tirto.id - “Menurut Bapak, Cina-cina ini harus diapain?”
“Harus diusir! Di zaman Belanda, mereka jadi kelas dua, setelah penjajahan Belanda, mereka tetap merasa lebih tinggi dari kita.”
“Kalau Cina yang sudah masuk Islam gimana, Pak?”
“Itu hanya pura-pura, Jokowi kan pura-pura juga itu.”
Percakapan itu terjadi di Gedoeng Joeang, Jakarta, 24 Februari lalu antara seorang moderator dan Sri Bintang Pamungkas. Dua pertanyaan itu diajukan sang moderator setelah Sri Bintang bicara sekitar sepuluh menit dalam sebuah panel diskusi bertajuk "Indonesia Dicaplok Cina?". Hizbut Tahrir Indonesia menjadi penyelenggara diskusi.
Selaras dengan tema diskusi, pemaparan yang disampaikan Sri Bintang secara garis besar adalah tentang betapa Cina akan merebut Indonesia. Cina akan menguasai ekonomi melalui industri, lalu Cina akan menguasai wilayah Indonesia.
Sebelum Sri Bintang, ada Guru Besar Ilmu Politik Universitas Indonesia, Nazaruddin Sjamsuddin, yang lebih dulu berbicara. Nazaruddin bilang, orang-orang pribumi Jakarta itu dibikin tidak betah.
“Saya heran Pak Nazaruddin Sjamsuddin, masih mengatakan dengan halus bahwa orang-orang pribumi Jakarta itu dibikin tidak betah. Bukan begitu bahasanya, Pak. Kita itu mau digusur sama Cina. Kita itu mau digusur, pribumi dan Islam itu mau digusur,” ujar Sri Bintang mengawali pemaparannya.
Katanya, Cina mau menggusur pribumi dan Islam sejak tahun 1200-an. Katanya, semua yang terjadi dengan politik dan ekonomi Indonesia saat ini adalah rekayasa Cina. Katanya, Cina ingin membuat Indonesia seperti Singapura. Katanya, target penguasaan Cina saat ini adalah Jawa Barat, karena Sunda adalah suku terbesar kedua setelah Jawa. Katanya, yang dilakukan Cina saat ini persis seperti yang dilakukan Israel terhadap Palestina.
“Ini memang bahaya besar, dan kita harus merdeka. Memerdekakan Indonesia dari mereka [Cina], agar tidak seperti Palestina.” Dua kalimat itu menutup pemaparan Sri Bintang pada diskusi itu.
***
Sri Bintang Pamungkas dikenal sebagai tokoh pergerakan, reformis, politikus, aktivis, dan juga orator hebat di masa penggulingan Soeharto. Di rezim Soeharto, dia pernah ditahan dengan tuduhan makar.
Dia dianggap subversif dan melanggar Undang-undang Anti Subversif dengan membentuk Partai Uni Demokrasi Indonesia (PUDI) pada Mei 1996. Partai itu didirikan oleh Sri Bintang sebagai bentuk perlawanan kepada pemerintah. Soeharto tak terima. Sri Bintang mendekam di penjara selama satu tahun 20 hari terhitung sejak Mei 1997. Saat itu usianya 51 tahun.
Sebelumnya, Bintang memang sudah bersikap kritis kepada Soeharto saat masih menjadi anggota DPR-RI dari Partai Persatuan Pembangunan. Ia berani berkata dengan lugas. Di zaman ketika parlemen benar-benar hanya menjadi palu yang mengetuk keputusan Soeharto, polah Bintang tentu dianggap subversif. Ia pun dipecat dari anggota DPR-RI, di-recall kalau memakai istilah pada zaman itu. PPP me-recall Bintang pada 27 Februari 1995.
Ada nama lain yang juga di-recall dari posisinya di DPR-RI. Namanya Bambang Warih dari Golongan Karya. Di DPR-RI ia duduk di fraksi Karya Pembangunan, fraksi yang menjadi perwujudan formil dari kekuasaan Orde Baru. Bambang Warih juga di-recall karena alasan yang sama: terlalu kritis kepada pemerintah Orde Baru.
Nama Sri Bintang semakin terkenal saat dituduh menjadi dalang demonstrasi anti-Soeharto di Jerman beberapa bulan setelah peristiwa di-recall. Saat Soeharto memang sedang berkunjung di Jerman dan kedatangannya disambut aksi demontrasi dari berbagai kalangan, termasuk kaum eksil di Eropa. Bintang dikabarkan memang ada dalam kerumunan massa.
Pasal yang disangkakan kepada Bintang adalah Pasal 104 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) tentang tindakan penyerangan (makar) terhadap Presiden. Selain ini, pasal pelapisnya ada Pasal 134 tentang penghinaan terhadap martabat Presiden, atau Pasal 137 tentang penghinaan dengan tulisan dan lukisan.
Sri Bintang lahir di Tulungagung, Jawa Timur, 25 Juni 1945. Ayahnya seorang hakim. Sri Bintang menempuh pendidikan Master of Science in Industrial System Engineering di Universitas Southern Carolina pada 1979. Lima tahun kemudian, dia mengikuti program doktor di Iowa State University.
***
Jumat pagi, 2 Desember 2016, Sri Bintang duduk di teras rumahnya di Cibubur dengan baju koko putih dan sarung hijau. Sikapnya dan nada bicaranya tenang, raut wajahnya juga santai.
Enam orang anggota brimob ada di hadapannya, bersikap sama tenangnya dengan Sri Bintang. Sebagian memakai seragam, sebagian berpakaian bebas. Satu orang duduk, lima lainnya berdiri.
“Jadi, saya yakinkan kepada Anda, saya akan ikut. Tetapi jamnya menjelang salat. Anda tunggu aja saya,” kata Sri Bintang kepada petugas kepolisian itu.
“Kami tunggu, Pak,” jawab seorang petugas.
17 tahun setelah dibebaskan dari tuduhan makar di era Soeharto, Sri Bintang kembali ditahan dengan tuduhan yang sama.
Penulis: Wan Ulfa Nur Zuhra
Editor: Zen RS