Menuju konten utama

Biografi Nyai Ahmad Dahlan & Peran Istri Pendiri Muhammadiyah

Berikut biografi Nyai Ahmad Dahlan atau biografi Siti Walidah, istri pendiri Muhammadiyah Kyai Haji Ahmad Dahlan beserta kisah perjuangan Nyai Ahmad Dahlan.

Biografi Nyai Ahmad Dahlan & Peran Istri Pendiri Muhammadiyah
Gambar Nyai Ahmad Dahlan. tirto.id/Nauval

tirto.id - Biografi Nyai Ahmad Dahlan atau Siti Walidah merupakan istri dari seorang pendiri Muhammadiyah. Perempuan ini mempunyai peran sebagai pendiri Aisyiyah, sebuah organisasi kelompok perempuan Persyarikatan Muhammadiyah.

Dikutip dari situs Aisyiyah, Siti Walidah berjuang menemani sang pendiri Muhammadiyah, Kyai Haji Ahmad Dahlan. Oleh sebab itu, namanya kerap disebut Nyai Ahmad Dahlan. Lebih dari sapaan tersebut, Siti Walidah juga dijuluki Ibu Muhammadiyah.

Persyarikatan Muhammadiyah didirikan pada 1912. Kemudian, Nyai Ahmad Dahlan menyusul pembangunan organisasi khusus perempuannya pada 1917. Nama organisasi tersebut ialah Aisyiyah.

Menurut catatan Dinas Perpustakaan dan Arsip Daerah DIY, perjuangan Nyai Ahmad Dahlan setelah ditinggal wafat suaminya adalah kian semangat meneruskan perkembangan dua organisasi ini. Selain itu, ia juga berperan dalam pergerakan kaum perempuan di Indonesia.

Biografi Nyai Ahmad Dahlan

Ilustrasi HL Indepth Muhammadiyah

Ilustrasi HL Indepth Nyai Ahmad Dahlan. tirto.id/Gery

Biografi Siti Walidah dalam Nyai Ahmad Dahlan (1981) diungkapkan bahwa ayahnya seorang kyai, namanya adalah Haji Muhammad Fadhil. Nyai Ahmad Dahlan lahir di Kauman, Yogyakarta, pada 3 Januari 1872.

Saat berusia belia, Siti Walidah menganut budaya Islam ajaran ayahnya sehingga tak boleh keluar rumah sembarangan. Akan tetapi, ia juga boleh keluar rumah jika memiliki keperluan-keperluan penting.

Di rumah, perempuan ini mempelajari bagaimana aturan-aturan agama Islam. Selain itu, ia juga giat mengasah pengetahuannya terhadap kitab suci Al-Quran. Bukan hanya itu, tokoh ini juga terkenal dengan sifat percaya diri dan berani ketika mengajarkan pengetahuan Islam kepada orang-orang.

Pada usia 17 tahun, Siti Walidah menikah dengan K.H. Ahmad Dahlan (kala itu dikenal dengan nama Muhammad Darwis). Semenjak dipersunting pada 1889, ia bertugas memberikan dukungan kepada suami dalam setiap aspek kehidupannya.

Peran Istri Pendiri Muhammadiyah

Infografik HL Indepth Muhammadiyah

Infografik HL Indepth Muhammadiyah Nyai Ahmad Dahlan

Sebelum Muhammadiyah didirikan, Siti Walidah bersama suaminya membangun madrasah pada 1911 di daerah Kauman, Yogyakarta. Dalam waktu enam bulan, sekolah Islam tersebut mengalami perkembangan dengan total murid sejumlah 62 orang.

Satu tahun berikutnya, organisasi Muhammadiyah resmi didirikan oleh K.H. Ahmad Dahlan. Sebagai istri, Siti Walidah punya peran memberikan semangat kepada suaminya.

Selain itu, istri dari pendiri Muhammadiyah ini juga punya peran terhadap kaum buruh batik di daerah Kampung Kauman. Melihat kondisi mayoritas buruh yang tidak bisa baca Al-Quran, Siti Walidah punya hasrat untuk membina mereka.

Berlokasi di rumahnya, Nyai Ahmad Dahlan membimbing para buruh tersebut agar bisa mengaji dan mengetahui ajaran Islam. Selain mereka, ternyata ada juga waktu yang dikosongkan Siti Walidah untuk mengajar ibu-ibu rumah tangga di sekitarnya.

Gerakan-gerakan Nyai Ahmad Dahlan terhadap kaum perempuan ini dinamai Sopo Tresno. Kemudian, gerakan tersebut berubah menjadi organisasi perempuan bawahan Muhammadiyah bernama Aisyiyah. Peresmian organisasi tersebut terjadi pada 1917.

Satu tahun setelah pendirian organisasi, Siti Walidah kembali berperan dalam pendirian Pesantren di daerah Kauman. Selanjutnya, pada 1926, perempuan ini ditunjuk sebagai pemimpin rombongan Aisyiyah dalam Mu’tamar Muhammadiyah.

Mu’tamar atau Muktamar Muhammadiyah ini diklaim sebagai bentuk musyawarah paling tinggi di Persyarikatan Muhammadiyah. Pada saat itu, Nyai Ahmad Dahlan memimpin rombongan organisasi perempuannya ke Surabaya.

Pada saat itulah disampaikan wasiat K.H. Ahmad Dahlan, ihwal menjaga semangat hidup Muhammadiyah. Lantas, Siti Walidah berpesan menitipkan Aisyiyah sebagaimana suaminya menitipkan Muhammadiyah kepada kepada generasi penerus.

Atas perjuangan Nyai Ahmad Dahlan yang telah mendidik dan membina wanita-wanita muda sebagai calon-calon pemimpin Islam, Pemerintah Indonesia memberikan gelar pahlawan nasional kepada istri K.H. Ahmad Dahlan tersebut berdasarkan Surat Keputusan Presiden Republik Indonesia No. 042/TK/Tahun 1971.

Siti Walidah menutup umurnya pada 31 Mei 1946. Kala itu, usianya sedang menginjak sekitar 74 tahun.

Makam Nyai Ahmad Dahlan berada di Komplek Masjid Gedhe Kauman, DI Yogyakarta yang letaknya tidak jauh dari alun-alun utara Kota Yogyakarta.

Baca juga artikel terkait SITI WALIDAH atau tulisan lainnya dari Yuda Prinada

tirto.id - Pendidikan
Kontributor: Yuda Prinada
Penulis: Yuda Prinada
Editor: Yulaika Ramadhani
Penyelaras: Dhita Koesno