tirto.id - Masih terekam jelas dalam ingatanku tentang sore kala itu. Matahari hampir tenggelam di ufuk barat dan angin mengembuskan aroma tanah basahnya.
Aku yang masih kelas 5 SD, duduk di kursi angkutan umum dengan beberapa teman sepulang dari rumah guru.
Kami tidak menyangka perjalanan pulang itu akan berubah menjadi kisah yang melekat seumur hidup.
Di dalam angkot, tiba-tiba ada seorang perempuan tersenyum ramah menyapa kami. Katanya, ia saudara dari seorang teman kami, mengaku punya kebun penuh buah-buahan yang bisa dipetik sendiri, anggur, jambu, jeruk, stroberi, dan banyak lagi.
Kami yang masih kanak-kanak, polos, dan penuh rasa ingin tahu, tentu saja tertarik.
Hanya saja, hari itu bukan tentang memetik dan mengambil buah di kebun, melainkan kehilangan rasa aman.
Kami dibawa ke sebuah tempat asing, yang sesekali dilewati kambing, sebuah hutan yang gelap seiring tenggelamnya matahari.
Singkat cerita, dia mengelabui kami untuk melepas perhiasan agar "tidak hilang". Kemudian, dengan dalih akan mengambil tangga, dia pergi begitu saja meninggalkan aku dan kelima temanku dengan setangkup ketakutan yang tak sempat kami pahami.
Meski kami semua selamat dengan bantuan seorang bapak yang kebetulan mendengar teriakan kami, tapi sejak hari itu, ketika melewati hutan atau semak-semak, maka yang kurasakan ada sensasi dingin yang menjalar di tubuh.
Bertahun-tahun setelahnya, bahkan mendengar suara kambing saja bisa bikin jantungku mau copot, mengingat kembali ketakutan yang belum sembuh.
Menariknya, seiring waktu berjalan, kenangan itu tetap bertahan. Seperti luka yang sudah tak berdarah, tapi masih nyeri saat disentuh.
Tidak, ingatan buruk tidak bisa dihapus.
Kenangan menyakitkan itu hanya bisa diajak berdamai, dipahami ulang, dan diberi makna baru agar tak lagi menguasai diri kita sepenuhnya.
Seiring bertambahnya usia, aku pun jadi sering bertanya-tanya: mengapa kenangan itu tidak mau pergi?
Sudah puluhan kali aku mencoba menenangkan diri, meyakinkan bahwa itu masa lalu: aku selamat dan semuanya sudah berlalu. Namun tidak semudah itu.
Menariknya, tubuh seakan-akan tidak tahu perbedaan antara “dulu” dan “sekarang”,
Detak jantungku tetap berpacu setiap kali ada sesuatu yang mengingatkan pada hutan itu, bau tanah lembap, suara ranting patah, atau sekadar cerita tentang anak kecil yang tersesat.
Ini semua menyadarkanku bahwa semua kenangan, termasuk yang paling menyakitkan, terletak di titik lokasi sama, yaitu di kepala, atau lebih tepatnya dalam jaringan otak.
Mengapa Sulit Sekali Melupakan Kenangan Masa Lalu yang Menyakitkan?
Menurut laman Psych Central, ingatan bekerja dengan cara menyusun kode atau mempelajari informasi baru yang memicu sinyal neuron untuk menciptakan koneksi jaringan.
Setiap kali sebuah peristiwa terjadi, terutama yang mengandung emosi kuat, otak akan menandai, seolah-olah bilang, "Ini penting! Ayo, diingat!"
Otak manusia menyimpan informasi dan koneksi jaringan dalam dua wadah, yaitu memori jangka pendek atau jangka panjang.
Saat ada sesuatu yang jadi trigger, entah itu suara, aroma, atau bahkan cahaya senja yang mirip dengan masa lalu, jalur neuron tertentu akan kembali aktif.
Itulah mengapa kilasan bau tanah atau suara kambing bisa membawaku mundur bertahun-tahun, seolah-olah kejadian itu baru berlangsung kemarin.
Ingatan jangka panjang biasanya selalu berhubungan dengan emosi, baik itu emosi positif atau negatif. Emosi yang intens juga berpotensi membuat kenangan menjadi lebih pekat.
Mungkin kita tidak akan pernah benar-benar bisa menghapus memori kelam, tapi bukan berarti kita harus terus hidup di bawah bayangannya.
Ada cara yang bisa otak kita lakukan, dengan cara melatih untuk memberikan konteks baru pada pengalaman lalu tersebut. Perlahan, kita akan memahami seni untuk berdamai dengan memori pahit itu sendiri.
