tirto.id - Modifikasi makanan khas daerah adalah upaya mengubah bentuk dan rasa, dari yang sebelumnya kurang menarik menjadi lebih baik. Namun, itu dilakukan tanpa menghilangkan keautentikannya sebagai makanan khas.
Modifikasi makanan khas bisa dianggap sebagai bentuk penyesuaian gaya hidup manusia dari tradisional menjadi modern. Modifikasi makanan khas juga berguna menarik konsumen bagi pelaku usaha.
Modifikasi makanan dapat berupa pemberian rasa baru dengan cara menambahkan bahan makanan lain, mengubah bentuknya, atau memperpanjang usia produk supaya lebih awet.
Apa Saja Bahan untuk Modifikasi Makanan Khas Daerah?
Bahan untuk modifikasi makanan khas daerah meliputi tiga aspek mulai bahan utama, bumbu, dan bahan tambahan pangan (BTP). Kendati demikian, beberapa makanan khas daerah tidak melakukan perubahan pada komposisi bumbu, guna mempertahankan keautentikan rasa. Berikut ini penjelasan bahan utama dan bahan tambahan pangan dalam modifikasi makanan khas daerah:
1. Bahan Baku Utama
Bahan baku utama adalah bahan yang paling banyak digunakan dalam makanan khas daerah. Sebagai contoh, bahan yang paling banyak digunakan dalam rendang adalah daging sapi.Modifikasi bahan baku utama dalam makanan khas daerah dapat berupa bahan nabati maupun hewani. Berikut ini contoh modifikasi bahan baku utama dalam makanan khas daerah:
- Mengganti ikan tenggiri dengan ikan lele dalam pempek. Pertimbangan modifikasi ini adalah jenis ikan lele yang lebih mudah didapatkan serta harganya terjangkau.
- Mengganti ikan tenggiri dengan nasi, yang menghasilkan pempek dos. Modifikasi ini menekankan pada bahan baku yang lebih murah dan mudah diperoleh.
2. Bahan Tambahan PanganBahan tambahan pangan merupakan bahan campuran yang tidak termasuk dalam bahan baku makanan khas daerah. BTP ditambahkan ke makanan khas daerah untuk memperbaiki sifat atau bentuk produknya. Namun, tidak ada keharusan pemberian BTP pada makanan khas daerah.
Penggunaan BTP pada makanan khas daerah tidak boleh sembarangan. Terdapat beberapa hal yang harus diperhatikan, mulai dari penggunaan BTP yang berizin, jumlah takaran yang diperbolehkan, hingga penyesuaian karakter. Berikut ini contoh BTP untuk modifikasi makanan khas daerah:
- Pemanis (sweetener)
- Pembentuk gel (gelling agent)
- Pengatur keasaman (acidity regulator)
- Pengawet (preservatif)
- Pengembang (raising agent)
- Pengemulsi (emulsifier)
- Penguat rasa (flavour enhancer)
- Perisa (flavouring)
- Pewarna (colour)
- Penambahan perisa dan pewarna makanan rasa keju, rasa balado, atau rasa jagung pada cireng. Dibandingkan rasa cireng yang hanya asin dan gurih, penambahan perisa membuat rasanya menjadi lebih bervariasi.
- Penambahan pewarna makanan pada cireng sehingga hasil produknya menjadi warna-warni.
Contoh Makanan Khas Daerah yang Dimodifikasi
Contoh makanan khas daerah yang dimodifikasi di Indonesia dapat ditemukan di pasaran. Misalnya, penggunaan ikan lele sebagai bahan baku utama pempek, menggantikan ikan tenggiri. Selain mudah didapatkan, ikan lele memiliki harga yang lebih murah.
Di sisi lain, macam-macam bahan untuk modifikasi makanan khas daerah dikelompokan menjadi beberapa berdasarkan tujuan. Berikut ini macam-macam modifikasi makanan khas daerah disertai contohnya:
1. Makanan khas daerah modifikasi variasi rasa
Makanan khas daerah dapat dimodifikasi untuk menambahkan cita rasa berbeda. Berikut ini contohnya:- Makanan khas Semarang, lumpia rebung, dimodifikasi menjadi lumpia isi jamur, ikan, kepiting, aneka sayur, dan udang.
- Telur asin dimodifikasi menjadi telur asin bakar, panggang, berasa pedas, atau dimasak seperti ikan pindang.
- Makanan khas Jogja, bakpia, dimodifikasi sehingga memiliki rasa beragam, mulai dari keju, coklat, durian, ubi ungu, hingga teh hijau.
- Bika ambon dimodifikasi sehingga memiliki varian rasa seperti pandan, moka, dan keju.
2. Makanan khas daerah modifikasi variasi bentukMakanan khas daerah dapat dimodifikasi sehingga bentuknya berbeda tetapi rasanya tetap autentik. Berikut ini contohnya:
- Rendang menjadi burger rendang
- Cendol menjadi puding cendol.
- Klepon yang dipadukan dengan cake.
- Teri balado yang disajikan menjadi susi teri balado.
3. Makanan khas daerah modifikasi usia produkMakanan khas daerah yang mudah basi dapat dimodifikasi sehingga usia produknya tahan lama. Metode yang dapat digunakan dalam modifikasi ini di antaranya adalah penambahan asam sitrat, fermentasi, penggaraman, pemanisan, pengeringan, serta pendinginan. Berikut ini contohnya:
- Penambahan asam sitrat pada manisan buah.
- Penambahan garam pada ikan asin.
4. Makanan khas daerah modifikasi cara pengolahanMakanan khas daerah dapat dimodifikasi dari segi cara pengolahannya, dengan tujuan peningkatan mutu, tingkat higienis, dan keawetan. Berikut contohnya:
- Pengolahan dadih yang dilakukan lebih higienis.
- Perubahan pengolahan bakpia Yogyakarta, dari yang mulanya dioven menjadi dikukus.
- Bandeng dipresto sehingga durinya lunak serta tahan lama.
5. Makanan khas daerah modifikasi kemasanMakanan khas daerah dapat dimodifikasi kemasannya sehingga melindungi serta mengurangi kerusakan produk ketika distribusi, penyimpanan, hingga penjualan. Berikut ini contohnya:
- Gudeg kemasan besek menjadi kemasan kaleng.
- Jamu gendong menjadi jamu kemasan botol.
- Telur asin kemasan besek menjadi kemasan kardus.
Adapun contoh lain makanan khas daerah yang dimodifikasi sebagai berikut:
1. Dadih Minangkabau
Melakukan inovasi rasa pada dadih minangkabau sehingga lebih disukai banyak kalangan. Selain itu, modifikasi proses produksi sehingga lebih higienis dan efisien sampai pengawetan dan pengemasan yang lebih baik.
2. Ikan Asin
Melakukan produksi ikan asin dengan bentuk ready to eat (RTE), sehingga pelanggan dapat mengonsumsi langsung tanpa mengolah.
3. Mochi
Mochi bisa dimodifikasi menjadi beragam bentuk, tidak hanya bulat. Selain itu, makanan khas ini juga bisa divariasikan dari segi rasa, isi, dan kemasannya.
4. Keripik buah
Memodifikasi makanan khas keripik buah dengan cara meningkatkan mutu produk, memvariasikan jenis buah yang dipakai, atau mengubah kemasannya agar lebih awet.
5. Rendang
Modifikasi rendang dapat dilakukan dari berbagai aspek, mulai dari level kepedasan, peningkatan mutu daging, hingga keawetan, dengan batuan pengemasan lebih baik.
Penulis: Syamsul Dwi Maarif
Editor: Fadli Nasrudin