tirto.id - Mabit di Muzdalifah merupakan rangkaian dari wajib haji. Jemaah seyogianya melakukannya wajib haji ini karena ada kewajiban membayar dam semisal meninggalkan.
Lantas, bagaimana hukum mabit di Muzdalifah menurut 4 mazhab? Jamaah haji yang tidak mabit di Muzdalifah wajib membayar dam dengan cara apa?
Dalam rencana perjalanan haji, jemaah diharuskan untuk mengikuti puncak ibadah, yaitu wukuf di Padang Arafah. Setelah menjalankan salah satu rukun haji tersebut, mereka melakukan mabit atau bermalam di Muzdalifah.
Apa Itu Mabit di Muzdalifah?
Menurut bahasa, mabit artinya bermalam. Dalam pelaksanaan ibadah haji, mabit adalah bermalam di Muzdalifah dan Mina.
Muzdalifah adalah tempat jemaah haji bermalam setelah menunaikan wukuf di Padang Arafah. Para jemaah haji akan berkumpul dan beristirahat guna mempersiapkan diri melempar jamrah Aqabah keesokan harinya di Mina.
Apa yang Dilakukan saat Mabit di Muzdalifah?
Muzdalifah dikenal sebagai al-masy'ar al-haram, tempat-tempat yang disyariatkan Allah SWT untuk mengerjakan ibadah haji. Nabi Muhammad SAW pernah bermalam di Muzdalifah serta terus berzikir kepada Allah Swt.Oleh sebab itu, jemaah haji dianjurkan untuk memperbanyak talbiyah, zikir, istigfar, berdoa hingga membaca Al-Qur'an di Muzdalifah. Allah SWT berfirman dalam Surah Al-Baqarah ayat 198 sebagai berikut:
"Bukanlah suatu dosa bagimu mencari karunia dari Tuhanmu [pada musim haji]. Apabila kamu bertolak dari Arafah, berzikirlah kepada Allah di Masyarilharam. Berzikirlah kepada-Nya karena Dia telah memberi petunjuk kepadamu meskipun sebelumnya kamu benar-benar termasuk orang-orang yang sesat," (QS. Al-Baqarah [2]: 198).
Mabit di Muzdalifah dilakukan minimal hingga lewat tengah malam. Setelah itu, jemaah secara bergantian akan diangkut menggunakan bus menuju Mina.
Selama mabit di Muzdalifah, jemaah haji juga disunahkan untuk mengambil tujuh butir kerikil meskipun maktab telah menyiapkan kantong-kantong kerikil untuk melempar jamrah. Berikut ini doa pada batas akhir Muzdalifah sebelum masuk Mina:
اللهم بِحَقِّ الْمَشْعَرِ الْحَرَامِ وَالْبَيْتِ الْحَرَامِ وَالشَّهْرَ الْحَرَامِ وَالْرُكْنِ وَالْمَقَامِ أَبْلِغْ رُوْحَ مُحَمَّدٍ مِنَّا التَّحِيَّةَ وَالسَّلَامَ وَأَدْخِلْنَا دَارَ السَّلَامِ يَا ذَا الْجَلَالِ وَالْإِكْرَامِ.
Artinya:
"Ya Allah demi hak Masy'aril-Haram dan Baitil-Haram demi Bulan Haram dan Rukun Ka'bah serta demi Maqam Ibrahim, sampaikan salam dan penghormatan dari kami kepada roh Nabi Muhammad SAW dan masukkan kami ke dalam rumah kedamaian wahai Tuhan Yang Empunya keagungan dan kemuliaan."
Hukum Mabit di Muzdalifah
Menurut sebagian besar ulama, mabit di Muzdalifah adalah wajib (termasuk wajib haji). Jika setelah pelaksanaan wukuf, jamaah haji tidak bermalam di Muzdalifah maka dikenai dam, terlebih mereka yang beruzur syar'i.
Di sisi lain, mabit di Mina menurut Imam Malik, Imam Syafi'i, Imam Ahmad, dan Ibnu Hanbal, hukumnya adalah wajib (termasuk wajib haji). Jemaah tanpa uzur syar'i yang meninggalkan mabit di Mina akan dikenai dam.
Meskipun demikian, Imam Abu Hanifah dan pendapat baru Imam Syafi'i menghukumi mabit di Mina sunah. Oleh sebab itu, jemaah yang tidak bermalam di Mina tidak berkewajiban membayar dam.
Mabit di Muzdalifah Tanggal Berapa?
