tirto.id - Anak-anak akan tumbuh dan berkembang melewati berbagai fase dalam kehidupannya. Salah satunya adalah fase threenager yang kadang membuat orang tua kerepotan. Lalu, apa itu threenager?
Jika memiliki anak berusia sekitar tiga tahun, Anda mungkin menyadari adanya perubahan emosi (moody), munculnya rasa ingin tahu yang tinggi, bahkan terkadang mengeyel jika dinasihati. Hal ini menandakan bahwa si kecil mulai memasuki fase threenager.
Di fase, ini akan ada banyak tantangan yang harus dihadapi oleh orang tua. Namun, tidak perlu khawatir, threenager adalah fase yang sangat normal dan menandakan bahwa si kecil sedang berkembang dengan baik.
Apa itu Fase Threenager pada Anak?
Threenager adalah istilah fase yang mengacu pada anak berusia tiga tahun, tapi menunjukkan perilaku mirip usia remaja. Kata threenager sendiri berasal dari gabungan kata three yang berarti tiga dan teenager yang artinya remaja.
Threenager artinya adalah fase ketika seorang anak mulai memperlihatkan perubahan emosi dan perilaku yang menunjukkan kemandirian. Di usia ini, seorang anak mulai sadar bahwa mereka berkuasa atas diri mereka sendiri dan bisa mengekspresikan apa yang ada dalam pikirannya.
Namun, di mata orang dewasa, perilaku mereka mungkin terlihat seperti membangkang, tantrum, atau menentang. Sebagai contoh, anak ingin membuat susu di gelas tanpa bantuan orang tua yang akhirnya berujung mengotori meja.
Saat orang tua mencoba membantu, anak menolak dan tetap ingin melakukannya sendiri. Orang tua yang tidak peka mungkin akan mengira bahwa anaknya sedang bandel atau susah diberitahu. Padahal, mereka hanya mengalami fase threenager yang sangat normal.
Meski terkesan merepotkan, fase ini justru menjadi pertanda adanya perkembangan pada sisi kognitif, emosional, dan sosial pada diri anak. Hanya saja anak-anak belum bisa mengontrol perilaku dan emosi sepenuhnya.
Dilansir dari situs The Bump, fase ini secara ilmiah berkaitan dengan perkembangan korteks prefrontal, bagian otak yang berperan dalam penalaran, pemikiran rasional, pemecahan masalah, hingga pengaturan emosi.
Semua itu adalah keterampilan kognitif yang dibutuhkan oleh manusia untuk mengelola perasaan dan perilaku. Namun, korteks prefrontal konon belum berkembang secara penuh hingga seseorang berusia 20 tahun.
Inilah alasan kenapa pada fase threenager, anak cenderung emosional. Mereka terkadang bisa terlihat sangat bahagia, tapi juga bisa terlihat sangat murung atau bahkan marah. Di fase ini mereka masih mengembangkan keterampilan untuk mengelola dan mengatasi perasaan mereka sendiri.
Lalu, threenager umur berapa dan akan berlangsung sampai kapan? Seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya, anak-anak memasuki fase threenager ketika berusia sekitar tiga tahun.
Fase ini bisa berlangsung berbulan-bulan atau bahkan lebih dari setahun. Tidak ada batasan pasti kapan fase ini akan berakhir karena semuanya tergantung pada diri anak dan pola asuh yang diterapkan oleh orang tua.
Akan tetapi, umumnya fase threenager ini mulai menghilang ketika anak sudah memasuki usia 4-5 tahun. Di usia ini, anak-anak biasanya sudah mulai mengembangkan keterampilan fungsi eksekutif, lebih bisa mengendalikan diri, dan lebih fokus dari sebelumnya.
Ciri-Ciri Anak Masuk Fase Threenager
Bila masih kebingungan apakah anak Anda sudah memasuki fase threenager atau tidak, berikut ciri-ciri yang bisa diperhatikan:
1. Anak ingin melakukan semuanya seorang diri
Ciri utama saat anak memasuki fase threenager adalah anak menunjukkan kemandirian dengan cara ingin melakukan semua hal seorang diri. Mulai dari memakai baju, mengambil barang, mengikat tali sepatu, dan lain sebagainya.Masalahnya, terkadang hal tersebut belum dibarengi oleh kemampuan motorik yang memadai sehingga mereka kesulitan melakukan hal yang mereka inginkan. Misalnya ingin mengikat tali sepatu sendiri, tapi mereka belum bisa melakukannya dengan baik.
