Menuju konten utama

15 Pahlawan Nasional Wanita dan Kisah Perjuangannya

Pahlawan wanita nasional yang dikukuhkan oleh pemerintah Indonesia punya peran yang berbeda-beda di zamannya masing-masing. Berikut ini daftar nama-namanya.

15 Pahlawan Nasional Wanita dan Kisah Perjuangannya
Tokoh Pahlawan Perempuan Indonesia. (FOTO/Tirto.id)

tirto.id - Pahlawan nasional merupakan gelar kehormatan bagi tokoh yang punya peran signifikan bagi bangsa, terutama di masa perjuangan kemerdekaan. Gelar tersebut biasanya dikukuhkan oleh pemerintah Indonesia beberapa waktu sebelum peringatan Hari Pahlawan 10 November.

Sosok yang menyabet gelar pahlawan nasional tidak hanya berasal dari kaum laki-laki, melainkan juga perempuan. Penentuannya bukan berdasarkan gender, melainkan jasa dan kontribusinya bagi bangsa.

Kebanyakan pahlawan Indonesia perempuan mengambil peran di bidang pendidikan. Namun, tidak sedikit pula pahlawan wanita nasional yang ikut berperang, baik itu melawan penjajah Belanda maupun Jepang.

Lantas, siapa saja tokoh perempuan yang berjasa bagi Indonesia? Setidaknya ada lebih dari 10 pahlawan nasional wanita yang telah dikukuhkan namanya oleh pemerintah Indonesia. Simak di bawah ini.

15 Pahlawan Nasional Wanita yang Berjasa bagi Bangsa dan Negara

Nama-nama di bawah ini merupakan tokoh yang berjasa bagi bangsa dan negara Indonesia, baik pahlawan wanita yang ikut berperang maupun sosok pejuang di belakang layar alias mereka yang tidak terjun langsung di medan tempur. Berikut ulasan 15 pahlawan nasional wanita beserta asal daerah dan kisah perjuangan singkatnya:

1. Martha Christina Tiahahu

Martha Christina Tiahahu merupakan pahlawan wanita nasional asal Maluku. Ia termasuk pahlawan wanita yang ikut berperang melawan kolonialisme zaman Hindia Belanda. Pada 1817, ia berjuang di medan perang, memimpin pasukan melawan Belanda.

Berkat jasanya, pemerintah Indonesia menyematkan gelar pahlawan nasional kepada Christina Tiahahu, melalui Surat Keputusan (SK) Presiden RI No. 012/TK/Tahun 1969.

2. Laksamana Malahayati

Laksamana Malahayati termasuk pahlawan wanita yang ikut berperang, selain Christina Tiahahu. Malahayati, pahlawan wanita nasional asal Aceh, juga termasuk pahlawan wanita berhijab, yang turun ke medan perang bersama rakyat dan para pejuang di Serambi Mekkah melawan penjajah. Ia berperan sebagai panglima perang yang memimpin pasukan laut Aceh melawan Belanda pada abad ke-16.

Meskipun perjuangannya di medan tempur telah lewat berabad-abad lamanya, Malahayati baru didapuk sebagai pahlawan nasional pada 2017. Ia diberi gelar pahlawan nasional oleh pemerintah Indonesia di masa pemerintahan Joko Widodo, melalui SK Presiden Nomor 115/TK/Tahun 2017, 6 November 2017.

3. Cut Nyak Meutia

Tidak hanya Malahayati dan Christina Tiahahu yang termasuk sebagai pahlawan wanita yang ikut berperang. Cut Nyak Meutia, perempuan Aceh kelahiran Perlak, tahun 1870, juga termasuk di antaranya. Ia adalah seorang panglima Aceh yang memimpin perjuangan melawan Belanda, bersama suaminya, Teuku Cik Tunong, menyerang patroli-patroli Belanda di pedalaman Aceh.

Setelah suaminya meninggal karena tertembak serdadu Belanda, Cut Meutia menikah lagi dengan Pang Nangru, kawan akrab Cik Tunong, dan melanjutkan perjuangan. Namun, pada 26 September 1910, Pang Nangru gugur dalam pertempuran di Paya Ciciem.

