Menuju konten utama

Ramai Fantasi Sedarah Group Facebook, Mewadahi Perilaku Inses

Viral grup Fantasi Sedarah di Facebook yang mewadahi perilaku inses, warganet ajak semua orang melaporkan perilaku inses serta kekerasan seksual tersebut.

Ramai Fantasi Sedarah Group Facebook, Mewadahi Perilaku Inses
ilustrasi pelecehan seksual. wikimedia commons/arionasis

tirto.id - Grup Facebook dengan nama Fantasi Sedarah dan Suka Duka menjadi perhatian warganet belakangan ini. Grup tersebut mengandung unsur ngeri karena memuat fenomena inses (hubungan seksual atau perkawinan antara dua orang yang bersaudara kandung yang dianggap melanggar adat, hukum, atau agama).

(Tulisan ini mengandung topik sensitif, dibuat untuk tujuan edukatif dan pencerahan sosial).

Orang-orang yang tergabung dalam grup itu mengunggah konten yang mengandung unsur seksual terhadap saudara kandung, seperti kakak, adik, ibu kandung, ibu mertua, bahkan terhadap anak kandung sendiri. Salah satu posting yang viral menunjukkan sebuah akun mengunggah foto anak sendiri dengan keterangan foto (caption) yang vulgar dan sangat tidak pantas.

Warganet Desak Pemerintah Usut Grup Facebook Fantasi Sedarah dan Suka Duka

Dalam setiap posting atau laporan mengenai grup Fantasi Sedarah dan Suka Duka ini, warganet mendesak polisi untuk segera mengusut tuntas para pelaku yang tergabung dalam grup tersebut. Selain inses, mereka bisa masuk dalam kategori pedofil karena menyukai anak di bawah umur.

"GUYSS PLEASE REPORT GRUP INI JUGA!! SUMPAH NAJISS BANGET Pas aku scroll ke bawah isinya 11 12 sama grup 'Fantasi Sedarah', aku ga tau itu grup ganti nama atau emang ini grup lain. Soalnya pas cek grup 'Fantasi Sedarah' udah ga ada," tulis salah satu akun di X yang memposting soal grup inses tersebut.

Warganet meminta semua yang membaca posting itu untuk melakukan report atau melaporkan grup tersebut agar musnah dari Facebook. Namun, para pelaku yang ada di grup harus diusut juga karena mereka membuat posting yang mengarah pada kekerasan seksual, inses, dan pedofilia.

Perilaku Inses dan Kekerasan Seksual

Inses adalah perilaku atau aktivitas seksual dengan seseorang dari keluarga dekat. Menurut laman Navigate Health UK, inses masuk dalam kategori sexual abuse atau kekerasan seksual atau pelecehan seksual intrafamilial, meskipun inses dapat mencakup hubungan konsensual dan non-konsensual antara orang dewasa yang berhubungan satu sama lain.

Satu penjelasan tentang inses yang hampir universal adalah hipotesis Westermarck. Pertama kali dirumuskan pada tahun 1891, hipotesis ini menyebutkan bahwa manusia cenderung mengembangkan keengganan seksual yang kuat terhadap individu yang tinggal dekat dengan mereka selama masa kanak-kanak dan bayi (biasanya, saudara kandung dan orang tua).

Banyak negara memiliki undang-undang yang melarang inses. Tujuan undang-undang ini adalah untuk melindungi anak-anak hingga usia 18 tahun dari segala bentuk aktivitas yang dianggap seksual atau tidak senonoh oleh seseorang. Pelakunya bisa orang dewasa atau anak lainnya.

Rifka Annisa Women Crisis Center melalui posting di X pada Jumat (16/5/2025) turut menyoroti kasus ini terutama terkait kekerasan seksual ayah dan anak balita yang terungkap dalam grup Facebook Fantasi Sedarah dan Suka Duka.

Menurut Rifka, grup Fantasi Sedarah ini dapat menjadi refleksi bahwa rumah bukan selalu menjadi tempat aman, karena mayoritas pelaku justru orang terdekat. Pendampingan Rifka Annisa menemukan data serupa. Sepanjang 2024, 78 persen pelaku merupakan keluarga (ayah kandung, mantan suami, sepupu), dan pasangan (suami, pacar, mantan pacar).

Aspek peran dan kedekatan digunakan pelaku untuk menekan, mengancam, memanipulasi, dan mengendalikan perilaku korban. Itulah yang membuat korban sulit bicara, sulit dipercaya, dan sulit diselamatkan.

"Kekerasan seksual itu soal dominasi kuasa, bukan soal korban 'menggoda'. Di situ, pelaku memaksakan kehendak karena merasa punya kuasa, sebagai orang tua, pasangan, sebagai orang yang 'berhak'. Dan saat kita menyalahkan korban, kita sedang melanggengkan kuasa itu," demikian menurut Rifka di X.

Rifka, seperti banyak warganet lain, turut mendesak Facebook dan semua platform digital untuk punya tanggung jawab memastikan ruang digital tidak jadi tempat aman bagi pelaku kekerasan, membangun sistem pelaporan dan pemantauan yang berpihak korban, dan transparan serta cepat bertindak, bukan hanya saat sudah viral.

Baca juga artikel terkait INSES atau tulisan lainnya dari Dipna Videlia Putsanra

tirto.id - Aktual dan Tren
Penulis: Dipna Videlia Putsanra
Editor: Yantina Debora