Orang tua tentunya ingin membantu mereka, tapi anak di fase threenager akan menolaknya dan bersikeras untuk melakukannya sendiri. Namun, karena tidak berhasil melakukannya, mereka akhirnya akan jengkel dan menunjukkan emosi berlebihan (menangis, mengamuk/tantrum).
2. Sulit mengendalikan emosi
Fase threenager adalah fase ketika anak mulai mengenal emosi, tapi masih sulit mengendalikannya. Ketika menemukan sesuatu yang lucu, mereka bisa tertawa terbahak-bahak, tapi saat terjadi sesuatu yang membuatnya kesal atau sedih, mereka akan menangis sejadi-jadinya.Hal ini jadi tantangan bagi orang tua agar lebih bisa bersabar. Bagaimanapun juga anak usia tiga tahun memang belum bisa mengendalikan emosinya dengan benar layaknya orang dewasa.
3. Keinginan yang kuat
Saat menginginkan sesuatu, anak di fase threenager merasa bahwa ia harus mendapatkannya. Mereka akan melakukan hal yang diinginkan tanpa pikir panjang.Meskipun orang tua sudah melarang, anak threenager tetap akan berusaha memenuhi keinginannya. Dalam kamus mereka, semua harus dituruti dan tidak bisa ditolak. Jika ditolak, tentunya mereka akan tantrum atau menangis sebagai luapan kekesalan.
4. Cenderung menentang dan sulit diatur
Anak di fase threenager biasanya juga sering menentang orang tua dan cenderung sulit diatur. Misalnya ketika disuruh meletakkan barang di tempat A, mereka mungkin tidak mau atau justru meletakkan barang di tempat B.Terkadang anak juga menolak ketika disuruh tidur cepat di malam hari atau kabur dan tidak mau memakai baju setelah mandi. Fase threenager memang terlihat sulit diatur, tapi ini adalah pertanda bahwa anak sudah menginginkan otonomi atau kendali atas diri mereka sendiri.
5. Mulai mengerti mode
Salah satu ciri threenager adalah munculnya fashion sense yang pastinya mencontoh dari orang-orang di sekitarnya. Ia mulai gemar memakai aksesori seperti kacamata, topi, atau perhiasan, bisa juga ingin memakai baju dengan warna atau gambar tertentu.Tentunya selera fesyen anak threenager berbeda dengan selera orang dewasa. Mereka mungkin akan memadukan warna-warna mencolok atau memakai semua aksesori sekaligus. Meski mungkin terlihat norak, tapi inilah salah satu cara mereka berekspresi.
6. Tertarik bersosialisasi
Di fase threenager, anak-anak mulai menunjukkan ketertarikan untuk bersosialisasi. Salah satu cirinya adalah aktif mengajak orang tuanya bermain lebih dulu.Ketika berada di tempat umum dan melihat anak-anak lain, si kecil juga akan tertarik untuk berinteraksi dengan mereka. Di usia ini, mereka bisa bermain secara berkelompok dan memiliki imajinasi yang lebih baik dari sebelumnya.
Cara Menghadapi Anak pada Fase Threenager
Orang tua tidak perlu bingung tentang bagaimana cara mengasuh anak threenager. Hal pertama yang harus dipahami adalah menyadari adanya fase ini dan menganggap bahwa fase threenager bukanlah hal negatif, tapi merupakan bagian dari tumbuh kembang anak.
Berikut beberapa tips untuk menghadapi anak di fase threenager:
1. Jangan terlalu keras, tapi tetap ada batasan
Gaya atau pola asuh orang tua memiliki pengaruh besar dalam kemampuan anak meregulasi emosi dan perilakunya. Ketika bereaksi terlalu keras (misalnya memberi hukuman berat atau selalu memberi kritikan tajam), anak-anak umumnya akan semakin keras menentang Anda.Sebaliknya, pola asuh yang menunjukkan kehangatan dan lebih lembut justru bisa membuat anak-anak berperilaku lebih baik. Tentunya orang tua juga harus tetap menentukan batasan, misalnya menetapkan hal yang boleh dan tidak boleh dilakukan disertai dengan pengertian.
