tirto.id - Mantan Ketua DPR RI, Setya Novanto, resmi mendapatkan pembebasan bersyarat (PB) dari Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Sukamiskin, Kota Bandung, Jawa Barat pada 16 Agustus 2025. Sejak awal perjalanan kasus hukumnya, sampai dengan bebas bersyarat Novanto kerap menuai sorotan.
Rangkuman Tirto, pada Juli 2017, Setya Novanto ditetapkan sebagai tersangka kasus korupsi pengadaan e-KTP oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
KPK menduga Novanto telah menguntungkan diri atau orang lain atau korporasi dan diduga menyalahgunakan kewenangan dan jabatan serta ikut mengakibatkan kerugian negara Rp2,3 triliun dari nilai proyek Rp5,9 triliun.
Namun, penetapan tersebut dipatahkan dalam gugatan praperadilan, Jumat (29/9/2017). Penetapan tersangka Novanto pun dibatalkan setelah Hakim Praperadilan Cepi Iskandar memutuskan penetapan Novanto batal. Tidak semua gugatan praperadilan Novanto dipenuhi pengadilan. Gugatan pencegahan mantan Ketua Fraksi Partai Golkar itu tidak dikabulkan hakim.
KPK kemudian resmi menahan Setya Novanto, Jumat 17 November 2017. Pada kesempatan upaya penahanan kedua ini yang kemudian heboh. Novanto akan ditahan selama 20 hari di Rutan Negara Kelas 1 Jakarta Timur Cabang KPK, terhitung 17 November sampai 6 Desember 2017.
Drama "Mobil Menabrak dan Masuk Rumah Sakit.
Surat penangkapan terhadap Novanto dikeluarkan KPK setelah ia mangkir dari pemeriksaan pertama sebagai tersangka pada Rabu (15/11/2017). Penyidik KPK mendatangi rumah Setnov di Jalan Wijaya XIII, namun ia tidak ditemukan di kediamannya. KPK juga telah berkoordinasi dengan Polri memasukkan nama Setya Novanto dalam DPO (Daftar Pencarian Orang).
Selang sehari, pada Kamis (16/11/2017), Setya Novanto sempat melakukan wawancara dengan kontributor salah satu media dan mengaku akan segera mendatangi KPK.
Dalam perjalanan menuju kantor KPK, mobil yang ditumpangi Setnov melaju dari arah Jalan Permata Berlian menuju arah Permata Hijau, Jakarta Selatan dan kemudian menabrak sebuah tiang listrik.
Akibat insiden itu, bagian kap mesin mobil itu penyok, roda depan pelek pecah dan rusak, serta kaca samping kiri bagian tengah pecah. Posisi kendaraan menghadap ke utara dengan ketiga ban di atas trotoar dan ban kiri belakang masih di aspal saat kecelakaan terjadi.

Usai kecelakaan lalu lintas itu, Setya Novanto segera dilarikan ke Rumah Sakit Medika Permata Hijau guna mendapatkan pertolongan. Lalu pada Jumat (17/11/2017), ia dipindahkan dari RS Medika Permata Hijau ke Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo.
Akibat dari kecelakaan itu, penahanan baru dilakukan Senin (20/11/2017) usai Novanto selesai dibantarkan (ditunda penahanannya) di RS Cipto Mangunkusumo, Salemba, Jakarta.

Sidang di Pengadilan
Setnov –panggilan Setya Novanto –kemudian menjalani sidang perdana di Pengadilan Negeri Tindak Pidana Korupsi di PN Jakpus, Rabu 13 Desember 2017.
Pada akhir Maret 2018, setelah proses persidangan, Jaksa KPK menuntut Setnov dengan hukuman 16 tahun penjara. Jaksa KPK menilai Setya Novanto terbukti melakukan tindak pidana korupsi dalam pengadaan e-KTP tahun anggaran 2011-2012.

