar-besaran (Aksi 212).

Sri Bintang dituduh berencana memanfaatkan aksi massa untuk menggulingkan pemerintahan saat itu. Ia dianggap telah melakukan permufakatan jahat untuk makar dengan seruan-seruannya yang menentang kepemimpinan Presiden Joko Widodo.

5. Kasus Dugaan Makar Eggi Sudjana

Eggi Sudjana, seorang politikus sekaligus pengacara, juga pernah menjadi tersangka kasus dugaan makar pada tahun 2019. Penangkapan ini terjadi setelah ia mengeluarkan seruan "people power" untuk menolak hasil pemilihan presiden dan wakil presiden saat itu.

Seruan tersebut dipandang sebagai penghasutan yang mengarah ke tindakan makar. Selain Eggi, ada beberapa tokoh lain yang terjerat kasus serupa, seperti aktivis Lieus Sungkharisma dan mantan Kepala Staf Komando Cadangan Strategis Angkatan Darat Mayjen TNI (Purn) Kivlan Zen.

Demikian penjelasan terkait makar, dasar hukum, dan contoh kasus makar yang terjadi di Indonesia. Dari uraian tersebut dapat dipahami bahwa makar merupakan tindak pidana serius yang berbeda dengan kebebasan berpendapat atau aksi demonstrasi damai.

Sebagai warga negara Indonesia, kita juga perlu memahami pentingnya menjaga keseimbangan antara hak demokratis warga dan kewajiban untuk tetap menghormati konstitusi serta keutuhan bangsa.

Ikuti terus berita terkini terkait aksi demonstrasi yang terjadi di Indonesia melalui tautan di bawah ini:

Berita Demonstrasi Terkini di Idnonesia

Baca juga artikel terkait MAKAR atau tulisan lainnya dari Erika Erilia

tirto.id - Edusains
Kontributor: Erika Erilia
Penulis: Erika Erilia
Editor: Erika Erilia & Yulaika Ramadhani