Menuju konten utama

Contract Farming: Pangan Jakarta Aman, Petani Desa Diuntungkan

Antusiasme petani dalam contract farming didorong kepastian pembelian dan adanya margin tambahan atas gabah yang dijual.

Contract Farming: Pangan Jakarta Aman, Petani Desa Diuntungkan
Panen pagi bersama program Contract Farming 2025. tirto.id/Hendra Friana

tirto.id - Sejak dibentuk pada September 2023, Kelompok Usaha Bersama (KUB) Petani Organik Panjalu di Kabupaten Kediri, Jawa Timur, belum pernah mencatat lonjakan anggota sebesar yang terjadi pada awal 2025. Menurut perwakilan KUB, Wahyu Sutiarno, peningkatan itu terjadi setelah kelompoknya dilibatkan dalam program contract farming hasil kerja sama antara Pemkab Kediri dan Pemprov DKI Jakarta.

Hingga kini, sebanyak 165 petani telah bergabung dengan KUB Petani Organik Panjalu. Mereka berasal dari petani organik di Kecamatan Purwoasri yang belum atau sudah bergabung dengan kelompok usaha lain. Dari jumlah tersebut, 65 petani di antaranya bergabung dengan sistem unik, di mana para petani menanamkan modal dalam bentuk saham yang kemudian dikelola bersama. Jika usaha menghasilkan keuntungan, maka hasilnya akan dibagi berdasarkan Sisa Hasil Usaha (SHU).

KUB Petani Organik Panjalu sendiri mulai menjajaki program contract farming pada Januari 2025. Setelah penjajakan selesai, tim studi kelayakan (feasibility study/FS) dari PT Food Station Tjipinang Jaya—BUMD yang ditugaskan Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jakarta untuk mengelola program—berkunjung ke Purwoasri pada Februari 2025. Mereka meninjau lahan yang direncanakan menjadi lokasi proyek pertanian kontrak. Program baru dimulai pada Mei setelah berbagai hal teknis disepakati.

"Setelah tim FS datang, mereka bilang, ‘Wah, ini bagus sekali’. Bukan cuma dari Pemprov Jakarta dan Pemkab Kediri yang antusias, tapi pelaku langsung seperti Food Station juga bilang, ‘Ini memang perlu dikerjakan’," kata Wahyu, mengutip kesan dari tim studi saat kunjungan tersebut.

Dihubungi terpisah, Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Dinas Pertanian dan Perkebunan (Dispertabun) Kabupaten Kediri, Sukadi, menjelaskan bahwa potensi produksi beras yang tinggi menjadi alasan utama Pemprov DKI tertarik menyewa 2.800 hektare lahan pertanian di Purwoasri. Dalam setahun, luas panen padi di wilayah ini bisa mencapai 6.000 hektare: masing-masing 2.800 hektare pada musim panen pertama dan kedua, serta 300-400 hektare pada musim ketiga.

Tak hanya padi, lahan-lahan tersebut juga ditanami komoditas pangan lainnya. "Target utama dari program ini adalah hasil panen bisa terserap maksimal, dan petani mendapatkan harga jual yang lebih baik. Dalam sistem contract farming, harga sudah disepakati sejak awal, dan biasanya lebih tinggi dari harga pasar," jelas Sukadi kepada Tirto.

Antusiasme para petani bergabung dalam contract farming bukan tanpa alasan. Dalam kerja sama ini, Food Station berkomitmen membeli gabah dari petani dengan harga minimal Rp6.500 per kilogram (kg), setara atau sedikit lebih tinggi dari harga beli Perum Bulog. Tak hanya itu, ada margin tambahan dalam pembelian komoditas tersebut.

Sebagai contoh, jika harga dasar pembelian Rp6.500 per kg, Food Station akan membayar Rp6.650 per kg kepada petani. Skema ini memungkinkan petani memperoleh pendapatan lebih tinggi dibanding jika menjual ke Bulog atau pasar biasa.

"Artinya lebih besar dari Bulog, tidak sama. Di kontraknya memang begitu. Misalnya sekarang harga pasaran gabah Rp7.000–Rp7.100 per kg, maka pembelian Food Station tetap lebih tinggi. Jadi, ada nilai plus-nya," ujar Wahyu.

