tirto.id - Logical fallacy adalah istilah yang sering muncul dalam diskusi, debat, dan tulisan akademik untuk mengidentifikasi kekeliruan yang dapat menyesatkan audiens.
Logical fallacy adalah kesalahan dalam penalaran atau kekeliruan logika. Masalah berpikir ini dihadapi dan dimiliki oleh banyak orang yang apabila dibiarkan bisa berpotensi menjadi kesalahpahaman, atau bahkan bisa memutarbalikan fakta yang ada. Susunan logika berpikir yang keliru ini banyak dijumpai dalam sebuah forum diskusi sehingga arah pembahasan seringkali dibelokkan.
Fenomena ini membuat kesalahan logika ini menjadi persoalan yang penting untuk dipahami agar tidak terjebak dalam argumen yang menyesatkan atau mengesampingkan fakta yang ada.
Pengertian Logical FallacyIlustrasi Berpikir Kritis. foto/istockphoto
Menurut buku The Logical Fallacies: Kesalahan Berlogika Yang Dianggap Berpikir Kritis oleh Siti Nur Indasah, kata fallacy berasal dari bahasa Latin “fallacia” yang berarti tipuan, penipuan, atau penipu.
Sehingga, logical fallacy adalah penilaian atau argumen berdasarkan pemikiran logis yang buruk, kesalahan penalaran, atau kesalahan dalam menyusun logika berpikir.
Logical fallacy artinya juga bisa dimaknai ketika tak ada keterkaitan antara gagasan dengan kesimpulan yang diutarakan.
Sementara itu dalam logika matematika, sistem logika mempunyai kebenaran dan pembuktian logis, valid dan sistematis. Kesalahan logika ini terkadang menjadi umpan untuk memanipulasi atau mempengaruhi lawan bicara.
Terdapat dua jenis logical fallacy, yakni formal dan informal. Kesalahan logika formal, menyangkut struktur argumen.
Sementara kesalahan logika informal berkaitan dengan isi argumen. Seseorang yang tak menyadari bahwa argumen yang diungkapkan merupakan logical fallacy disebut dengan paralogis.
Golongan ini juga cenderung selalu menganggap dirinya benar. Adapun jika seseorang sengaja memakai logical fallacy untuk menggiring opini atau mengelabui lawan bicara disebut dengan sofisme.
Terdapat beberapa ciri yang bisa ditandai dari kesalahan logika secara umum, di antaranya:
- Terdapat kesalahan dalam logika berpikir
- Biasanya diterapkan dalam argumen
- Terdapat indikasi kesan menipu orang lain
- Kesalahan terjadi karena hal yang dirasa tak masuk akal
Jenis-jenis Logical Fallacy
Kesalahan logika acap kali terjadi akibat premis yang disusun untuk sebuah argumen itu salah, sehingga kesimpulan yang diambil pun salah. Penyebabnya bisa karena pemaksaan prinsip logika tanpa memperhatikan relevansinya.
Ad Hominem
Ad Hominem terjadi ketika argumentasi yang diajukan tidak berfokus pada persoalan sesungguhnya, tetapi justru mengarah pada sisi pribadi lawan bicara.
Jenis logical fallacy Ad Hominem ini biasanya menyerang seseorang, atau secara lebih halus meragukan karakter personalnya tanpa mempertimbangkan argumen yang disampaikan.
Contohnya, dalam sebuah debat seorang perempuan memaparkan satu kasus pelanggaran hak buruh dalam satu perusahaan dan menyatakan argumen untuk sistem perpajakan yang adil bagi seluruh pekerja.
Namun seseorang menyanggahnya dengan mengatakan, “Apakah kita harus percaya pada seorang wanita yang tidak menikah, pernah dipenjara, dan memiliki postur tubuh aneh begitu?”
Strawman
Strawman fallacy terjadi ketika seseorang menyalahartikan argumen lawan bicara dengan tujuan melemahkannya, sehingga mudah diserang. Kesalahan penalaran ini juga bisa terjadi ketika seseorang memang secara sengaja mengarang argumen dengan tujuan manipulatif.Ketidakjujuran ini selain merusak fokus wacana yang tengah dibahas, juga membantah satu argumen dengan menganggapnya remeh atau sepele.
Contoh: Reza mengatakan bahwa organisasinya harus mengalokasikan dana lebih untuk kesehatan dan pendidikan. Tetapi Aldo menanggapi dengan mengatakan bahwa Reza seolah-olah membenci organisasinya dan ingin menghabiskan uang organisasi.
False Dilemma
False dilemma fallacy atau sering disebut sebagai black or white terjadi ketika seseorang mempresentasikan dua pernyataan alternatif sebagai satu kemungkinan saja, padahal masih ada banyak kemungkinan lain.Kekeliruan logika ini kadang nampak logis, tetapi sebetulnya pemikiran biner ini mengaburkan perdebatan yang rasional dan jujur.
Contoh: Seseorang mengatakan suara-suara aneh di loteng rumahnya disebabkan oleh aktivitas hantu atau seorang maling yang sedang mencoba menyusup. Pemikiran ini merupakan false dilemma, karena hanya meyakini dua alasan dari sumber suara berisik tersebut, tanpa memperhitungkan kemungkinan lain.
Slippery Slope
Masalah logical fallacy penalaran Slippery Slope adalah ketika seseorang menghindari keterlibatan dengan masalah yang dihadapi dan malah mengalihkan perhatian pada hipotesis ekstrem yang menakut-nakuti.