Cut Meutia berhasil meloloskan diri dan diserahi tugas untuk memimpin pasukan yang berkekuatan hanya 45 orang dengan 13 pucuk senjata. Dengan seorang anaknya bernama Raja Sabil yang berumur sebelas tahun, Cut Meutia melanjutkan perjuangan. Namun, suatu hari ia terkepung dan meninggal dunia pada tahun 1910.

Jasa Cut Meutia dalam perjuangan melawan penjajahan Belanda akhirnya diapresiasi oleh pemerintah Indonesia. Pada 1964, ia dianugerahi gelar pahlawan nasional melalui SK Presiden Nomor 107/1964, 1964.

4. Raden Adjeng Kartini

Raden Adjeng Kartini merupakan pahlawan wanita nasional yang paling terkenal. Perempuan asal Jepara, Jawa Tengah, ini merupakan seorang tokoh perempuan yang memperjuangkan hak-hak perempuan dan pendidikan bagi kaum wanita pada awal abad ke-20.

Ia merupakan salah satu sosok yang berjasa mendirikan Sekolah Kartini yang sekarang sudah tersebar di Semarang, Surabaya, Yogyakarta, Malang, Madiun, Cirebon, dan kota-kota lainnya. Kartini terkenal berkat surat-suratnya yang kemudian diterbitkan menjadi buku berjudul Door

Duisternis tot Licht (Habis Gelap Terbitlah Terang).

Berkat jasa-jasanya di bidang pendidikan dan pemberdayaan perempuan pada era kolonial, RA Kartini dianugerahi gelar pahlawan nasional oleh pemerintah Indonesia melalui SK Presiden Nomor 108 Tahun 1964, 2 Mei 1964.

5. Cut Nyak Dien

Cut Nyak Dien termasuk pahlawan wanita yang ikut berperang bersama masyarakat Aceh, tanah kelahirannya.

Pada 1873, ketika Perang Aceh pecah, suami Cut Nyak Dien, Teuku Ibrahim Lamnga, meninggal dunia, gugur di medan pertempuran. Sejak itu, ia melanjutkan perjuangan suaminya melawan penjajahan Belanda. Ia terus bergerilya bersama pejuang Nusantara lainnya hingga usianya menginjak 50 tahun.

Pahlawan wanita nasional asal Aceh ini diberi gelar pahlawan oleh pemerintah Indonesia melalui SK Presiden Nomor 108 Tahun 1964, 2 Mei 1964.

6. Dewi Sartika

Dewi Sartika merupakan pahlawan Indonesia wanita yang berasal dari Jawa Barat. Mirip seperti RA Kartini, Dewi Sartika berjuang di bidang pemberdayaan perempuan dan pendidikan.

Pada 16 Januari 1904, Dewi Sartika mendirikan sebuah sekolah bernama Sekolah Istri. Awalnya, murid di sana hanya 20-an, tetapi kemudian berkembang semakin banyak. Pada 1910, sekolah tersebut berganti nama menjadi Sekolah Keutamaan Istri.

Berkat jasanya di bidang pendidikan, Dewi Sartika digelari pahlawan nasional oleh pemerintah Indonesia pada 2 Mei 1964. Gelar itu dikukuhkan dalam SK Presiden Nomor 108 Tahun 1964.

7. Andi Depu Maraddia Balanipa

Andi Depu Maraddia Balanipa, pahlawan wanita berjilbab asal Tinambung, Polewali Mandar, Sulawesi Barat, merupakan seorang pejuang yang memimpin pasukan melawan Belanda pada 1946.

Perjuangan Andi Depu tidak sebentar. Ia termasuk pahlawan wanita yang ikut berperang melawan Belanda dan Jepang.

Pada 1943, ia ikut merintis Fujinkai di Mandar sebagai organisasi gerakan wanita. Tidak hanya pada masa penjajahan, saat Indonesia baru saja merdeka pada 1945, Andi Depu dengan sergap menyebarkan berita proklamasi ke seluruh wilayah Mandar.

