tirto.id - Berpetualang di alam bebas bisa jadi menyenangkan. Memandangi hamparan sabana, menjelajah rimbun hutan, atau menaklukkan puncak gunung merupakan kesenangan bagi pemilik jiwa petualang. Ada yang menjadikannya sebagai sarana liburan, bahkan hobi.
Namun, alam bebas bukanlah wahana yang mudah untuk ditaklukkan. Keadaan alam sangat sulit untuk diprediksi. Di satu waktu, alam bebas bisa sangat bersahabat, tapi juga sering berbahaya. Untuk itu, persiapan menjadi hal yang penting sebelum memutuskan untuk berpetualang ke alam bebas.
Sepandai-pandai tupai melompat, akhirnya jatuh juga. Ungkapan ini dapat menggabarkan kondisi berpetualang di alam bebas. Meski telah mempersiapkan segala perlengkapan sebelum berpetualang, alam selalu menawarkan kejadian yang tidak terduga. Bahkan para petualang handal pun dapat tersesat ketika menjelajahi alam bebas.
Banyak kasus petualang yang tersesat di alam bebas. Salah satunya adalah yang dialami oleh Aurelien, 8 Oktober lalu.
Dilansir Antara, pria berkebangsaan Swiss ini dilaporkan hilang saat menjelajahi hutan Raja Ampat, Papua. Beruntungnya, Aurelien bertahan hidup dan menemukan perkampungan terdekat setelah 8 hari hilang.
Kasus ini menunjukkan betapa pentingnya skil bertahan hidup untuk mengantisipasi hal buruk saat berpetualang, yaitu tersesat. Berikut beberapa hal yang perlu dilakukan untuk bertahan hidup saat tersesat di hutan maupun alam bebas lainnya, berdasarkan rekomendasi The National Wild Turkey Federation (NWTF) Amerika.
1. Tetap Tenang
Panik tidak akan menyelesaikan masalah, bahkan malah memperburuk keadaan. Untuk menguasai keadaan, diperlukan pikiran yang jernih dan positif. Meski sulit, hal ini dapat membantu dalam menentukan langkah apa yang harus dilakukan saat tersesat. Selain itu, lakukan beberapa langkah sebagai berikut:
-Susun rencana ke depan
-Inventarisir persediaan yang ada
-Tentukan hal-hal penting untuk mulai bertahan hidup (persediaan air, tempat berteduh, sumber kehangatan)
-Determinasi dan ketabahan kadang menjadi penentu keselamatan saat tersesat
-Hilangkan perasaan buruk
-Tersesat mungkin menyebabkan putus asa, namun tetaplah fokus pada hal-hal penting untuk bertahan hidup.
2. Buatlah Tempat Bernaung
Salah satu hal terpenting yang harus diperhatikan di alam bebas adalah suhu udara. Kehilangan kehangatan pada badan dapat menyebabkan hipotermia, yang bisa memicu kematian. Di samping itu, terpapar sinar matahari yang panas secara langsung juga dapat membakar kulit, hingga dehidrasi.
Suhu tubuh yang optimal sangat diperlukan untuk menentukan kelangsungan hidup saat tersesat di alam bebas. Oleh karena itu, para petualang perlu membuat tempat bernaung saat bermalam di alam bebas, baik saat tersesat maupun tidak. Berikut rekomendasi untuk membuat tempat bernaung saat tersesat di alam bebas:
-Bila udara terlalu panas, galilah tanah beberapa sentimeter terlebih dahulu hingga mencapai lapisan yang lebih dingin.
-Buatlah rangka naungan sederhana. Cari sumber daya yang ada, seperti pohon tumbang, atau sandarkan batang pohon ke bidang yang kokoh.
-Susun ranting pohon untuk menutupi salah satu sisi. Atau, apabila memungkinkan, tutupi kedua sisinya dengan menyusun ranting yang lebih banyak. Usahakan untuk menyusun serapi dan serapat mungkin.
