tirto.id - Ketika sedang santai, pernahkah kamu tiba-tiba teringat hal memalukan yang terucap atau dilakukan di masa lalu?
Seketika itu juga, tubuh menegang. Meski kejadiannya sudah lampau, mengapa sensasinya seakan-akan itu baru saja terjadi?
Hampir semua orang pernah mengalami momen tersebut.
Uniknya, kenangan semacam itu kerap muncul pada waktu tidak terduga, misalnya saat dalam perjalanan santai pulang kerja, atau menjelang tidur malam ketika pikiran mulai melayang ke mana-mana.
Seperti dialami Nancy (27), yang mengaku sering tiba-tiba teringat momen memalukan saat menjelang tidur.
Memori itu berkaitan dengan waktu ia berpamitan pulang dari kantor.
“Saya mau pamit ke OB kantor yang bernama Teddy, tapi entah kenapa saya malah salah sebut jadi Teguh. Padahal, itu nama kucing kantor. Dan OB-nya menjawab juga. Saat itu kantor masih ramai, semua orang mendengar dan menertawakan. Besoknya semua yang tahu kejadian itu senyum-senyum ke saya. Malunya enggak hilang-hilang, padahal sudah lebih dari dua tahun,” kenang Nancy sambil tertawa.
Kamu mungkin juga punya versi malumu sendiri, seperti salah memanggil dosen “Mama” di kelas, atau tanpa sadar melambaikan tangan ke orang yang keliru.
Beberapa tahun kemudian, tiba-tiba saja adegan itu muncul lagi di kepala. Kamu pun jadi meringis dan berpikir, aduh, kenapa aku dulu begitu?
Bagaimana Kenangan Masa Lalu Muncul Saat Kita Sadar?
Merangkum artikel The Conversation, ada dua cara untuk mengingat pengalaman masa lalu.
Salah satunya dengan sengaja dan sukarela.
Misalnya, ketika kita mencoba mengingat kembali apa kompor gas sudah dimatikan sebelum pergi, atau tentang isi materi presentasi yang kemarin malam dikirimkan kepada kolega.
Cara mengingat di atas merupakan proses yang disengaja alias memerlukan usaha.
Cara kedua adalah tidak disengaja dan spontan. Kenangan tiba-tiba saja muncul di benak. Kehadirannya yang mendadak cenderung tidak diinginkan, atau malah mengganggu.
Jadi, dari mana datangnya jenis kenangan kedua ini?
Ingatan kita pada dasarnya saling terhubung dan tersimpan dalam jaringan sel di otak yang disebut neuron.
Informasi yang terkandung di dalamnya berkaitan dan tumpang-tindih.
Misalnya, memori berlibur di pantai-pantai yang pernah dikunjungi, sederet kejadian yang berlangsung pada tahapan hidup berdekatan seperti masa kanak-kanak dan masa SD, atau emosi dan perasaan yang saling bercampur saat kita ngobrol atau berdebat dengan seseorang.
Faktor-faktor pemicu, baik yang bersifat eksternal seperti aroma dan suara, atau bersifat internal seperti emosi dan sensasi tubuh, dapat mengaktivasi neuron-neuron tertentu yang menyimpan kenangan-kenangan terkait.
Dari situlah, satu kenangan bisa memicu kenangan lainnya, termasuk yang sama sekali tidak terduga.
Sebagai contoh, kamu melewati warung ramen dan mencium aroma kuahnya yang khas. Tiba-tiba kamu jadi melankolis karena teringat sepatu kesayanganmu yang dicuri di depan pintu kamar asrama sekian tahun lalu.
Ternyata, saat dulu tinggal di asrama mahasiswa, setiap malam kamu dan teman-temanmu suka makan ramen yang aromanya khas seperti dijual di warung ramen tersebut.
Penting dicatat, tidak semua aktivasi di otak menghasilkan kenangan secara sadar. Kadang-kadang, tidak diketahui pula bagaimana memori tertentu bisa muncul tiba-tiba.
Begitu disampaikan oleh David Hallford, psikolog klinis dari Deakin University di Victoria, Australia seperti dikutip situs Discover Magazine.
Kenangan yang dipicu oleh aroma atau bau misalnya, berkaitan dengan insting manusia untuk bertahan hidup.
Melalui indera penciuman, kita bisa mewaspadai apakah suatu makanan sudah busuk dan berisiko beracun, apakah ada bau bensin dan risiko kebakaran.
Kaitan Tidur Nyenyak dan Kenangan Memalukan
Menariknya, dampak emosional tentang kenangan memalukan dapat berkurang setelah kita tidur.
Pakar tidur Eus van Someren menjelaskan hal tersebut berkaitan dengan cara otak memproses emosi selama tidur.
Dalam penelitiannya, Someren meminta sekelompok relawan bernyanyi menggunakan headphone sehingga tidak bisa mendengar suaranya sendiri.
Rekaman itu kemudian diputar ulang untuk melihat seberapa besar rasa malu mereka.
Someren menjelaskan bahwa saat kita tidur nyenyak, terutama dalam fase Rapid Eye Movement (REM), otak memisahkan antara fakta suatu kejadian dan dampak emosional yang menyertainya.
Pada fase ini, otak berhenti memproduksi noradrenalin, zat kimia terkait stres, sehingga tubuh berpotensi menjadi lebih relaks. Kenangan memalukan jadi tidak terasa terlalu emosional lagi.
“Tidur nyenyak membantu otak memisahkan kenangan dari rasa malunya," ujarnya.
Sebaliknya, orang yang tidurnya gelisah, tidak mendapat “pemutusan” emosi ini. Otaknya pun tetap sensitif terhadap kenangan memalukan. Kondisi seperti ini juga terlihat pada penderita PTSD (trauma berat).
Meskipun klise, waktu mungkin tetap menjadi obat paling mujarab untuk meredakan sensasi ketidaknyamanan yang kita rasakan terkait kejadian-kejadian konyol atau memalukan di masa lalu.
Yang pasti, sebaiknya tidak perlu sampai menolak atau mengelak jika tiba-tiba emosi negatif tentang kenangan memalukan itu muncul. Validasi perasaan-perasaan itu, cermati setiap sensasi yang ditimbulkannya pada tubuh.
Meskipun tidak nyaman, ingat, perasaan itu tidak akan bertahan selamanya. Jika kamu tertarik, meditasi bisa jadi salah satu metode untuk mengelola
Editor: Sekar Kinasih
Masuk tirto.id







































