Menuju konten utama
Refleksi Diri di Bulan Suci

Bijak Menyikapi Iri dan Dengki, Gejolak Emosi yang Manusiawi

Dengan mengenali ragam emosi dalam diri, kita akan mampu memproses gejolak perasaan yang menimbulkan ketidaknyamanan.

Bijak Menyikapi Iri dan Dengki, Gejolak Emosi yang Manusiawi
Header Diajeng Iri Dengki. tirto.id/Quita

tirto.id - Santi tidak bisa menutupi rasa gundah dan gusar setiap kali usai menyelami media sosial.

Gara-garanya, perempuan berambut sebahu itu sering menemukan unggahan-unggahan yang menunjukkan pencapaian dan kesuksesan teman-temannya, mulai dari yang berlibur ke luar negeri atau berhasil naik jabatan di kantor.

Kalau sudah begitu, mood Santi bisa berantakan seharian. Ia juga jadi lebih sering marah dan sensitif karena hal-hal remeh temeh.

Yang lebih parah, ia pernah sampai berada di fase terpuruk dan melabeli dirinya 'sampah' karena merasa dirinya tak mempunyai pencapaian.

"Aku merasa insecure… mulai mempertanyakan kemampuan diriku sendiri. Kenapa kok hidupku rasanya hanya begini-begini saja kalau dibandingkan dengan orang lain."

Belakangan ini Santi sadar bahwa yang dirasakannya tak lain merupakan bentuk dari rasa iri dan dengki.

Iri, seperti didefinisikan KBBI, adalah perasaan kurang senang, cemburu, sirik ketika melihat kelebihan atau keberuntungan orang lain.

Sementara dengki adalah perasaan marah dan benci karena iri yang teramat sangat terhadap keberuntungan yang didapatkan orang lain.

Merangkum dari Healthline, terdapat beberapa tanda iri hati yang umumnya kita temui dalam keseharian.

Selain tidak senang ketika orang lain mencapai kesuksesan, tanda-tanda yang mungkin tidak kita sadari adalah kecenderungan untuk mudah meremehkan, terus-terusan menghakimi orang lain, puas ketika mendapati orang lain mengalami kegagalan, atau memberikan pujian palsu.

Apakah perasaan iri dan dengki yang dialami Santi, dan mungkin juga pernah atau sedang kamu rasakan saat ini, merupakan hal yang normal?

Lucia Peppy Novianti, M.Psi., Psikolog menjelaskan, iri dan dengki merupakan emosi yang lumrah pada manusia.

Maka dari itu, ketika ada stimulus atau pemicunya, tentu merupakan hal wajar dan alamiah jika perasaan-perasaan itu muncul.

"Salah satu pemicu munculnya rasa iri adalah ketika kita melihat milik orang lain dan kita tidak mempunyainya, padahal yang kita lihat itu adalah hal yang kita inginkan," kata Peppy.

Peppy yang juga CEO Wiloka Workshop Yogyakarta ini menjelaskan bahwa rasa iri dan dengki akan menjadi tidak wajar ketika emosi tersebut terus-menerus atau bahkan sengaja diingat-ingat sehingga berbagai hal dalam kehidupan kita kemudian dikaitkan dengan penyebab rasa iri dan dengki tersebut.

"Dampak negatif terjadi ketika iri dan dengki yang sebetulnya bersumber pada satu hal (kejadian, orang atau benda tertentu), kemudian menjadi dasar terhadap alasan bertindak atau berperilaku pada banyak, atau bahkan semua, keputusan dalam diri kita."

Peppy memberikan gambaran seperti berikut.

Teman SMA yang dulu nilainya jauh di bawah kita kini menjadi kepala cabang sebuah bank, sedangkan kita yang dulu ranking 1 di kelas sampai saat ini masih menjadi tenaga kontrak di sebuah kampus negeri.

"Timbul rasa iri dengan pencapaian teman tersebut dan berpikir bahwa teman tersebut melakukan cara-cara tidak baik (dengki). Lalu sesudahnya, individu itu terus membicarakan kejelekan dia, atau ketika melakukan sesuatu selalu terdorong untuk bisa ‘mengalahkan’. Situasi pun menjadi tidak sehat bagi diri karena semua hal selalu disangkut pautkan dengan si teman tersebut," terang Peppy.

Di era modern, rasa iri itu bisa makin menjadi dengan adanya media sosial.

Media sosial itu sendiri tak dimungkiri telah memberikan banyak manfaat.

Di sisi lain, aktivitas menggulir layar smartphone dan menyaksikan kehidupan orang lain yang 'terlihat' sempurna, berpotensi memicu sebagian dari kita untuk selalu merasa kurang atau menyesali diri sendiri. Akibatnya tentu meninggalkan kesan emosional yang mendalam.

Ethan Kross, profesor psikologi di University of Michigan, mengungkap hubungan antara media sosial dan rasa iri dalam studinya.

Dikutip dari The Guardianpada 2018 silam, Kross dan timnya merancang sebuah studi dengan mempertimbangkan hubungan antara penggunaan Facebook pasif—hanya menggulir saja—dengan perasaan iri serta suasana hati dari waktu ke waktu.