Jaksa KPK menuntut Setya Novanto menerima hukuman denda Rp1 miliar subsider 6 bulan kurungan dan membayar uang pengganti dengan nilai maksimal, yakni 7,43 juta dolar AS subsider tiga tahun kurungan. Nilai duit pengembalian itu dikurangi Rp5 miliar yang sudah dikembalikan oleh Novanto ke KPK.
Uang 7,43 juta dolar AS itu sesuai dengan nilai duit, yang menurut dakwaan Jaksa KPK, diterima Setya Novanto terkait dengan perannya di korupsi proyek e-KTP.
Terakhir, Jaksa KPK juga menuntut pencabutan hak politik Setya Novanto selama 5 tahun setelah menjalani hukumannya.
Vonis
Pada 2018, Setya Novanto kemudian divonis lebih rendah dari tuntutan JPU yaitu 15 tahun penjara oleh Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta. Ia juga dijatuhi denda Rp500 juta dan diwajibkan membayar uang pengganti USD 7,3 juta dikurangi uang pengganti Novanto sebesar Rp5 miliar.
Hak politik Setya Novanto juga dicabut selama lima tahun. Majelis hakim Pengadilan Negeri Tindak Pidana Korupsi menyatakan pencabutan hak politik Setya Novanto sebagai hukuman tambahan.
Namun, Pada Juli 2025 Mahkamah Agung mengabulkan permohonan peninjauan kembali (PK) Setya Novanto dan memotong vonis yang bersangkutan dari 15 tahun penjara menjadi 12 tahun dan 6 bulan penjara dalam kasus korupsi pengadaan KTP elektronik.
Selain itu, MA juga mengubah pidana denda Setya Novanto menjadi Rp500 juta yang apabila tidak dibayarkan diganti (subsider) dengan pidana 6 bulan kurungan.
Selain memvonis Novanto 15 tahun penjara, hakim memberi hukuman denda sebesar Rp500 juta subsider 3 bulan kurungan. Hakim pun memvonis pidana pengganti kepada Setya Novanto berupa pengembalian kerugian negara sebesar 7,3 juta dolar AS dikurangi uang pengganti Novanto sebesar Rp5 miliar.
Apabila dihitung berdasarkan awal masa penahanan oleh KPK sejak 2017 dan vonis terbarunya, Setnov seharusnya bebas pada pertengahan 2029, belum dengan perhitungan remisi dan hak pembebasan lainnya.
Sel Mewah
Selama berada dalam tahanan kontroversi soal Novanto juga tidak lantas selesai. Sidak yang dilakukan oleh Ombudsman, pada September 2018 di Lapas Sukamiskin, memperlihatkan kamar tahanan milik Setya Novanto yang luasnya dua kali lebih besar dari sel tahanan lainnya.
Anggota Ombudsman yang melakukan sidak mengatakan kalau sel Novanto juga menggunakan toilet duduk, berbeda dengan napi lainnya yang pakai toilet jongkok.
Sidak juga mendapatkan Novanto bebas keluar masuk selnya tanpa batas waktu. Padahal, menurutnya, peraturan menyatakan narapidana tak boleh keluar sel setelah pukul lima sore.
Bebas Bersayat
Terbaru, pada 16 Agustus, Setya Novanto, dinyatakan resmi bebas bersyarat dari Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Sukamiskin, Kota Bandung, Jawa Barat.
"Iya benar (Setya Novanto) bebas kemarin. Dia bebas bersyarat karena dia peninjauan kembalinya dikabulkan dari 15 tahun menjadi 12,5 tahun,” kata Kepala Kantor Wilayah Dirjen Pemasyarakatan Jabar, Kusnali saat dikonfirmasi di Bandung, Jawa Barat, Minggu (17/8/2025) sebagaimana dikutip Antara.
Kusnali memastikan pemberian pembebasan bersyarat kepada Setya Novanto sudah sesuai dengan aturan dengan telah menjalani dua pertiga masa pidananya dari total pidana penjara 12,5 tahun.
“Dihitung dua pertiganya itu mendapat pembebasan bersyarat pada 16 Agustus 2025," katanya.
Ia menegaskan, mantan Ketua DPR itu bebas dengan status bersyarat dan masih harus wajib lapor kepada Lapas Sukamiskin Bandung.
"Setnov menjalani hukuman sejak 2017 dan senantiasa ada pengurangan remisi. Dia sudah keluar sebelum pelaksanaan 17 Agustus. Jadi, dia enggak dapat remisi 17 Agustus," katanya.

Direktur Jenderal (Dirjen) Pemasyarakatan Kementerian Imigrasi dan Pemasyarakatan (Imipas), Mashudi, mengungkapkan bahwa terpidana kasus korupsi proyek e-KTP, Setya Novanto, telah memperoleh total remisi selama 28 bulan 15 hari .
“Itu (total remisi) 28 bulan 15 hari,” ujar Mashudi kepada wartawan usai acara pemberian remisi dalam rangka HUT RI ke-80 di Lapas kelas II-A Salemba, Jakarta Pusat, Minggu (17/8/2025).
Menurutnya status bebas bersyarat yang diberikan kepada Setnov mengharuskan dia menjalani masa bimbingan sebagai klien pemasyarakatan hingga April 2029. Apabila melanggar, kata Mashudi, maka status bebas bersyarat kepada Setnov dapat dicabut sesuai ketentuan yang berlaku.
“Dia [wajib] melaporkan ke bapas [Balai Pemasyarakatan] yang ada terdekat, di situ juga bisa, ke Bandung juga bisa,” tuturnya.
Adapun, Ditjen Pas Kementerian Imigrasi dan Pemasyarakatan menyatakan Setnov baru bisa kembali menduduki jabatan publik 2,5 tahun setelah bebas murni. Artinya 2,5 tahun setelah tahun 2029.
Penulis: Rahma Dwi Safitri
Editor: Alfons Yoshio Hartanto
Masuk tirto.id


