Dilansir Psychology Today, cara otak bekerja dengan ingatan ternyata tidak sesederhana menyimpan dan memutar ulang peristiwa.
Setiap kali kita mengingat sesuatu, sebenarnya kita sedang “menulis ulang” memori itu.
Proses mengingat bukan tindakan pasif, melainkan aktif. Maksudnya, setiap kali kita memanggil ingatan, detailnya bisa berubah, sedikit demi sedikit.
Maka dari itulah, keakuratan penting. Kita perlu berhati-hati agar tidak menambah bumbu atau mendistorsi cerita yang kita bawa.
Ingatan memang akan berubah, tetapi jangan sampai kita justru memperburuknya dengan terus menanamkan rasa takut atau kemarahan yang sama.
Persoalannya, bagaimana jika ingatan yang kita miliki adalah luka itu sendiri, kenangan buruk yang ingin kita sembuhkan?
Umumnya, kita semua dapat mulai melatih bank ingatan dengan meningkatkan ingatan positif dan mengurangi ingatan negatif.
Salah satu caranya, ubah cara bercerita. Misalnya, terkait dengan kenangan baik, ceritakan dalam sudut pandang orang pertama, seolah-olah kita mengalaminya lagi dengan rasa syukur.
Sebaliknya, untuk kenangan buruk, ubahlah menjadi sudut pandang cerita "dia" atau "mereka". Dengan begitu, akan muncul kesan bahwa kita hanya penonton yang melihatnya dari jauh.
Otak pun perlahan belajar membedakan antara memori yang perlu dijaga, dan memori yang sudah saatnya dilepaskan.
Cara "Melupakan" Kenangan Buruk
Apa yang bisa kita lakukan untuk melupakan memori buruk, atau setidaknya, meredupkan cahayanya di sudut bilik kepala?
Laman VeryWell Mind menuliskan, ada beberapa cara yang bisa dilakukan untuk mengurangi beban emosional dari sebuah kenangan agar tak lagi terlalu mengganggu.
Penting diingat, proses ini perlu waktu dan latihan. Hasilnya tidak instan.
Langkah pertama, kenali terlebih dahulu ingatan itu. Mungkin langkah ini terdengar berlawanan dengan intuisi atau kata hati.
Namun, untuk bisa melepaskan sesuatu, kita perlu berani menatapnya. Ingat kembali detailnya, apa yang terlihat, terdengar, dan dirasakan sebelum perlahan belajar melepaskannya.
Setelah itu, olah emosinya. Jangan buru-buru menolak atau menekan perasaan yang muncul.
Biarkan diri kita merasakannya. Hanya dengan menghadapinya, kita bisa memberi ruang bagi penyembuhan. Apbila bebannya terasa terlalu berat, tidak ada salahnya mencari bantuan profesional seperti terapis atau psikolog.
Langkah berikutnya, kenali apa yang memicu kenangan itu.
Terkadang, hal-hal sepele dan remeh seperti aroma, lagu, atau pemandangan tertentu bisa membuat ingatan lama muncul kembali.
Dengan menyadari trigger atau pemicunya, kita bisa lebih siap menghadapi atau menghindarinya saat dibutuhkan.
Saat pemicu itu datang, arahkan pikiran ke sisi baik dari pengalaman tersebut, atau ciptakan memori baru yang lebih menenangkan.
Lama-kelamaan, otak akan belajar untuk mengaitkan situasi tersebut dengan perasaan yang lebih ringan.
Yang tak kalah penting, rawat diri dengan menjalani pola hidup sehat.
Tidur cukup, makan makanan sehat, berolahraga, dan latih mindfulness agar pikiran tetap berada di masa kini.
Ketika tubuh dan pikiran berada dalam kondisi seimbang, kenangan pahit pun perlahan akan hilang pengaruhnya.
Kenangan, khususnya hal yang menyakitkan dan trauma memang sangat sulit, jika bukan mustahil, untuk dilupakan.
Di balik segala tantangannya, percayalah, kamu bisa mengelolanya dengan cara-cara yang kamu anggap paling bisa dilakukan.
Meskipun penelitian berkembang pesat, seperti dilaporkan situs Healthline, belum ada obat yang dapat menghapus ingatan tertentu.
Namun, dengan sedikit usaha, kita, termasuk aku dan diri kalian, dapat menemukan cara untuk mencegah kenangan buruk yang terus-menerus muncul di pikiran.
Simak juga artikel terkait trauma masa lalu di sini ya.
Editor: Sekar Kinasih
Masuk tirto.id







































