tirto.id - Sejarah awal mula kedatangan Islam di kepulauan Nusantara sejatinya cukup kompleks. Maka dari itu, muncul sejumlah teori awal mula masuknya Islam ke nusantara yang disertai dengan sejumlah bukti sejarah berlainan.
Namun, tetap ada benang merah yang menunjukkan titik kesamaan teori-teori tersebut. Pelbagai teori itu mendukung hipotesis bahwa Islam masuk di kepulauan Nusantara dengan perantara para pedagang muslim. Hanya saja, ada perbedaan pendapat di kalangan para ahli mengenai pedagang muslim dari mana yang paling awal menyebarkan ajaran Islam di Nusantara.
Selama ini setidaknya lahir 6 teori sejarah awal mula kedatangan Islam di Nusantara. Keenamnya ialah Teori Arab, Teori Gujarat, Teori Persia, Teori India, Teori Bangladesh, Teori Cina.
Masing-masing dari teori itu didasari oleh sejumlah bukti mengenai sejarah awal mula kedatangan Islam di kepulauan Nusantara. Hipotesis dari setiap teori tadi terfokus pada asal kawasan imigran yang mendatangi kepulauan Nusantara sembari membawa ajaran Islam.
Berikut ringkasan isi teori-teori tentang awal mula kedatangan Islam di Nusantara:
1. Teori Arab (Teori Mekkah):
Berdasarkan teori Arab, Islam masuk ke Nusantara dengan dibawa oleh pedagang dari arab sejak abad 7 M (tahun 600-an M)
2. Teori Gujarat:
Menurut ahli pendukung Teori Gujarat, ajaran Islam masuk ke Nusantara mulanya dengan dibawa pedagang asal Gujarat (wilayah pesisir barat India) melalui selat Malaka sejak abad 13 M.
3. Teori Persia:
Berdasarkan Teori Persia, Islam masuk ke Nusantara melalui pedagang asal Persia, terutama para pengikut Syiah, sejak abad 7 M.
4. Teori India (Teori Coromandel dan Malabar):
Teori India didasari hipotesisi bahwa agama Islam masuk ke Nusantara melalui para pedagang dari kawasan Coromandel dan Malabar (wilayah di pesisir timur India) sejak adab 13 M.
5. Teori Bangladesh (Teori Benggali):
Para ahli pendukung Teori Bangladesh (Teori Benggali) berasumsi bahwa para pemula pendakwah agama Islam di Nusantara berasar dari Benggali, kawasan yang kini menjadi wilayah Bangladesh.
6. Teori Cina:
Teori Cina didasari hipotesis bahwa agama Islam masuk ke Nusantara berbarengan dengan migrasi orang-orang Cina ke Sumatra (Palembang) sejak abad 9 M. Pengaruh Islam di Cina kala itu sempat menguat pada era Dinasti Tang (618-905 masehi). Komunitas muslim di Tiongkok tumbuh setelah kedatangan Saad bin Abi Waqqash pada masa Kekhalifahan Utsman ibn Affan yang berkuasa tahun 644-656 M (abad 7 M).
Bukti Sejarah Awal Mula Kedatangan Islam di Indonesia
Sejumlah bukti awal mula kedatangan Islam di kepulauan Nusantara yang mendasari teori-teori di atas, sebagaimana dijelaskan dalam buku Modul Sejarah Indonesia Kelas X (2020), Atlas Sejarah Indonesia: Sejarah Kebudayaan Islam Indonesia (2019), dan beberapa sumber lain adalah sebagai berikut:
1. Bukti Teori Gujarat:
- Batu Nisan Sultan Samudera Pasai Malik As-Saleh (1297). Batu tersebut memiliki kesamaan dengan corak batu nisan yang berada di Cambay, Gujarat.
- Nisan makam salah satu Walisongo, Maulana Malik Ibrahim (wafat 1419) juga mirip dengan corak batu nisan di Gujarat.
