tirto.id - Setelah sidang pertama tanggal 29 Mei-1 Juni 1945 dan sidang tidak resmi, tokoh-tokoh Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) menggelar sidang kedua. Kapan sidang BPUPKI kedua dilakukan? Bagaimana sejarah, tujuan, agenda, dan apa saja hasil sidang sebelum Proklamasi Kemerdekaan RI ini?
Rangkaian kekalahan di berbagai front Perang Asia Timur Raya atau Perang Dunia Kedua yang dialami Jepang sepanjang tahun 1945 dari pasukan Sekutu membuat Dai Nippon mulai memikirkan dukungan dari Indonesia yang didudukinya sejak 1942.
Dibentuklah Dokuritsu Junbi Cosakai atau BPUPKI pada 29 April 1945. BPUPKI diawaki oleh tokoh-tokoh Indonesia berpengaruh yang dilantik tanggal 28 Mei 1945. Tujuan pembentukan BPUPKI adalah untuk "menyelidiki hal-hal yang penting sekaligus menyusun rencana mengenai persiapan kemerdekaan Indonesia”.
Adapun tugas-tugas BPUPKI nantinya adalah mempelajari semua hal penting terkait politik, ekonomi, tata usaha pemerintahan, kehakiman, pembelaan negara, lalu lintas, dan bidang-bidang lain yang dibutuhkan dalam usaha pembentukan negara Indonesia.
Peran BPUPKI untuk Indonesia
George S. Kanahele dalam The Japanese Ocupation of Indonesia (1967:184) mengungkapkan, pada 1 Maret 1945 Kumaikichi Harada, Jenderal Dai Nippon yang membawahi wilayah Jawa, mengumumkan akan dibentuk suatu badan baru dengan nama Dokuritsu Junbi Cosakai.
Dokuritsu Junbi Cosakai inilah yang disebut sebagai BPUPKI. Meski sudah ada sejak 1 Maret 1945, BPUPKI baru diresmikan tanggal 29 April 1945.
Pada 29 Mei 1945, sidang pertama BPUPKI pertama kali diadakan dan dibuka oleh Dr. Radjiman Wediodiningrat sebagai ketuanya. Sidang pertama ini berlanjut hingga 1 Juni 1945.
Di sidang pertama ini, ada tiga pembicara yang mengemukakan pendapat terkait perumusan dasar negara, atau yang nantinya dikenal sebagai Pancasila.
Pembicara pertama adalah Mohammad Yamin. Dalam sidang BPUPKI tanggal 29 Mei 1945, Yamin menerangkan tentang “Azas dan Dasar Negara Indonesia Merdeka”.
Yang menjadi pembicara kedua adalah R. Soepomo. Ia memaparkan “Dasar-dasarnya Negara Indonesia Merdeka” dalam sidang BPUPKI tanggal 31 Mei 1945.
Sidang BPUPKI Pertama & Panitia Sembilan
Sidang BPUPKI pertama pada 29 Mei sampai 1 Juni 1945 di Gedung Chuo Sangi In, Jakarta Pusat, menghasilkan rumusan dasar negara. Namun, persoalan dalam upaya melahirkan negara yang merdeka dan berdaulat ternyata belum selesai.
Bernhard Dahm dalam Sukarno dan Perjuangan Kemerdekaan (1987) mengungkapkan, terjadi silang pendapat antara kubu nasionalis dan kubu agamis. Salah satu poin yang paling alot diperdebatkan adalah tentang bentuk negara, antara negara kebangsaan atau negara Islam.
Maka, dibentuklah Panitia Sembilan yang melibatkan Sukarno, Mohammad Hatta, Achmad Soebardjo, Mohammad Yamin, KH Wahid Hasyim, Abdul Kahar Muzakir, Abikusno Cokrosuyoso, Haji Agus Salim, dan Alexander Andries Maramis.
Setelah berdiskusi cukup alot, akhirnya pada 22 Juni 1945, kepada para anggota BPUPKI, Panitia Sembilan mengumumkan kesepakatan yang dihasilkan pertemuan itu. Hasilnya adalah Piagam Jakarta atau Jakarta Charter, yang nantinya menjadi rumusan untuk dasar negara.
Piagam Jakarta terdiri dari 4 paragraf yang nantinya digunakan dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar (UUD) 1945. Di paragraf ke-4 terkandung 5 poin yang merupakan cikal-bakal Pancasila sebagai dasar negara Indonesia, yakni:
- Ketuhanan, dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya
- Kemanusiaan yang adil dan beradab
- Persatuan Indonesia
- Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat, kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan
- Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia
Hasil Sidang BPUPKI Kedua
BPUPKI kembali menggelar sidang resmi untuk kedua kalinya yang dilaksanakan tanggal 10-17 Juli 1945 di tempat yang sebelumnya untuk menghelat sidang pertama sama, yakni Gedung Chuo Sangi In (kini Gedung Pancasila), Jakarta Pusat.
Adapun agenda sidang BPUPKI kedua ini membahas tentang:
- Rancangan undang-undang dasar.
- Rancangan bentuk negara, wilayah negara dan kewarganegaraan.
- Susunan pemerintahan, unitarisme, dan federalisme.
Selain itu, sidang BPUPKI kedua juga membicarakan mengenai pernyataan Indonesia merdeka, ekonomi dan keuangan, pembelaan negara, serta pendidikan dan pengajaran, selain membahas kembali perihal rumusan Piagam Jakarta yang telah diumumkan sebelumnya.
