tirto.id - Kedatangan Bangsa Inggris ke Indonesia, sebagaimana bangsa-bangsa Eropa lainnya, didorong kondisi semakin sulitnya mendapatkan rempah-rempah. Padahal, rempah-rempah merupakan salah satu kebutuhan vital di Eropa, terutama sebagai bahan pengawet makanan saat musim dingin tiba.
Setelah jatuhnya Konstatinopel (Istanbul) ke tangan Kesultanan Turki Usmani pada era Sultan Mehmed II, para pedagang Eropa harus mencari jalan lain demi mendapatkan rempah-rempah.
Konstatinopel merupakan pusat perdagangan yang menyambungkan pedagang Eropa dengan Asia, termasuk buat urusan pembelian rempah-rempah. Setelah menguasai kota itu, Turki Usmani melarang para pedagang dari Eropa melewati Konstatinopel sehingga mereka kesulitan mengakses suplai barang dari Asia. Akibatnya, harga rempah-rempah di Eropa melambung tinggi.
Dalam masa kesulitan tersebut, seorang pelaut berkembangsaan Italia bernama Christoper Columbus mengajukan proposal ekspedisi, untuk mencari jalan menuju Asia melewati arah barat, kepada Kerajaan Portugis. Akan tetapi, proposal itu ditolak.
Kemudian, Columbus mengajukan proposal serupa ke Spanyol dan menghasilkan pendanaan. Hal tersebut dapat terjadi karena Spanyol mengalami kemenangan dalam pertempuran melawan Bangsa Moor di Granada.
Pelayaran Columbus lalu dilakukan dengan melewati Samudera Atlantik menuju Asia. Namun, Columbus justru menginjakkan kakinya di Haiti (Amerika) pada 1492. Rombongan ekspedisi Columbus tersebut akhirnya kembali ke Spanyol pada 1493, dengan membawa emas, rempah, dan budak.
Perjalanan Columbus menjadi salah satu pencapaian yang mendorong banyak orang-orang Eropa lainnya berlayar menjelajahi samudera ke negeri-negeri jauh. Tujuan utama mereka adalah mencari "dunia timur."
Maka itu, Raja Manuel I dari Portugis memerintahkan Vasco da Gama melakukan pelayaran untuk menemukan daerah penghasil rempah-rempah. Mengutip buku Good Hope: The Voyage of Vasco da Gama oleh Elaine Sanceau (1967), pelayaran Vasco da Gama dimulai dari Lisabon menuju Tanjung Harapan (Afrika Selatan). Kemudian, dia dan rombongannya melanjutkan perjalanan ke timur.
Pada 1498, Vasco da gama berhasil mendarat di Kalikut dan Goa (pantai barat India). Di sana, ia pun membangun sebuah sektor perdagangan serta benteng pertahanan. Keberhasilan da Gama mencapai India berdampak kepada lancarnya suplai barang dari Asia ke Portugis. Lisabon lantas semakin berkembang sebagai pusat perdagangan.
Inggris merupakan salah satu Bangsa Eropa yang mengandalkan suplai barang yang mampir di Lisabon. Rempah-rempah yang diperoleh Inggris dari Lisabon kemudian diperdagangkan kembali di Eropa Barat dan Eropa Utara.
Namun, situasi itu tidak berlangsung lama. Inggris kesulitan mendapatkan rempah-rempah dari Lisabon lantaran bersitegang dengan Portugis terkait Perang 80 Tahun. Perang pada 1566-1648 itu adalah episode pemberontakan Belanda terhadap penjajahan Spanyol.
Penjelajahan Bangsa Inggris ke Indonesia: Rute & Tempat Tujuan
Para pedagang Inggris kemudian mencari jalan keluar dengan mencari daerah utama penghasil rempah-rempah di dunia timur. Dikutip dari bukuSejarah Indonesia oleh Ardiman dan Amurwani Dwi Lestariningsih (2014:21), dalam pelayaran ke dunia Timur untuk mencari rempah-rempah, pelaut Inggris pertama kali sampai ke India pada tahun 1498 dengan mengikuti rombongan Portugis yang dipimpin oleh Vasco da Gama.
Inggris kemudian berupaya memperkuat kedudukannya di India dengan membentuk kongsi dagang bernama East India Company (EIC) pada tahun 1600.
Kemudian, merujuk bukuSejarah Indonesia oleh Kemendikbud (2020:13), pada tahun 1602, Pemerintah Inggris mengirim utusannya ke Banten guna menjalin hubungan bilateral. Rombongan Inggris yang sampai ke Banten di tahun 1602 dipimpin oleh Sir James Lancaster.
Sultan Banten kemudian memberi izin kepada Inggris untuk mendirikan sebuah kantor dagang di daerah Banten. Selain itu, Inggris juga berhasil mendirikan beberapa kantor dagang di daerah lainnya seperti Ambon, Makasar, Jepara, dan Jayakarta pada tahun 1604.
Merujuk catatan Mhd. Nur dalam Bandar Sibolga di Pantai Barat Sumatera pada Abad ke-19 Sampai Pertengahan Abad ke-20 (2015:168-169), penjelajahan Bangsa Inggris ke nusantara (Hindia Timur) yang paling awal dilakukan salah satunya oleh rombongan yang berada di bawah komando Francis Drake.
Pada Juli 1579, rombongan Drake berlayar menuju ke barat. Setelah 68 hari perjalanan mereka berhasil melintasi Samudera Pasifik dan menemukan sejumlah gugus pulau kecil. Dari sana, menukil keterangan di laman Britannica, Drake melanjutkan perjalanan ke Filipina.
Drake akhirnya dapat menemukan Maluku, mendapatkan izin dari sultan setempat, dan berhasil membawa pulang rempah-rempah. Dia kembali berlayar menuju Inggris lewat Tanjung Harapan (Afrika Selatan). Keberhasilan Drake menemukan Maluku dan membeli rempah-rempah dari sana membuat Inggris mulai menaruh perhatian terhadap perdagangan di Asia Tenggara dan Asia Timur.
Kembali mengutip catatan Mhd. Nur, pelaut Inggris yang lain, Ralph Fitch mengambil jalur ke timur untuk menuju ke nusantara. Fitch menjadi orang Inggris yang pertama yang sampai di Ormuz (teluk Persia) pada tahun 1583. Ia kemudian melanjutkan pelayaran menuju Hugli di delta Sungai Gangga, India.
Selanjutnya, Fitch berlayar ke Birma dan berhasil sampai ke bandar Malaka pada tahun 1588. Selama tiga tahun, Fitch mencermati situasi perdagangan dan pelayaran di Nusantara. Pada tahun 1591, Ralph Fitch kembali berlayar ke Inggris dengan membawa banyak informasi yang menginspirasi para pedagang di negerinya.
Kemunduran armada Spanyol pada abad 16 memberi peluang besar pelayaran Bangsa Inggris ke Asia Tenggara. Maka itu, Inggris mengirim ekspedisi di bawah pimpinan Thomas Cavendish. Dalam perjalanannya, Cavendish berhasil mendarat di Maluku. Saat kembali ke barat, Cavendish mampir ke Pulau Jawa.
Selain itu, masih merujuk penjelasan Mhd. Nur, pelayaran rombongan Sir James Lancaster berhasil menjangkau Pulau Sumatera bagian utara Aceh dan Pulau Penang pada tahun 1591. Lancaster mendatangi Aceh pada tahun 1602 untuk membeli lada dan rempah lainnya. Pada tahun yang sama, ia juga berhasil sampai ke Banten.
Penulis: Syamsul Dwi Maarif
Editor: Addi M Idhom