tirto.id - Masalah anemia pada remaja bisa terjadi karena kurangnya asupan zat besi yang dikonsumsi sehari-hari.
Remaja putri berisiko lebih tinggi mengalami anemia karena masa pertumbuhan fisik, pematangan reproduksi, dan transformasi kognitif yang menuntut kebutuhan zat gizi makro dan mikro yang tinggi, termasuk zat besi.
Namun remaja yang mengalami masalah anemia bisa mencegah penyakit ini di antaranya dengan membiasakan diri untuk makan teratur serta rajin mengonsumsi makanan yang mengandung zat besi tinggi.
Simak terus artikel di bawah ini untuk mengetahui penjelasan lengkap tentang masalah anemia pada remaja.
Apa Itu Anemia?
Anemia adalah kelainan pada darah yang paling umum terjadi, yakni ketika jumlah sel darah merah yang sehat dalam tubuh seseorang terlalu rendah.
Anemia merupakan gangguan gizi yang utamanya disebabkan oleh kekurangan zat besi terutama pada remaja putri.
Berdasarkan pedoman WHO, remaja dikatakan anemia jika kadar hemoglobin kurang dari 12mg/dl. Namun, hal ini dapat dipengaruhi oleh peningkatan kebutuhan zat besi, penurunan asupan zat besi, pertumbuhan fisik yang cepat, kehilangan menstruasi, dan kebutuhan zat besi yang tinggi untuk pembentukan hemoglobin (Hgb).
Remaja putri berisiko lebih tinggi mengalami anemia karena masa pertumbuhan fisik, pematangan reproduksi, dan transformasi kognitif yang menuntut kebutuhan zat gizi makro dan mikro yang tinggi, termasuk zat besi.
Menurut penelitian yang dipublikasikan tahun 2018, prevalensi anemia secara global adalah 24,8% dan prevalensi ini bahkan lebih tinggi di negara-negara berkembang (prevalensi 40,7%).
Penelitian yang berbeda menunjukkan bahwa anemia di kalangan pengungsi merupakan masalah kesehatan masyarakat.
Meskipun penyebab anemia bersifat multi-dimensi, asupan makanan yang tidak memadai untuk mikronutrien, terutama zat besi, asam folat, vitamin B-12 karena kurangnya makanan pendamping ASI yang tepat dan tingginya tingkat infeksi parasit seperti malaria dan HIV merupakan penyebab anemia yang paling umum di tempat pengungsian.
Masalah Anemia pada Remaja di Indonesia
Anemia pada remaja, khususnya remaja putri masih menjadi masalah di Indonesia. Dampak anemia cukup signifikan bagi kesehatan remaja.
Sebuah penelitian tahun 2022 berjudul "Anemia pada Remaja Putri di Jawa Barat, Indonesia: Faktor-faktor Terkait dan Konsekuensi pada Kualitas Hidup" menyoroti tentang faktor-faktor yang berhubungan dengan anemia pada remaja putri dan dampak anemia terhadap kualitas hidup.
Penelitian ini dilakukan di Kabupaten Soreang, Jawa Barat, Indonesia yang melibatkan 286 siswi berusia 15-19 tahun dengan menilai tinggi badan, berat badan, indeks massa tubuh (BMI), lingkar lengan tengah-atas (MUAC), dan sampel darah kapiler untuk menentukan kadar hemoglobin untuk mengetahui faktor yang paling memengaruhi anemia.
Prevalensi anemia adalah 14,3%. Sementara faktor-faktor yang berhubungan dengan anemia dalam penelitian ini adalah durasi keluarnya darah per menstruasi, konsumsi zat besi, berat badan, tinggi badan, dan kadar Hb.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa anemia memengaruhi domain hubungan sosial dengan prevalensi kurang dari 0,05. Lalu faktor yang paling berpengaruh terhadap anemia adalah MUAC dan durasi darah per menstruasi.