Pada 8 November 2018, berkat jasa-jasanya bagi bangsa Indonesia, Andi Depu dianugerahi gelar pahlawan nasional melalui Keputusan Presiden RI Nomor 123/TK/2018.

8. Maria Walanda Maramis

Maria Walanda Maramis merupakan pahlawan nasional asal Minahasa, Sulawesi Utara. Ia bukan termasuk pahlawan wanita yang ikut berperan.

Peran Maria dalam perjuangan kemerdekaan lebih banyak di bidang pendidikan. Ia punya andil besar memperjuangkan hak-hak perempuan dan pendidikan anak pada awal abad ke-20.

Salah satu jasa Maria Walanda Maramis adalah mendirikan PIKAT (Percintaan Ibu Kepada Anak Temurunnya). Melalui organisasi itu, ia bersama ibu-ibu lainnya mengajar anak-anak dan perempuan yang sudah lulus sekolah dasar. Di situ, mereka diajarkan memasak, menjahit, merawat bayi, dan kerajinan tangan.

Gelar pahlawan diberikan oleh pemerintah Indonesia kepada Maria Walanda Maramis melalui SK Presiden RI No. 012/TK/Tahun 1969.

9. Siti Manggopoh

Siti Manggopoh termasuk salah satu di antara beberapa pahlawan wanita berhijab yang ikut berjuang di era kolonialisme. Berasal dari Manggopoh, Agam, Sumatra Barat, Siti Manggopoh ikut berjuang di medan perang bersama suaminya.

Karena aksi heroiknya di medan pertempuran, Mande Siti dijuluki sebagai Singa Betina dari Manggopoh. Berkat jasanya melawan penjajah, Mande Siti mendapat gelar pahlawan nasional dari pemerintah Indonesia melalui SK Presiden Nomor 108 Tahun 1964, 2 Mei 1964.

10. Hajjah Rangkayo Rasuna Said

Hajjah Rangkayo Rasuna Said merupakan pahlawan asal Maninjau, Agam, Sumatra Barat. Ia termasuk salah satu pahlawan wanita berhijab, yang berperan di bidang pendidikan dan perjuangan hak-hak anak.

Perjuangan Rasuna Said bermula pada 1926 ketika ia bergabung dengan Sarekat Rakyat, organisasi akar dari Sarekat Dagang Islam (SDI). Lalu, pada 1930, tokoh pejuang asal Sumatra Barat itu bergabung dengan Persatuan Muslimin Indonesia (PMI atau Permi).

Namun, ketika Permi bubar pada 1937, Rasuna Said memilih hijrah ke Medan. Di sana ia mendirikan sekolah bernama Perguruan Puteri. Pada periode yang sama, sembari menjalankan sekolah itu, ia memimpin redaksi majalah Menara Poetri.

Berkat jasanya memperjuangkan hak-hak wanita di masa penjajahan Belanda, juga anak-anak, Rasuna Said mendapat gelar pahlawan dari pemerintah Indonesia. Anugerah itu diberikan melalui SK Presiden Nomor 084/TK/Tahun 1974, tertanggal 13 Desember 1974.

11. Fatmawati Soekarno

Fatmawati Soekarno, tokoh pahlawan Indonesia wanita asal Bengkulu, yang juga merupakan istri dari Presiden Soekarno.

Anak dari Hassan Din dan Siti Chatidjah ini punya andil juga di masa-masa perjuangan kemerdekaan Indonesia, selain suaminya. Salah satu jasanya adalah menjadi penjahit Sang Saka Merah Putih yang dikibarkan di hari pembacaan Proklamasi Kemerdekaan Indonesia.

Fatmawati digelari pahlawan nasional oleh suaminya sendiri, yang kala itu masih menjabat presiden. Gelar itu dikukuhkan melalui SK Presiden Nomor 108 Tahun 1964, 2 Mei 1964.