Dikutip dari Pendidikan Pancasila: Upaya Internalisasi Nilai-nilai Kebangsaan (2019) karya Kasdin Sihotang dan kawan-kawan, dalam Sidang BPUPKI kedua dibuat tiga panitia kecil, yaitu Panitia Perancang Undang-Undang Dasar (dipimpin Sukarno), Panitia Pembelaan Tanah Air (dipimpin Abikusno Cokrosuyoso), serta Panitia Ekonomi dan Keuangan (dipimpin Mohammad Hatta).
Hasil dari sidang BPUPKI kedua ini merupakan laporan dari pembahasan yang telah dilakukan oleh panitia-panitia kecil, salah satunya yang dipaparkan Sukarno selaku Ketua Panitia Perancang Undang-Undang Dasar.
Ada 3 masalah pokok dalam rancangan Undang-Undang Dasar yang disampaikan Sukarno di sidang BPUPKI kedua, yaitu:
- Pernyataan tentang Indonesia Merdeka
- Pembukaan Undang-Undang Dasar
- Batang Tubuh Undang-Undang Dasar yang kemudian dinamakan sebagai "Undang-Undang Dasar 1945".
- Wilayah negara Indonesia adalah sama dengan bekas wilayah Hindia-Belanda dahulu, ditambah dengan Malaya, Borneo Utara (sekarang adalah wilayah Sabah dan wilayah Serawak di negara Malaysia, serta wilayah negara Brunei Darussalam), Papua, Timor-Portugis (sekarang adalah wilayah negara Timor Leste), dan pulau-pulau di sekitarnya.
- Bentuk negara Indonesia adalah Negara Kesatuan.
- Bentuk pemerintahan Indonesia adalah Republik.
- Bendera nasional Indonesia adalah Sang Saka Merah Putih.
- Bahasa nasional Indonesia adalah Bahasa Indonesia.
Tokoh-tokoh Anggota BPUPKI
M. Fuad Nasar dalam Islam dan Muslim di Negara Pancasila (2017) menyebutkan, semula BPUPKI beranggotakan 62 orang, kemudian ditambah 6 orang sehingga menjadi 68 orang. Ke-68 orang ini berasal dari pihak Indonesia dan bertindak sebagai anggota aktif.
Komposisi anggota aktif BPUPKI berasal dari berbagai kalangan, ada dari golongan nasionalis, agamis, peranakan Arab, peranakan Tionghoa, peranakan Indo, ningrat Jawa, jurnalis, dan lain sebagainya.
Selain anggota aktif, ada pula anggota pasif. Anggota pasif di BPUPKI terdiri atas 8 orang dari pihak Jepang. Mereka hanya bertindak sebagai pengamat dan tidak memiliki hak suara, hak berpendapat, dan hak-hak aktif lainnya selama sidang.
Berikut ini nama-nama anggota BPUPKI:
Anggota Aktif
- A.A. Maramis
- Abdul Kadir
- Abdul Kaffar
- Abdul Kahar Muzakir
- Abdulrahim Pratalykrama
- Abikusno Cokrosuyoso
- Adipati Wiranatakoesoema V
- Agus Muhsin Dasaad
- Agus Salim
- Ahmad Soebardjo
- AR Baswedan
- Husein Djajadiningrat
- Johanes Latuharhary
- Kanjeng Pangeran Ario Suryohamijoyo
- KH Abdul Fatah Hasan
- KH Abdul Halim Majalengka
- KH Ahmad Sanusi
- KH Mas Mansoer
- KH Masjkur
- KH Wahid Hasyim
- Ki Bagus Hadikusumo
- Ki Hajar Dewantara
- Liem Koen Hian Liem
- Margono Joyohadikusumo
- Mas Aris
- Mas Besar Martokusumo
- Mohammad Hatta
- Muhammad Yamin
- Oey Tiang Tjoei Oey
- Oey Tjong Hauw
- Otto Iskandardinata
- P.F. Dahler
- Pangeran Hario Bintoro
- Pangeran Hario Purubojo
- Pangeran Mohammad Noor
- Parada Harahap
- Purbonegoro Sumitro Kolopaking
- Raden Ashar Sutejo Munandar
- Raden Asikin Natanegara
- Raden Ayu Maria Ulfah Santoso
- Raden Buntaran Martoatmojo
- Raden Hindromartono,
- Raden Jenal Asikin Wijaya Kusuma
- Raden Mas Hario Sosrodiningrat
- Raden Mas Panji Surahman Cokroadisuryo
- Raden Mas Sartono
- Raden Mas Tumenggung Ario Suryo
- Raden Mas Tumenggung Ario Wuryaningrat
- Raden Mas Tumenggung Wongsonagoro
- Raden Nganten Siti Sukaptinah
- Raden Panji Singgih
- Raden Panji Suroso
- Raden Ruseno Suryohadikusumo
- Raden Sastromulyono
- Raden Sudirman
- Raden Suleiman Effendi Kusumaatmaja
- Raden Suwandi
- Raden Syamsudin
- Rajiman Wedyodiningrat
- Ruslan Wongsokusumo
- Samsi Sastrawidagda
- Soepomo
- Sukarjo Wiryopranoto
- Sukarno
- Sukiman Wiryosanjoyo
- Susanto Tirtoprojo
- Sutarjo Kartohadikusumo
- Tan Eng Hoa
Anggota Pasif
- Ichibangase Yosio
- Matuura Mitukiyo
- Miyano Syoozoo
- Tanaka Minoru Minoru
- Tokonami Tokuzi
- Itagaki Masumitu
- Masuda Toyohiko
- Ide Teitiroo
Editor: Addi M Idhom
Penyelaras: Yulaika Ramadhani