Menuju konten utama
Pendidikan Agama Islam

Pengertian Pernikahan dalam Islam: Pengertian, Hukum dan Tujuannya

Pengertian pernikahan dalam agama Islam, tujuan menikah, dan hukum pernikahan. Berikut selengkapnya.

Pengertian Pernikahan dalam Islam: Pengertian, Hukum dan Tujuannya
Ilustrasi ijab kabul saat menikah. ANTARA FOTO/Syaiful Arif/hp.

tirto.id - Pernikahan adalah salah satu fase dalam hidup yang bisa dijalani seorang muslim setalah menemukan pasangan hidup dan siap secara mental maupun finansial.

Jika sudah mampu dan matang secara emosional, dengan menikah, seseorang dapat menyempurnakan separuh agamanya.

Dari mahligai rumah tangga, pelbagai hal yang selama ini dikategorikan sebagai dosa, jika dilakukan dengan suami atau istrinya dicatat sebagai ibadah di sisi Allah SWT.

Hal ini tergambar dalam hadis yang diriwayatkan Anas bin Malik bahwasanya Rasulullah SAW bersabda:

"Siapa yang diberi karunia oleh Allah seorang istri yang salihah, berarti Allah telah menolongnya untuk menyempurnakan setengah agamanya. Karena itu, bertaqwalah kepada Allah setengah sisanya," (H.R. Baihaqi).

Pengertian Nikah

Dari pengertiannya menurut KBBI, nikah adalah perjanjian perkawinan antara laki-laki dan perempuan sesuai dengan ketentuan hukum dan ajaran agama.

Secara istilah, pernikahan adalah akad yang menghalalkan pergaulan antara laki-laki dan perempuan yang bukan mahramnya.

Dari akad itu juga, muncul hak dan kewajiban yang mesti dipenuhi masing-masing pasangan.

Ketentuan mengenai pernikahan ini tergambar dalam firman Allah SWT dalam Alquran surah Ar-Rum ayat 21:

“Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu istri-istri dari jenismu sendiri, supaya kamu hidup tentram bersamanya. Dan Dia [juga] telah menjadikan di antaramu [suami, istri] rasa cinta dan kasih sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berpikir,” (Ar-Rum [30]: 21).

Dilansir dari NU Online, pada dasarnya hukum menikah adalah sunah. Artinya, siapa yang mengerjakannya mendapatkan pahala, namun tidak berdosa jika meninggalkannya.

Hal ini berdasarkan imbauan dari Nabi Muhammad SAW:

“Wahai para pemuda! Barangsiapa di antara kalian berkemampuan untuk nikah, maka nikahlah, karena nikah itu lebih menundukkan pandangan, dan lebih membentengi farji [kemaluan]. Dan barangsiapa yang tidak mampu, maka hendaklah ia puasa, karena puasa itu dapat membentengi dirinya,” (H.R. Bukhari dan Muslim).

Kendati demikian, berdasarkan konteks dan keadaan yang dialami seorang muslim, hukum sunah tadi dapat berubah menjadi makruh.

Sebagai misal, jika ada keinginan menikah, namun sebenarnya ia tidak memiliki kemampuan untuk menafkahi keluarganya.

Demikian juga hukum sunah tadi dapat menjadi wajib jika seseorang sudah memiliki kelapangan harta dan mampu memberikan hak dan kewajiban dalam rumah tangga, namun ia meninggalkan ibadah nikah ini tanpa alasan yang jelas.

Malahan, tanpa menikah, ia cenderung akan jatuh ke dalam dosa dan perzinahan. Dalam kondisi ini, maka seorang muslim lebih utama untuk menikah dan hukumnya menjadi wajib.

Tujuan Pernikahan

Pernikahan merupakan fitrah manusia yang tidak dapat diabaikan, serta termasuk hal yang penting sehingga Allah Subhanahu wata’ala melalui Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wassalam memberi banyak petunjuk dalam pelaksanaannya.

Tidak saja untuk manusia, pasangan atau jodoh juga diciptakan untuk makhluk lainnya baik itu yang hidup atau makhluk tidak hidup seperti hewan, tumbuhan, bangsa jin, siang dan malam, panas dan dingin, baik dan jahat, dll agar tercipta keseimbangan.

Dalam QS. Az-Zariyat: 49 disebutkan demikian:

وَمِنْ كُلِّ شَيْءٍ خَلَقْنَا زَوْجَيْنِ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُونَ

Artinya: “Dan segala sesuatu Kami ciptakan berpasang-pasangan supaya kamu mengingat kebesaran Allah.” (QS. Az-Zariyat: 49).

Dalam uraian "Indahnya Membangun Mahligai Rumah Tangga" yang diterbitkan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, disebutkan beberapa tujuan dilangsungkannya pernikahan.