 Contract Farming 2025

Panen pagi bersama program Contract Farming 2025. tirto.id/Hendra Friana

Sejak kerja sama dimulai, KUB telah mengirim beras pecah kulit sebanyak 1–2 kali, dengan pengiriman terakhir pada Juni lalu. Selain itu, Pemkab Kediri juga menjalin kontrak pengiriman nanas ke Jakarta.

"Secara total, sudah ada tiga kali pengiriman gabah dan satu atau dua kali pengiriman beras pecah kulit. Bulan Juni ini juga ada," kata Kepala Dispertabun Kabupaten Kediri, Sukadi.

Sebagai bagian dari dukungan awal, Food Station juga telah menyalurkan 500 kg benih untuk lahan seluas 50 hektare. Meski nilai tambah dan kepastian pasar sudah dirasakan petani, Sukadi menyebut pihaknya masih meminta komitmen tambahan dari Pemprov DKI dan Food Station untuk membangun fasilitas penggilingan.

Fasilitas ini penting agar gabah bisa diolah menjadi beras sesuai standar Food Station, sekaligus mendorong hilirisasi di Kediri. "Kami sudah bicara, dan Food Station menyatakan setuju," ungkapnya.

Kerja sama pertanian kontrak ini juga berdampak pada peningkatan dividen yang diterima petani anggota KUB. Di akhir 2023—tahun pertama berdirinya KUB—dividen yang dibagikan hanya sekitar 10 juta lembar saham. Namun, pada semester pertama 2025, nilainya melonjak hingga 50 juta lembar, meski pembagian baru akan dilakukan di akhir tahun.

"Target kami sampai akhir tahun adalah membagikan SHU dua kali lipat dari tahun lalu. Harapannya bisa mencapai 120 juta lembar saham," ujar Wahyu.

Wahyu enggan menyebut berapa rupiah peningkatan pendapatan yang ia dan kawan-kawannya dapat per bulan. Namun, dividen yang diperoleh sudah mencerminkan potensi penghasilan yang didapat para petani organik tersebut pada akhir 2025.

"Artinya, secara kesejahteraan kan naik drastis. Luar biasa signifikan. Ini (dividen) profit lho, ya. Bukan omzet. Kalau omzet ya, lumayan lebih besar," tambah dia.

Dengan telah disetujuinya rencana pembangunan fasilitas penggilingan beras yang lebih memadai di Kediri, Wahyu berharap pendapatan petani bisa meningkat lebih tinggi. Selain itu, kesejahteraan petani juga diharapkan lebih meningkat, apalagi kontrak yang dijalani oleh Pemkab Kediri dan Pemprov Jakarta berjalan tanpa batas waktu.

Tak hanya itu, pascakerja sama berlangsung, KUB Petani Organik Panjalu juga telah membeli drone pertanian atau drone sprayer yang berfungsi menyemprotkan pupuk ke lahan-lahan pertanian. Ini menjadi sebuah kemajuan karena sebelumnya penyemprotan dilakukan secara manual.

"Karena tahun ini kan keuntungannya naik drastis nih. Secara otomatis kan persentase untuk pengembangan ke organiknya kan harus makin tinggi. Jadi, tahun ini selain kita membagi dividen, kita juga membantu teman-teman untuk penyemprotan (pupuk) menggunakan drone dan itu free," tutur Wahyu.

Wahyu juga berharap produksi padi KUB Petani Organik Panjalu dapat mengalami peningkatan dengan bantuan pupuk tersebut. Dengan demikian, beras yang dihasilkan tak hanya mampu memenuhi kebutuhan konsumsi masyarakat Kediri saja, melainkan juga Jakarta dan daerah lainnya di Indonesia.

Sementara itu, sebagai daerah dengan luas panen padi hanya sebanyak 498,31 hektare dan produksi sebesar 2.306,54 ton, pertanian kontrak menjadi salah satu solusi bagi Pemprov Jakarta untuk mencukupi kebutuhan pangan warga. Apalagi, pada tahun ini kebutuhan beras untuk wilayah Jakarta diperkirakan mencapai 2.580 ton per hari atau 941.791 ton per tahun.

Untuk memenuhi kebutuhan beras bagi lebih dari 11 juta warga Jakarta, Pemprov DKI Jakarta telah menjalin kerja sama dengan pemerintah daerah dari berbagai wilayah seperti Jawa Tengah, Jawa Barat dan Jawa Timur. Kerja sama dengan berbagai daerah tersebut dipimpin oleh Food Station sebagai BUMD pangan milik Pemprov Jakarta. Sampai akhir tahun ini, Food Station menarget bakal ada kerja sama contract farming di lahan seluas 7.500 hektare.

