tirto.id - Komnas Perempuan mengatakan, kekerasan seksual dalam ranah privat paling tinggi di Indonesia adalah inses. Hal itu tertuang dalam Catatan Tahun (Catahu) tahun 2018-2019 yang dikeluarkan Komnas Perempuan.
Inses adalah hubungan seksual antara dua orang yang bersaudara kandung atau sedarah, seperti ayah dengan anak perempuannya, ibu dengan anak laki-lakinya atau sesama saudara kandung dan saudara tiri.
“Bentuk kekerasan seksual di ranah privat paling tinggi adalah inses,” kata Komisioner Komnas Perempuan, Mariana Amiruddin, dalam peluncuran Catahu 2018-2019 di Hotel Bidakara, Jakarta Selatan, pada Rabu (6/3/2019).
Berdasarkan Catahu Komnas Perempuan, sebanyak 71 persen atau 9.637 kasus kekerasan seksual terjadi di ranah privat. Dari angka tersebut, 1.071 di antaranya merupakan kasus inses.
Kemudian diikuti dengan perkosaan (818), pencabulan (321), persetubuhan (236), ekploitasi seksual (200), perkosaan dalam perkawinan (marital rape) (195), pelecehan seksual (58), percobaan pemerkosaan (53), perbudakan seksual (14), kekerasan seksual lain (9), kekerasan dunia maya (7), dan pemaksaan aborsi (6).
“Rumit. Yang privat itu justru yang paling rumit karena dianggapnya, bukannya seharusnya enggak ada apa-apa,” kata Mariana.
“Nah jadi sebenarnya Catahu ini untuk membongkar pola pikir masyarakat bahwa sebenarnya ranah privat ini justru yang paling sangat harus dibantu dan jangan ada penghakiman. Karena kalau wilayah privat orang pasti menghakimi,” tambahnya.
Dalam permasalahan inses, pelaku kekerasan seksual paling banyak adalah ayah (365) dan paman. “Bisa dibayangkan bagaimana kesulitan korban melaporkan kasusnya karena nama baik keluarga masih menjadi budaya di Indonesia,” tertulis dalam Catahu Komnas Perempuan.
Sejumlah kasus inses yang ditemui Komnas Perempuan, kata Mariana, memang jarang ke pengadilan.
“Kebanyakan [kasus inses] itu sampai ke kepolisian aja sih kalau dari yang kami pantau dan terima kasusnya. Kebanyakan hanya sampai ke kepolisian, dan dari kepolisian tidak lanjut lagi,” jelas Mariana.
Mariana mengatakan kasus tersebut seringkali tidak dilanjutkan hingga pengadilan karena pihak korban mencabut laporan tersebut ke polisi. “Karena yang ngadu ini kan keluarga sendiri. Pengadu itu sendiri minta ditarik kasusnya,” ujarnya.
Kasus lain yang menjadi perhatian Komnas Perempuan berdasarkan data pada tahun 2018 adalah pemerkosaan dalam perkawinan, kekerasan dalam pacaran yang dilaporkan hingga ke instansi negara, serta cyber crime berbasis gender.
Penulis: Fadiyah Alaidrus
Editor: Alexander Haryanto