-Tutupi rangka yang telah disusun tadi dengan dedaunan. Semakin tebal dedaunan, semakin baik menahan hawa dingin. Lakukan hal yang sama pada tanah bagian dalam sebagai alas.
3. Temukan Sumber Air Bersih
Manusia dapat hidup selama beberapa minggu tanpa makanan. Namun, manusia hanya bisa bertahan hingga 4 hari tanpa minum. Oleh karena itu, air bersih merupakan sumber kehidupan bagi petualang yang tersesat.
Air bersih dapat ditemukan pada sungai maupun danau di alam bebas. Temukan air pada sungai atau danau, lalu rebus terlebih dahulu untuk membunuh bakteri yang terkandung di dalamnya.
Akan tetapi, terkadang lokasi air minum sulit ditemukan oleh petuaalng yang tersesat. Berikut beberapa sumber air bersih lain yang layak untuk diminum:
-Air hujan: tampung air hujan yang turun pada wadah, lalu minum. Simpan pula untuk persediaan.
-Salju: kumpulkan salju atau es pada wadah tertutup, lalu gunakan api atau sinar matahari untuk mencairkannya. Usahakan tidak memakan salju secara langsung, sebab energi tubuh dapat keluar lebih banyak.
-Air tanah: salah satu cara menemukan sumber air ialah dengan menggali tanah. Agar lebih mudah, cari tanaman seperti ekor kucing atau pohon kapas, lalu gali di sekitarnya. Dua tumbuhan tersebut biasanya mencirikan adanya sumber air tanah.
-Tanaman tertentu: beberapa tanaman seperti kaktus dan rumput menyimpan air di dalamnya. Remas batang tanaman tersebut untuk mengeluarkan airnya.
4. Buatlah Perapian
Selain untuk penerangan, api bisa membantu menjaga suhu badan tetap hangat. Mulailah dengan mengumpulkan sulur atau jarum pinus kering sebagai sumbu. Lalu, kumpulkan berbagai ukuran kayu kering yang ada, mulai dari yang besar hingga ranting-ranting kecil. Kemudian, ikuti langkah berikut ini:
-Susun kayu berukuran besar membentuk lingkaran untuk menahan angin.
-Buatlah kerangka berbentuk limasan di dalamnya. Caranya, berdirikan balok kayu sebagai penyangga di tengah, lalu susun kayu berukuran sedang di sekitarnya. Susun hingga rapat, namun sisakan lubang untuk memasukkan sumbu.
-Masukkan sumbu ke dalam limasan, lalu nyalakan dengan korek api.
-Saat api kecil sudah menyala, tiup sedikit demi sedikit hingga nyala api sudah agak membesar. Lalu, masukkan lebih banyak ranting atau rumput kering sebagai bahan bakar tambahan.
-Bila korek api tidak ada, gunakan kaca, lensa kamera. Fokuskan cahaya pada sumbu hingga percikan api muncul. Setelah itu, lakukan langkah yang sama seperti di atas.
5. Buatlah Tombak Sederhana
Tombak sederhana dapat digunakan untuk berburu kancil atau menangkap ikan. Selain itu, tombak juga bisa digunakan sebagai alat pertahanan diri dari binatang liar. Buatlah dengan mengikuti langkah berikut ini:
-Cari tongkat kayu yang panjang dan lurus, dan usahakan kokoh serta tidak mudah patah
-Belah ujungnya menjadi dua atau tiga
-Jejalkan batu atau kayu pipih di sela-sela belahannya hingga mantap
-Tajamkan masing-masing bagian belahan dengan pisau atau batu tajam.
Persiapan Penting Sebelum Menjelajah Alam Bebas
Alam bebas memang menyediakan banyak hal yang bisa dipakai untuk bertahan hidup. Namun, mempersiapkan peralatan secara matang sebelum berpetualang dapat mempermudah keadaan. Selain itu, pengetahuan tentang bertahan hidup juga sangat penting, termasuk soal rute perjalanan, simpul-simpul, hingga hewan dan tumbuhan.