 Contract Farming 2025

"Salah satu persoalan utama Jakarta, karena kalau di Karawang ini ada 87 ribu hektare luasnya, di Jakarta itu hanya ada 400 hektare [sawah], untuk memenuhi [kebutuhan] lebih dari 11 juta (warga)," ujar Pramono, dalam penandatangan Nota Kesepahaman (Memorandum of Understanding/MoU) dengan Pemerintah Kabupaten Karawang, untuk menambah pengadaan beras sebanyak 600 hektare melalui program pertanian kontrak, di Karawang, Jawa Barat, Selasa (6/5/2025).

Menurut Pram, sapaan Pramono, kerja sama pertanian kontrak dengan Pemkab Karawang dilakukan dengan pertimbangan jarak yang dekat, serta pasokan beras yang cukup berlimpah. Melalui kerja sama pengadaan beras dengan Pemkab Karawang, nantinya lahan sawah yang disediakan dapat bertambah dari yang saat ini hanya seluas 600 hektare.

Melalui kerja sama ini, Pemprov Jakarta memberikan bantuan bibit, traktor, hingga semprotan kepada para petani di Karawang. Pramono menyebut, bantuan tersebut diberikan agar Pemprov Jakarta dan Pemkab Karawang dapat bertumbuh bersama-sama.

"Dalam kesempatan ini, Pemerintah Jakarta melalui Food Station memberikan bantuan bibit, traktor, semprotan, dan sebagainya. Menurut saya, yang tidak kalah pentingnya adalah bagaimana secara bersama-sama Pemerintah Karawang dan Pemerintah Jakarta ini bisa tumbuh bersama," tambah Pramono.

Adapun kerja sama pertanian kontrak di Kediri dimulai dengan pengiriman beras jenis PK1 sebanyak 40 ton dengan harga Rp10.800 per kg ke Jakarta. Melalui kerja sama ini, setiap bulannya Food Station akan mendapat pasokan beras sebanyak 82 ribu ton dari petani di Kabupaten Kediri.

Dalam kerja sama ini, Food Station ‘menyewa’ 500 hektare lahan pertanian di Kediri. Sebagai imbalan, badan usaha punya daerah itu meminta para mitra untuk membeli gabah kering panen dari petani setara dengan pembelian GKP yang dilakukan Bulog, yakni minimal Rp6.500 per kg. "Ini seluruh panennya kami beli, terkait dengan harga kami pasti memberikan harga terbaik," kata Direktur Utama Food Station, Karyawan Gunarso, seperti dikutip Antara.

Karyawan meyakini, melalui kerja sama pertanian kontrak, akan berdampak langsung pada peningkatan pasokan dan efisiensi logistik beras di Jakarta. "Ini tentu penting untuk membangun ekosistem ketahanan pangan. Bapak Gubernur dan Bapak Bupati yang kami hormati, tentu Jakarta selaku pusat ekonomi nasional dengan pangsa pasar yang sangat besar," kata Karyawan di Karawang, Jawa Barat.

Sementara itu, Ekonom dari Asosiasi Ekonomi Politik Indonesia (AEPI), Khudori, menjelaskan, program pertanian kontrak hanya akan benar-benar berjalan efektif apabila dikerjakan dengan kelompok tani. Sebab, dalam sebuah kelompok tani terdapat kelembagaan yang menyatukan para petani.

Sebaliknya, program pertanian kontrak dengan petani individu, kendati ditengahi oleh pemerintah daerah, akan sulit dilaksanakan. Masalahnya, tak banyak kelompok petani yang benar-benar ‘kelompok tani’ dan bekerja untuk kelompoknya.

"Poktan (Kelompok Tani) selama ini seringkali dibentuk untuk merespons berbagai program pemerintah. Idealnya, petani itu berkelompok. Mereka menyatu dalam kelembagaan, apapun namanya. Kelembagaan itu bukan hanya ngurusi on farm, tapi juga sampai off farm. Terutama ke urusan pasar. Syukur-syukur juga ngurus pengolahan, jadi bukan produk segar," jelas Khudori kepada Tirto, dikutip Kamis (24/7/2025).

Baca juga artikel terkait PEMPROV DKI atau tulisan lainnya dari Qonita Azzahra

tirto.id - Insider
Reporter: Qonita Azzahra
Penulis: Qonita Azzahra
Editor: Hendra Friana