Temuannya mengejutkan. Media sosial ternyata dapat mendorong rasa iri sampai ke titik ekstrem.

Menurutnya, itu terjadi karana kita terus menerus dibombardir dengan kehidupan yang dikurasi sedemikian rupa sehingga membebani kita dengan hal-hal yang belum pernah kita alami.

“Semakin lama menggulir, semakin banyak perasaan iri yang muncul, yang pada gilirannya menurunkan tingkat perasaan senang pada diri kalian,” kata Kross.

Hal serupa juga diungkapkan oleh psikolog klinis Rachel Andrew.

Masih melansir The Guardian, Andrew berpendapat bahwa penggunaan platform seperti Facebook, Twitter, Instagram, dan Snapchat, memperkuat perselisihan psikologis yang sangat mengganggu itu.

“Di masa lalu, manusia mungkin hanya iri dengan tetangganya, akan tetapi sekarang kita dapat membandingkan diri sendiri dengan semua orang di seluruh dunia,” papar Andrew.

Memang betul, jika kita rasional, kita tentu mengerti bahwa citra di media sosial dapat dikurasi atau disaring sedemikian rupa sehingga menampilkan sisi-sisi terbaik saja.

Meski begitu, pada tingkat emosional, hal tersebut tetaplah memengaruhi kita. Apalagi jika gambar atau narasinya mampu menyentuh atau menyinggung apa yang telah kita cita-citakan tetapi belum jua tercapai.

Pendek kata, media sosial membuat kita semua lebih mudah untuk membanding-bandingkan satu sama lain.

Celakanya lagi, keseharian kita nyaris mustahil dipisahkan dari makhluk kecil bernama smartphone.

Lantas bagaimana menyikapi rasa iri dengan lebih bijaksana?

Peppy menyarankan perlunya membekali diri dengan kemampuan mengelola emosi agar kita mampu menyikapi rasa iri dan dengki dengan lebih dewasa.

"Biasakan belajar untuk mengenali diri ketika mengalami gejolak emosi, baik emosi positif maupun negatif. Setelah terbiasa mengenali emosi dalam diri, kita akan lebih mampu untuk memproses ketika emosi mulai memunculkan hal yang menimbulkan ketidaknyamanan."

"Nah, ketika kita terbiasa dengan mengelola emosi ini, maka ketika menghadapi situasi yang menimbulkan iri dan dengki, kita akan lebih mampu mengontrol diri kita," terang Peppy lagi.

Kemampuan untuk mengontrol diri ini akan bermanfaat agar kita tidak terlarut dalam perasaan iri atau dengki. Kemampuan ini juga dapat mencegah kita dari perilaku yang merugikan orang lain akibat iri dan dengki itu.

Selain menyadari emosi tersebut, Peppy juga mengajak untuk menyalurkan dan tidak memendam emosi iri dengki dalam diri.

Memendam gejolak emosi akan lebih banyak membawa kondisi negatif bagi diri daripada manfaat.

Sesudah itu, kita perlu mencari cara agar kita kembali punya energi dan menjadi lebih semangat lagi.

Kumpulkan energi, kumpulkan semangat, lalu coba lihat diri kita kembali. Kenali lagi apa yang dapat kita lakukan untuk mulai memperbaiki diri agar menjadi pribadi yang lebih baik.

Selain itu, melansir WebMD, langkah pertama yang bisa kamu coba adalah dengan berlatih bersyukur.

Saat merasakan iri dengki yang intens, kita cenderung lupa pada pencapaian diri sendiri.

Maka, cobalah untuk mengambil jeda sejenak dan mengingat hal-hal positif yang sudah kamu miliki.

Salah satu aktivitas yang dapat membantu merasa lebih bersyukur tentang hidup adalah membuat jurnal rasa syukur. Di dalam jurnal tersebut, tuliskan hal-hal yang layak disyukuri.

Kamu juga bisa mengubah emosi iri dengki menjadi lebih bermanfaat.

Apabila dosisnya tepat, iri dengki bisa menjadi semacam sinyal menyehatkan bahwa kamu perlu berubah. Iri dengki pun akan membantu mengarahkanmu lebih dekat pada tujuan hidupmu.

Misalnya, kamu iri melihat temanmu yang melanjutkan sekolah ke luar negeri. Jika kamu bisa mengelola gejolak emosimu dengan baik, bukan tidak mungkin kamu menjadi semakin terinspirasi untuk berusaha lebih keras dan kelak dapat menyusul temanmu.

Iri dan dengki merupakan emosi alami manusia yang normal dan sudah pasti pernah dialami semua orang dari waktu ke waktu.

Namun ingat juga! Apabila iri dengki memengaruhi dan mengganggu kualitas hidupmu, pertimbangkan untuk berkonsultasi dengan pakar supaya mendapatkan jalan keluar yang baik.

Baca juga artikel terkait DIAJENG PEREMPUAN atau tulisan lainnya dari MN Yunita

tirto.id - Diajeng
Kontributor: MN Yunita
Penulis: MN Yunita
Editor: Sekar Kinasih