Brian Mertins, ahli bertahan hidup di alam bebas dalam situs nature-mentor.com memaparkan berbagai hal yang perlu dipersiapkan sebelum berpetualang di alam bebas.
Pertama, persiapkan peralatan bertahan hidup di alam bebas yang paling dasar. Beberapa barang di bawah ini adalah peralatan berpetualang paling dasar yang sangat berguna saat tersesat.
-Senar parasut untuk mengikat peralatan perapian
-Pisau tajam yang kokoh
-Senar pancing
-Peluit
-Sarung tangan tebal dan syal
-Termos atau botol air minum.
Kedua, Jelajahi pengetahuan tentang tumbuhan. Kenali ciri tanaman yang bisa dimakan dan tumbuhan yang beracun. Selain itu, pelajari bagaimana cara tepat untuk mengonsumsi tumbuhan-tumbuhan di alam bebas. Di bawah ini merupakan ciri dan karakteristik tumbuhan yang sebaiknya dihindari karena kemungkinan beracun:
-Buah beri yang berwarna putih atau kuning
-Tumbuhan berduri
-Jamur-jamuran
-Tumbuhan yang terasa seperti sabun atau pahit
-Tanaman berdaun cerah atau berkilau
-Tumbuhan yang memiliki daun bertangkai tiga
-Bunga-bunga yang berbentuk payung
-Tanaman bergetah warna putih susu
-Tumbuhan beraroma almond
Ketiga, ketahui pola geografis di dalam hutan. Hal ini dapat membantu dalam menentukan tempat paling aman untuk membuat tempat naungan.
Keempat, persiapkan segala hal, termasuk memberitahu orang-orang terdekat tentang rencana berpetualang di alam bebas. Selain itu, selalu melapor terlebih dahulu kepada penjaga hutan atau penjaga basecamp pendakian untuk mengantisipasi hal terburuk.
Kelima, hal paling penting adalah jangan menyepelekan alam. Selalu siaga terhadap segala kondisi yang mungkin akan terjadi, dan usahakan jangan sampai kehilangan arah.
Arti SOS untuk Kode Tanda Bahaya
Banyak orang tentu tahu bahwa sinyal SOS merupakan salah satu penanda bahaya. Namun, tidak banyak yang mengetahui arti dan sejarah sebenarnya dari penggunaan SOS sebagai tanda bahaya.
Sebagian orang mengira bahwa SOS adalah singkatan dari “Save Our Souls” atau “Save Our Ship”. Namun kenyataannya, “Save Our Souls” atau “Save Our Ship” adalah backronym, dan huruf-huruf itu, yakni "S," "O," dan "S," sebenarnya tidak bermakna apa pun, demikian mengutip laman Mental Floss.
Faktanya, sinyalnya sebenarnya tidak seharusnya tiga huruf. Tanda itu hanya rangkaian kode Morse yang terdiri dari tiga titik, tiga garis, dan tiga titik yang semuanya berjalan bersama tanpa spasi atau titik (… ---…).
Karena tiga titik membentuk huruf "S" dan tiga tanda hubung membentuk "O" dalam kode Morse Internasional, sinyal itu kemudian disebut "SOS" demi kenyamanan.
Ketika mesin radiotelegraph nirkabel pertama kali digunakan untuk kapal laut saat pergantian abad ke-20, pelaut yang dalam bahaya membutuhkan cara untuk menarik perhatian, memberikan sinyal saat berada dalam kesulitan, dan meminta bantuan. Sinyal unik dibutuhkan guna memberitahukan situasi bahaya dengan jelas, cepat, dan tidak membingungkan.