Tujuan-tujuan ini berupaya untuk mengantarkan seorang muslim agar memperoleh kebahagiaan di dunia dan akhirat.

1. Memenuhi kebutuhan dasar manusia

Pernikahan bertujuan untuk memenuhi kebutuhan dasar manusia. Kebutuhan itu terdiri dari kebutuhan emosional, biologis, rasa saling membutuhkan, dan lain sebagainya.

Dalilnya adalah hadis yang diriwayatkan Abu Hurairah bahwasanya Rasululllah SAW bersabda:

"Wanita dinikahi karena empat hal: karena hartanya, kedudukannya, kecantikannya, dan karena agamanya. Nikahilah wanita karena agamanya, maka kamu tidak akan celaka," (H.R. Bukhari dan Muslim).

2. Mendapatkan ketenangan hidup.

Dengan menikah, suami atau istri dapat saling melengkapi satu sama lain. Jika merasa cocok, kedua-duanya akan memberi dukungan, baik itu dukungan moriel atau materiel, penghargaan, serta kasih sayang yang akan memberikan ketenangan hidup bagi kedua pasangan.

3. Menjaga akhlak.

Dengan menikah, seorang muslim akan terhindar dari dosa zina, sebagaimana sabda Nabi Muhammad SAW:

Wahai para pemuda! Barangsiapa di antara kalian berkemampuan untuk nikah, maka nikahlah, karena nikah itu lebih menundukkan pandangan, dan lebih membentengi farji [kemaluan]. Dan barangsiapa yang tidak mampu, maka hendaklah ia puasa, karena shaum itu dapat membentengi dirinya,” (H.R. Bukhari dan Muslim).

4. Meningkatkan ibadah kepada Allah SWT

Perbuatan yang sebelumnya haram sebelum menikah, usai dilangsungkan perkawinan menjadi ibadah pada suami atau istri.

Sebagai misal, berkasih sayang antara yang berbeda mahram adalah dosa, namun jika dilakukan dalam mahligai perkawinan, maka akan dicatat sebagai pahala di sisi Allah SWT.

Hal ini berdasarkan sabda Nabi Muhammad SAW sebagai berikut:

... 'Jika kalian bersetubuh dengan istri-istri kalian termasuk sedekah!'. Mendengar sabda Rasulullah para sahabat keheranan dan bertanya: 'Wahai Rasulullah, seorang suami yang memuaskan nafsu birahinya terhadap istrinya akan mendapat pahala?' Nabi Muhammad SAW menjawab, 'Bagaimana menurut kalian jika mereka [para suami] bersetubuh dengan selain istrinya, bukankah mereka berdosa?' Jawab para shahabat, 'Ya, benar'. Beliau bersabda lagi, 'Begitu pula kalau mereka bersetubuh dengan istrinya [di tempat yang halal], mereka akan memperoleh pahala!' (H.R. Muslim).

5. Memperoleh keturunan yang saleh dan salihah

Salah satu amal yang tak habis pahalanya kendati seorang muslim sudah meninggal adalah keturunan yang saleh atau salihah.

Dengan berumah tangga, seseorang dapat mendidik generasi muslim yang beriman dan bertakwa kepada Allah SWT, yang merupakan tabungan pahala dan amal kebaikan yang berkepanjangan.

"Allah telah menjadikan dari diri-diri kamu itu pasangan suami istri dan menjadikan bagimu dari istri-istrimu itu anak-anak dan cucu-cucu, dan memberimu rezeki yang baik-baik. Maka mengapakah mereka beriman kepada yang batil dan mengingkari nikmat Allah?” (Q.S. An-Nahl[16]: 72).

Doa agar diberi jodoh dan keturunan yang baik

Berikut ini adalah doa yang disarankan untuk selalu diutarakan jika seorang muslim berharap mendapatkan jodoh dan keturunan yang baik.

وَالَّذِينَ يَقُولُونَ رَبَّنَا هَبْ لَنَا مِنْ أَزْوَاجِنَا وَذُرِّيَّاتِنَا قُرَّةَ أَعْيُنٍ وَاجْعَلْنَا لِلْمُتَّقِينَ إِمَامًا

Artinya: “Dan orang orang yang berkata: "Ya Tuhan kami, anugrahkanlah kepada kami isteri-isteri kami dan keturunan kami sebagai penyenang hati (kami), dan jadikanlah kami imam bagi orang-orang yang bertakwa.” (QS. Al-Furqon: 74).

Baca juga artikel terkait NIKAH atau tulisan lainnya dari Abdul Hadi

tirto.id - Pendidikan
Kontributor: Abdul Hadi
Penulis: Abdul Hadi
Editor: Dhita Koesno
Penyelaras: Yulaika Ramadhani