Setelah matahari terbenam pada 9 Zulhijah, jemaah haji akan bergerak meninggalkan Arafah menuju Muzdalifah untuk beristirahat dan bermalam. Saban tahun, mabit di Muzdalifah untuk jemaah haji akan berlangsung pada malam 10 Zulhijah.
Dari Arafah ke Muzdalifah, jemaah haji akan diangkut menggunakan bus atau shuttle secara bergilir. Selama perjalanan menuju Muzdalifah, jemaah haji dianjurkan terus berzikir membaca talbiyah dan berdoa.
1. Bacaan Talbiyah
لَبَّيْكَ اللَّهُمَّ لَبَّيْكَ، لاَ شَرِيْكَ لَكَ لَبَّيْكَ، إِنَّ الْحَمْدَ وَالنِّعْمَةَ لَكَ وَالْمُلْكَ لاَ شَرِيْكَ لَكَArab Latin:
Labbaika allahumma labbaik, Labbaika laa syariika laka labbaik. Innal hamda wan ni’mata laka wal mulk. Laa syariikalak.
Artinya:
“Aku datang memenuhi panggilan-Mu ya Allah. Aku datang memenuhi panggilan-Mu. Aku datang memenuhi panggilan-Mu. Tiada sekutu bagi-Mu. Aku datang memenuhi panggilan-Mu. Sungguh, segala puji, nikmat, dan segala kekuasaan adalah milik-Mu. Tiada sekutu bagi-Mu.”
2. Bacaan Selawat setelah Talbiyah
اللّٰهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ عَلٰى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلٰى اٰلِ سَيِّدِنَا مُحَمَّدArab Latinnya:
Allahumma shalli wa sallim ‘alaa sayyidina Muhammadin wa ‘alaa aali sayyidina Muhammadin
Artinya:
“Ya Allah berilah kesejahteraan dan keselamatan atas junjungan kami Nabi Muhammad dan keluarganya.”
3. Bacaan Doa
اللّٰهُمَّ إِنَّا نَسْأَلُكَ رِضَاكَ وَالْجَنَّةَ وَ نَعُوْذُبِكَ مِنْ سَخَطِكَ وَالنَّارِ. رَبَّنَا اٰتِنَا فِى الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِى اْلٰاخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِArab Latinnya:
Allahumma inna nas aluka ridhaaka wal jannata wa na’uudzubika min sakhaatika wannaar. Rabbanaa aatinaa fiddunyaa hasanah wa fil aakhirati hasanah waqinaa adzaabannaar.
Artinya:
“Ya Allah sesungguhnya kami memohon keridaan dan surgaMu, kami berlindung padaMu dari murkaMu dan neraka. Wahai Tuhan kami, karuniailah kami kebaikan di dunia dan kebaikan pula di akhirat dan hindarkanlah kami dari siksa neraka.”
Setelah sampai di Muzdalifah, jemaah haji akan ditempatkan sesuai nomor maktab secara tertib dan teratur. Jemaah haji juga dianjurkan untuk membaca doa ketika sampai Muzdalifah sebagai berikut:
اَللّٰهُمَّ إِنَّ هٰذِهِ مُزْدَلِفَةُ جُمِعَتْ فِيْهَا أَلْسِنَةٌ مُخْتَلِفَةٌ تَسْأَلُكَ حَوَائِجَ مُتَنَوِّعَةً فَاجْعَلْنِيْ مِمَّنْ دَعَاكَ فَاسْتَجَبْتَ لَهُ وَتَوَكَّلَ عَلَيْكَ فَكَفَّيْتَهُ يَا أَرْحَمَ الرَّاحِمِيْنَ
Arab Latinnya:
Allâhumma inna hâdzihi muzdalifatu jumi‘at fîhâ alsinatun mukhtalifatun, tas’aluka hawâija mutanawwi‘atan faj’alnî mimman da‘âka fastajabta lahu wa tawakkala ‘alaika fakaffaitahu yâ arḫamar râḫimîn.
Artinya:
"Ya Allah, sesungguhnya di Muzdalifah ini telah berkumpul bermacam-macam bahasa yang memohon kepada-Mu berbagai hajat yang beraneka ragam. Maka, masukkanlah aku ke dalam golongan orang yang berdoa, lalu Engkau kabulkan, golongan orang yang berserah diri pada-Mu, lalu Engkau lindungi dia, wahai Tuhan yang Maha Pengasih dari segala yang pengasih."
Penulis: Syamsul Dwi Maarif
Editor: Dhita Koesno
Penyelaras: Syamsul Dwi Maarif
Masuk tirto.id







































