tirto.id - Apakah orang dewasa boleh puasa setengah hari? Umat Islam harus tahu hukum hingga kegunaan puasa setengah hari.
Puasa artinya menahan diri dari makan, minum, hubungan seksual suami istri, dan segala hal yang membatalkan dengan niat karena Allah Swt.
Puasa Ramadan dilaksanakan dalam rentang waktu sejak terbit fajar (azan subuh) hingga terbenamnya matahari (Magrib). Namun, ada sebagian orang yang melaksanakan puasa setengah hari.
Lantas, Apakah boleh puasa setengah hari bagi orang dewasa? Apakah orang yang puasa bedug bisa melanjutkan puasanya setelah siang hari? Apakah puasanya sah atau justru haram hukumnya?
Hukum Puasa Ramadhan Setengah Hari untuk Orang Dewasa
Waktu pelaksanaan puasa pada hakikatnya dimulai sejak fajar terbit hingga terbenamnya matahari. Sementara itu, puasa beduk dimulai dari fajar kemudian berbuka saat Zuhur lalu melanjutkan puasa hingga Maghrib tiba.
Pada dasarnya tidak ada syariat dalam Islam tentang pelaksanaan puasa beduk atau puasa setengah hari. Adanya puasa beduk merupakan upaya pengenalan dan pembiasaan untuk anak-anak terhadap ibadah puasa Ramadan. Hal ini sah-sah saja dilaksanakan oleh anak-anak yang belum balig.
Puasa setengah hari haram hukumnya bagi orang dewasa sebab ia membatalkan puasa bukan pada waktunya. Namun, ada pengecualian bagi muslim yang memiliki uzur syar'i sehingga diperbolehkan baginya berbuka lebih awal. Dalam kitab Al-Muhaddzab, Imam As-Syairazi menerangkan:
“Diharamkan makan minum bagi orang yang berpuasa, karena firman Allah SWT, ‘Makan dan minumlah hingga jelas bagimu (perbedaan) antara benang putih dan benang hitam (waktu fajar), kemudian sempurnakanlah puasa sampai datang waktu malam.’” (Al-Muhadzzab fî Fiqhis Syafi’i, [Beirut, Darul Kutub Ilmiyyah], juz I, halaman 331).
Hadis di atas secara tegas menerangkan bahwa orang yang berpuasa boleh berbuka hanya boleh berbuka pada waktu malam, tepatnya ketika matahari terbenam (Magrib). Dengan demikian, telah jelas bahwa orang dewasa tidak boleh berpuasa setengah hari sehingga haram hukumnya berpuasa setengah hari bagi orang dewasa.
Dalam kitab tersebut juga dijelaskan terkait puasa setengah hari. Berikut penjelasannya:
“Adapun anak kecil, maka tidak wajib baginya berpuasa, karena ada hadis Nabi SAW, ‘Kewajiban diangkat dari tiga orang, yaitu anak kecil hingga ia baligh, orang yang tidur hingga bangun, orang gila sampai ia sadar.’ Anak kecil berumur tujuh tahun diperintahkan untuk berpuasa apabila ia kuat, dan anak yang sudah berumur sepuluh tahun dipukul jika meninggalkan puasa, diqiyaskan dengan salat,”
Tidak semua anak-anak kuat melaksanakan puasa sehari penuh. Karenanya, sesuai redaksi penjelasan Imam Asy-Syairazi di atas, ada penekanan frasa ‘apabila kuat’, yang mengindikasikan diperbolehkannya melaksanakan puasa secara bertahap. Maksudnya, anak-anak boleh menunaikan puasa setengah hari ketika belum balig, baru kemudian berpuasa sehari penuh setelah cukup umur.
Salah seorang sahabat nabi juga mendidik anaknya untuk membiasakan puasa. Sebagaimana dijelaskan dalam hadis riwayat Bukhari berikut ini:
"Dari Rubayyi’ binti Mu’awwidz, ia berkata bahwa suatu pagi di hari Asyura’, Nabi SAW mengutus seseorang mendatangi salah satu kampung penduduk Ansor untuk menyampaikan pesan, ‘Barangsiapa yang pagi hari telah makan, maka hendaknya ia puasa hingga Magrib, dan siapa yang pagi ini berpuasa maka lanjutkan puasanya.’ Rubayyi’ berkata, kemudian kami mengajak anak-anak untuk berpuasa, kami buatkan bagi mereka mainan dari kain. Jika mereka menangis, maka kami beri mainan itu, begitu seterusnya sampai datang waktu berbuka,”(Fathul Bârî Syarh Shahîhil Bukhâri, [Darul Ma’rifah, Beirut], juz IV, halaman 201).
Dengan demikian, disimpulkan bahwa puasa beduk diharamkan bagi orang dewasa, tetapi dibolehkan untuk anak-anak. Puasa beduk bagi anak-anak juga perlu dibarengi penjelasan dan pendidikan bahwa hakikatnya pelaksanaan puasa berlangsung sejak Subuh hingga Magrib.
Apa Saja Uzur Syari dalam Puasa Ramadhan?
Uzur syar'i merupakan keadaan di luar kemampuan manusia, sehingga seorang muslim mukalaf boleh tidak menjalankan ibadah wajib seperti puasa Ramadan.
Kelompok dengan kondisi uzur puasa di antaranya musafir, orang sakit, orang jompo, wanita hamil, orang yang tercekik haus dan orang yang tercekik lapar, hingga wanita menyusui.
Meskipun ada kemudahan, kelompok di atas tetap berkewajiban mengqada atau membayar utang puasa di luar Ramadan sesuai jumlah hari yang telah ditinggalkan. Hal ini ditegaskan Allah Swt. dalam Surah Al-Baqarah ayat 185 sebagai berikut:
"[Yaitu] beberapa hari tertentu. Maka, siapa di antara kamu sakit atau dalam perjalanan [lalu tidak berpuasa], [wajib mengganti] sebanyak hari [yang dia tidak berpuasa itu] pada hari-hari yang lain. Bagi orang yang berat menjalankannya, wajib membayar fidyah, [yaitu] memberi makan seorang miskin. Siapa dengan kerelaan hati mengerjakan kebajikan,51] itu lebih baik baginya dan berpuasa itu lebih baik bagimu jika kamu mengetahui," (QS. Al-Baqarah [2]: 184).
Penulis: Nurul Azizah
Editor: Fadli Nasrudin
Penyelaras: Syamsul Dwi Maarif