2. Orang tua perlu mengatur emosi lebih dulu
Perlu diingat bahwa respon emosi dan perilaku orang tua bisa menjadi contoh bagi si kecil. Jadi, ketika Anda merasa kesal atau marah melihat sikap anak di fase threenager, jangan terburu-buru meluapkannya di depan anak Anda.Usahakan untuk meregulasi emosi yang Anda rasakan, tetap tenang, dan jadilah orang tua yang lebih empati. Hal ini akan berpengaruh besar pada kemampuan anak dalam belajar mengatur emosi mereka sendiri.
3. Pahami alasan di balik perilaku anak
Anak mungkin pernah melakukan hal-hal yang terkesan negatif, misalnya memukul orang lain. Sebagai orang tua, jangan terlalu fokus pada aksi yang mereka lakukan, tapi fokuslah pada apa yang membuat mereka melakukannya.Dengan mengetahui alasannya, hal ini akan membantu Anda untuk memahami mereka dan memutuskan bagaimana cara mengatasinya.
4. Bantu anak mendeskripsikan emosinya
Bantu anak untuk lebih memahami emosinya, mulai dari senang, sedih, hingga marah. Ketika anak terlihat kesal dan tantrum, Anda bisa menenangkannya lalu memberitahukan emosi apa yang sedang mereka rasakan.Anda juga bisa memberitahu hal apa saja yang boleh dan tidak boleh dilakukan ketika merasakan emosi tersebut. Meski mungkin butuh waktu, hal ini tetap bisa membantu si kecil paham akan perbedaan emosi serta bagaimana cara menyikapinya.
5. Jangan mengekang anak
Di fase threenager, sebaiknya tidak terlalu mengekang anak. Anda sebaiknya membiarkan anak untuk berekspresi dan mengeksplorasi kreativitasnya. Salah satu caranya adalah dengan mengizinkannya bermain di luar atau alam terbuka. Hal ini tak hanya menyenangkan, tapi juga membantu mereka untuk mengekspresikan diri.6. Ajarkan berbagi
Pada fase threenager, anak-anak mulai bermain secara berkelompok dengan anak-anak lain. Anda pun harus mengajarkan sikap berbagi atau bergiliran kepada si kecil lewat permainan sederhana.Berikan pengertian tentang berbagi dan bergiliran, lalu ajak anak bermain yang melibatkan hal-hal ini. Misalnya, bermain menumpuk balok kayu secara bergiliran. Bisa juga dengan memainkan suatu barang/mainan terlebih dahulu, lalu memberikannya pada anak Anda ketika gilirannya tiba.
Hal ini akan melatih kesabaran si kecil sekaligus menumbuhkan kesadaran betapa pentingnya berbagi. Mereka juga akan paham bahwa mereka pasti akan mendapatkan giliran ketika memang sudah waktunya.
7. Pastikan anak tidak mendapat stimulasi berlebih (overstimulation)
Anak di fase threenager belum sepenuhnya bisa mengatur emosi atau mengomunikasikan perasaan mereka dengan baik. Jadi, ketika mendapat stimulasi berlebih, anak umumnya akan lebih rewel dan bisa membuat orang tua kerepotan.Caranya adalah dengan membatasi hal-hal yang bisa menimbulkan stimulasi berlebih, misalnya keramaian, lampu yang terlalu terang, hingga screen time.
8. Ajak baca buku bersama
Fase threenager menjadi momen yang tepat untuk mengembangkan kemampuan berbahasa karena di usia inilah anak belajar lebih banyak kata. Membaca buku bersama jadi kegiatan yang tepat bagi anak untuk mengenal kata-kata baru dan meningkatkan kemampuan mereka dalam berkomunikasi.Tak hanya itu, aktivitas ini juga akan menstimulasi kreativitas dan membuat mereka berimajinasi yang nantinya akan berpengaruh pada kemampuan pemecahan masalah.
Penulis: Erika Erilia
Editor: Dhita Koesno