12. Nyi Ageng Serang

Nyi Ageng Serang berasal dari Purwodadi, Jawa Tengah. Ia termasuk pahlawan wanita yang ikut berperang. Bahkan, dia adalah pemimpin pasukan perang melawan Belanda pada 1825.

Nyi Ageng Serang tidak lain merupakan nenek dari Ki Hajar Dewantara. Berkat jasanya di masa perjuangan kemerdekaan, dia dikukuhkan sebagai pahlawan nasional melalui SK Presiden RI No.084/TK/1974.

13. Opu Daeng Risadju

Opu Daeng Risadju bisa dibilang sebagai pahlawan wanita indonesia yang jarang diketahui. Asalnya dari dari Sulawesi Selatan.

Pada periode 1880-1962, Risadju menjadi anggota Partai Syarekat Islam Indonesia (PSII) cabang Parepare. Selama itu juga ia dengan giat menyebarkan propaganda tentang Islam.

Peran aktifnya di partai itu membuat Risadju ditangkap dan dipenjara selama 14 bulan oleh pemerintah kolonial.

Risadju menjadi sasaran kolonial sejak sebelum kemerdekaan hingga pasca proklamasi. Ketika Netherlands-Indies Civil Administration (NICA) datang kembali ke tanah air, ia menjadi sasaran tangkap, disiksa hingga tuli di Penjara Bajo.

14. Nyai Ahmad Dahlan

Nama aslinya adalah Siti Walidah. Sejak bersuami KH Ahmad Dahlan, ia lebih dikenal sebagai Nyai Ahmad Dahlan. Ia lahir di Kauman pada 1872. Ayahnya adalah Kyai Penghulu Haji Muhammad Fadhil.

Nyai Ahmad Dahlan menaruh perhatian besar terhadap buruh perempuan di bawah pemerintahan Hindia Belanda, terutama di unit usaha batik Kauman. Sejak itu juga perjuangannya lebih condong di bidang pendidikan dan hak-hak perempuan.

Selain membantu perjuangan suaminya, ia juga berjuang sendirian. Misalnya, menyediakan asrama untuk perempuan pekerja batik di Kauman. Di sana, ia menyelipkan pengajaran sederhana kepada mereka.

Berkat jasanya, Nyai Ahmad Dahlan dianugerahi gelar pahlawan nasional melalui SK Presiden RI Nomor 042/TK/1971, 22 September 1971.

15. Rohana Kudus

Rohana Kudus merupakan wartawan perempuan pertama Indonesia. Ia digelari pahlawan nasional oleh pemerintah RI pada 2019.

Tempat kelahirannya adalah Sumatra Barat, tepatnya Koto Gadang, Kabupaten Agam. Sejak kecil, Rohana Kudus memang sudah mengenyam pendidikan yang layak sebab ayahnya tergolong priyayi, yang bekerja sebagai kepala jaksa di pemerintah Hindia Belanda.

Beranjak dewasa, Rohana Kudus mulai menyadari bahwa para perempuan di sekitarnya tidak punya nasib mujur sepertinya. Maka itu, ia berjuang demi nasib para perempuan di tanah air secara umum.

Ia pernah mendirikan Sekolah Kerajinan Amai Setia. Meski sudah punya sekolah kecil, ia tidak henti-hentinya memperjuangkan hak yang sama atas pendidikan bagi perempuan. Salah satu upayanya adalah mengirim surat kepada Datuk Sutan Maharadja, pemimpin redaksi Oetoesan Melajoe.

Hasilnya, Oetoesan Melajoe memberikan kesempatan bagi perempuan yang ingin belajar menulis. Wadahnya ada di rubrik khusus di majalah Oetoesan Melajoe. Rohana dipasrahi untuk mengurus rubrik tersebut bersama anak Maharadja, Ratna Juwita Zubaidah.

Baca juga artikel terkait HARI PAHLAWAN atau tulisan lainnya dari Fadli Nasrudin

tirto.id - Pendidikan
Penulis: Fadli Nasrudin
Editor: Iswara N Raditya