Pada awalnya, organisasi dan negara yang berbeda memiliki sinyal marabahaya “internal” mereka sendiri-sendiri. Angkatan Laut AS, misalnya, menggunakan "NC", yang merupakan sinyal bendera maritim untuk bahaya dari Kode Sinyal Internasional.
Perusahaan Marconi, yang menyewakan peralatan dan operator telegrafnya ke berbagai kapal laut, menggunakan kode "CQD" untuk sinyal bahaya. Sementara German Regulations for the Control of Spark Telegraphy pada tahun 1905 mengamanatkan bahwa semua operator Jerman menggunakan “… ---…”.
Adanya beberapa sinyal marabahaya ini tentu bisa membingungkan. Itu berarti bahwa kapal yang mengalami kesulitan di perairan asing bisa mengalami kendala bahasa komunikasi dengan pihak calon penyelamat, bahkan jika menggunakan Kode Morse Internasional sekalipun.
Karena masalah ini, berbagai negara memutuskan untuk berkumpul dan mendiskusikan gagasan untuk menetapkan beberapa peraturan internasional untuk komunikasi radiotelegraf.
Pada tahun 1906, Konvensi Telegraf Nirkabel Internasional diadakan di Berlin, dan para delegasi berusaha membuat panggilan darurat berstandar internasional. Marconi “-.-. - .-- ..”, dan “……… -..-..- ..” (SSSDDD), yang diusulkan Italia di konferensi sebelumnya, dianggap terlalu rumit.Maka, kode "... --- ..." (SOS) yang diusulkan oleh Jerman dianggap dapat dikirim dengan cepat dan mudah serta sulit untuk disalahartikan.
Inilah kemudian alasan sandi yang kemudian lebih dikenal dengan sinyal SOS dipilih sebagai sinyal marabahaya untuk penggunaan secara internasional, dan mulai berlaku pada 1 Juli 1908.
Penggunaan pertama SOS sebagai sinyal marabahaya terjadi lebih dari setahun kemudian, pada bulan Agustus 1909. Operator nirkabel di SS Arapahoe mengirim sinyal ketika kapal mati karena baling-baling yang rusak di lepas pantai Cape Hatteras, Karolina Utara.
Namun, tidak semua pihak setuju dengan standar baru tersebut. Perusahaan Marconi pada saat itu masih enggan menggunakan SOS karena bersikeras memakai kode "CQD" sebagai tanda bahaya.
Operator Marconi di kapal Titanic, misalnya, semula hanya mengirim sinyal CQD. Namun, setelah kapal tersebut menabrak gunung es pada 1912, operator lain menyarankan agar mereka mencoba menggunakan sinyal SOS,
Disamping sinyal SOS yang digunakan melalui sinyal radio, kapal di laut yang tengah menghadapi bahaya juga menggunakan sinyal visual dan sinyal suara. Berikut macam-macam sinyal bahaya yang digunakan secara Internasional oleh kapal laut, seperti dilansir Britannica.
1. Sinyal visual, seperti nyala api, suar merah, sinyal asap oranye, atau bendera persegi yang ditampilkan dengan bola di bawah;
2. Sinyal suara, seperti pistol atau roket yang ditembakkan secara berkala, atau bunyi terus menerus dari peralatan sinyal kabut; dan
3. Sinyal radio, seperti kelompok Morse SOS, sinyal kode internasional NC, atau kata yang diucapkan "Mayday" (diucapkan seperti bahasa Prancis m’aider, "tolong saya"), oleh radiotelepon.
Kapal yang dalam kondisi bahaya juga dapat menggerakkan alarm kapal lain dengan sinyal radio yang terdiri dari serangkaian 12 garis putus-putus empat detik, atau dengan sinyal telepon radio yang terdiri dari dua nada yang ditransmisikan secara bergantian selama 30-60 detik.
Penulis: Adilan Bill Azmy
Editor: Addi M Idhom
Penyelaras: Yulaika Ramadhani