- Keterangan Marcopolo dari Venesia yang singgah di Perlak pada 1292 M. Keterangan tersebut memaparkan banyak penduduk Perlak sudah memeluk Islam. Selain itu, para pedagang dari India (Gujarat) aktif menyebarkan ajaran Islam di Perlak.
2. Bukti Teori Persia:
- Terdapat peringatan 10 Muharram atau Hari Asyura di Nusantara
- Perigatan hari Asyura di Sumatera Barat sejak lama disebut upacara Tabuik/Taur
- Terdapat tradisi pembuatan bubur Syuro di Pulau Jawa.
- Terdapat kesamaan antara ajaran Sufi persia dengan ajaran Islam di Nusantara.
- Terdapat penggunaan istilah persia untuk mengeja huruf Arab
- Kesamaan seni kaligrafi di beberapa batu nisan
- Ada bukti banyak penganut Syiah pada awal masuknya Islam ke Nusantara.
- Terdapat perkampungan Leren/Leran di Gresik. Di kampung Leran, ada makam Fatimah binti Maimun bin Hibatullah yang berangka tahun 475 H (1082 M) dengan nisan berhias kaligrafi arab bergaya Kufi. Kaligrafi Kufi dikenal paling tua di peradaban Islam dan dipopulerkan oleh penduduk Kufah, sebuah kota di Iraq.
3. Bukti Teori Arab (Teori Makkah):
- Sudah ada perkampungan Arab di pantai barat Sumatera sejak pertengahan abad 7 M.
- Di Barus (Tapanuli Tengah, Sumatera Utara), ada makam kuno dengan batu nisan bertuliskan bahwa seorang muslim bernama Syekh Rukunuddin wafat tahun 672 M.
- Kerajaan Samudra Pasai merupakan kerajaan yang menganut mazhab Syafi’i.
- Terdapat penggunaan gelar Al Malik di nama raja-raja Samudra Pasai.
4. Bukti Teori Cina
- Banyak bukti sejarah tentang migrasi orang-orang muslim Cina dari Kanton ke Asia Tenggara, terutama ke Palembang pada sekitar tahun 879 M.
- Terdapat masjid tua dengan gaya arsitektur Cina di Jawa.
- Raja pertama Demak yakni Raden Patah merupakan keturunan Cina.
- Gelar-gelar raja Demak ditulis menggunakan istilah/bahasa Cina.
- Adanya komunitas pedagang muslim Cina di berbagai pelabuhan di Nusantara.
5. Bukti Teori Bangladesh (Teori Benggali)
- Menurut S. Q. Fatimi, batu nisan Malik al-Saleh lebih mirip dengan batu nisan makam muslim di Benggali.
- Sejumlah tokoh terkemuka di Samudera Pasai ditengarai adalah keturunan Benggali.
6. Bukti Teori India (Teori Coromandel dan Malabar):
- Ketika sultan pertama Samudera Pasai wafat tahun 1297 M, Gujarat masih berupa kerajaan Hindu. Setahun kemudian (699/1298) Cambay, Gujarat berada di bawah penguasa muslim. Ini jadi alasan mengaitkan nisan Malik al-Saleh dengan Gujarat dianggap kurang tepat. Hal ini dijelaskan G.E. Marrison dalam Persian Influences in Malay Life 1280-1650 (JMBRAS, 24, I, 1951).
- Menurut hasil riset Thomas W. Arnold dalam buku The Preaching of Islam: A History of the Propagation of the Muslim Faith (1913), pada masa awal berdirinya Samudera Pasai, Gujarat juga belum menjadi pusat perdagangan yang menghubungkan wilayah Timur Tengah dengan Nusantara.
- Pedagang dari Coromandel dan Malabar lebih dulu punya peran penting dalam perdagangan India dan Nusantara.
- Ada kesamaan mazhab fikih di Coromandel dan Malabar dengan sejumlah wilayah Nusantara, yakni mazhab Syafi'i.
Penulis: Mohamad Ichsanudin Adnan
Editor: Addi M Idhom