Anemia juga memengaruhi domain hubungan sosial. Pada penelitian ini, dua faktor utama yang mempengaruhi anemia adalah Hb dan durasi darah setiap siklus menstruasi.
Lalu apa sebenarnya penyebab anemia?
Penyebab Anemia pada Remaja
Ada banyak jenis Anemia dengan berbagai faktor penyebab seperti kanker, diabetes, kelainan genetik, kekurangan Vitamin B12, perdarahan kronis atau berat, dan lain-lain.
Namun, penyebab paling umum di balik Anemia adalah pengabaian nutrisi, yang juga merupakan alasan utama anemia pada remaja perempuan.
Sementara penyebab lainnya dari anemia bisa terjadi karena:
- Asupan makanan yang buruk menyebabkan kekurangan zat besi dalam tubuh
- Kekurangan vitamin penting seperti asam folat, B12, dan Vitamin C
- Asupan makanan berbasis sereal yang kaya fitat dalam waktu lama
- Konsumsi penambah zat besi yang buruk seperti Vitamin C
- Kehilangan banyak darah saat menstruasi
- Pernikahan dini di usia remaja
- Kehamilan remaja
Sesuai dengan temuan, remaja dengan BMI rendah 3,2 kali lebih mungkin mengalami anemia. Namun, BMI yang rendah bukanlah satu-satunya penyebab.
Beberapa penelitian lain melaporkan bahwa BMI yang lebih tinggi juga dikaitkan dengan prevalensi Anemia yang lebih tinggi.
Gejala-gejala Anemia
Apa saja tanda dan gejala-gejala anemia?
Umumnya, penderita anemia jarang menunjukkan tanda apa pun hingga penyakitnya berkembang. Seseorang dengan anemia sedang akan mengalami gejala-gejala seperti:
- Konjungtivitis pada mata
- Warna kuning pada kuku, lidah, dan telapak tangan
- Sesak napas
- Kelelahan
- Kehilangan nafsu makan
- Pembengkakan pada kaki
- Pucat atau putih pada kulit, kuku, telapak tangan, lidah, dan kelopak mata
- Sesak napas
- Sering sakit kepala
- Kram kaki
- Kekebalan tubuh yang buruk terhadap infeksi
- Ketidakmampuan untuk berkonsentrasi
- Rasa sakit pada mulut
- Retak di sudut bibir
- Kelelahan secara umum yang disertai dengan pusing
Pencegahan Anemia pada Remaja
Berdasarkan data Riskesdas 2018, prevalensi anemia pada remaja di Indonesia cukup tinggi, yaitu 32%.
Oleh karena itu, pencegahan dan penanggulangan anemia pada remaja putri menjadi salah satu masalah kesehatan yang menjadi fokus pemerintah.
Kekurangan zat besi merupakan salah satu penyebab utama terjadinya anemia.
Hal ini disebabkan oleh gaya hidup remaja termasuk kebiasaan asupan gizi yang kurang memadai (terutama sumber zat besi), kebiasaan minum teh dan kopi saat makan, dan kurangnya aktivitas fisik.
Di sisi lain, remaja putri membutuhkan lebih banyak zat besi pada masa pertumbuhan dan saat kehilangan darah, seperti saat menstruasi. Oleh karena itu, remaja putri lebih berisiko tinggi mengalami anemia akibat kekurangan zat besi.
Dilansir laman resmi FK UGM, pencegahan anemia pada remaja dapat dilakukan dengan beberapa hal berikut:
- Meningkatkan asupan makanan kaya zat besi;
- Suplementasi zat besi dengan mengonsumsi tablet tambah darah (TTD);
- Meningkatkan konsumsi buah dan sayur sebagai sumber vitamin C;
- Meningkatkan konsumsi sumber protein hewani;
- Menghindari konsumsi teh dan kopi ketika makan atau ketika mengonsumsi tablet zat besi; dan
- Berolahraga atau melakukan aktivitas fisik secara teratur.
Editor: Addi M Idhom