Sehingga, argumen yang ada justru akan menyebabkan kejadian yang tidak diinginkan. Padahal tidak ada bukti yang valid bahwa reaksi-reaksi tersebut benar-benar terjadi.
Contoh: Seorang konsultan mengemukakan pendapat bahwa apabila sebuah perusahaan terus-terusan menerapkan sistem kerja dari rumah atau Work From Home, maka pendapatan bisnis akan mengalami penurunan.
Circular Reasoning
Circular reasoning atau sering disebut begging the question terjadi apabila seseorang menyajikan argumen yang tidak koheren secara logis dan cenderung beputar-putar tanpa memberikan bukti nyata.
Hal ini terjadi juga ketika seseorang memiliki asumsi yang dipegang teguh, sehingga dianggap sebagai sesuatu yang sudah pasti dalam pikirannya.
Contoh: “Anda harus membeli produk pemudar kantung mata hitam ini karena ini terkenal dan dipakai oleh Angelina Jolie. Lihatlah Angelina Jolie tak punya kantung mata!”
Hasty Generalization
Hasty generalization terjadi ketika seseorang membuat kesimpulan berdasarkan sampel yang terlalu kecil atau tidak representatif. Klaim yang dipakai dalam logical fallacy ini cenderung tergesa-gesa dan hanya sesuai dengan situasi umum tanpa dasar bukti yang mencukupi.Contoh: Hanya karena dua orang pelanggan memberikan ulasan buruk pada sebuah aplikasi, seorang pemilik restoran langsung menyimpulkan bahwa semua pelanggannya tidak pas dengan layanannya.
Red Herring
Red herring fallacy biasanya dipakai untuk mengalihkan perhatian dari isu utama dengan menghadirkan informasi yang tidak berkaitan atau relevan. Akibat dari fallacy ini adalah topik diskusi awal yang dibahas cenderung dihindari.
Contoh: Seorang politisi dalam debat politik ditanyai tentang bagaimana strateginya ke depan dalam memberantas korupsi.
Lalu dia menjawab, “Saya punya rencana dalam memerangi korupsi di negara ini, salah satunya dengan menciptakan lebih banyak lapangan kerja. Menurut saya yang paling dibutuhkan saat ini adalah pertumbuhan ekonomi, sehingga prioritas utama saat ini adalah pada anak muda yang harus diberi fasilitas terkait ketenagakerjaan.”
Post Hoc Ergo Propter Hoc (False Cause)
Jenis logical fallacy ini terjadi ketika seseorang menganggap bahwa karena suatu peristiwa terjadi setelah peristiwa lain, maka yang pertama adalah penyebab yang kedua. Logical fallacy ini dapat menyebabkan takhayul yang tak memiliki hubungan sebab akibat yang terbukti.Contoh: “Saat mengenakan dasi merah, kedai saya ramai pengunjung. Hari berikutnya ketika saya memakai dasi motif polkadot, kedai saya jadi sepi. Sebaiknya besok saya selalu memakai dasi warna merah supaya kedai saya laris.”
Appeal to Authority
Kesalahan penalaran ini terjadi apabila seseorang menggunakan otoritas atau kekuasaannya sebagai bukti utama tanpa memeriksa validitas klaimnya.
Alih-alih membenarkan klaim yang logis, seseorang justru mengutip figur atau ahli yang dianggap memiliki otoritas demi kredibilitas argumen.
Biasanya ini digunakan dalam teknik persuasi seperti iklan, perpolitikan atau diskusi sehari-hari.
Contoh: “Menurut nenek saya yang seorang peramal cuaca, krisis iklim tidaklah nyata. Ketakutan-ketakutan yang disebar tentang isu iklim seharusnya tidak digubris karena nenek saya sudah hidup puluhan tahun dan masih hidup dengan sehat.”
Appeal to Emotion
Fallacy ini terjadi ketika emosi digunakan untuk memengaruhi opini tanpa dasar logis yang kuat. Daya tarik emosi biasanya dipakai untuk membangkitkan perasaan, sehingga fakta yang ada cenderung diabaikan.
Contoh: “Saya tahu saya terlambat mengirim dokumen dari direksi kemarin, tapi tolong pengertiannya. Karena kemarin saya sedang kalut, dan Anda tahu sendiri bahwa saya orangnya tak bisa bekerja di bawah tekanan.”
False Equivalence
False equivalence terjadi ketika dua hal yang berbeda dianggap sama hanya karena memiliki satu kemiripan tertentu.
Logical fallacy ini menjadikan dua argumen yang sebenarnya berlawanan tampak setara secara logis padahal sebenarnya tidak. Kebingungan ini biasanya disebabkan oleh satu karakteristik yang sama dan terlalu disederhanakan, dan faktor-faktor penting yang lain cenderung diabaikan.
Contoh: Pernyataan bahwa vaksin sama bahayanya dengan penyakit yang dicegahnya. Padahal vaksinasi memiliki resiko efek samping yang lebih rendah, sementara penyakit yang dicegahnya dapat menyebabkan kerusakan serius atau bahkan hingga kematian.
Appeal to Ignorance
Appeal to ignorance ini terjadi ketika sesuatu dianggap benar hanya karena tidak ada bukti yang menentangnya. Sesat pikir ini juga membebankan pihak lain untuk menunjukkan pembuktian dari argumennya.
Contoh: Seorang mahasiswa baru ditawari bergabung dalam sebuah organisasi di kampusnya. Ia bertanya, “Mengapa saya harus bergabung dalam organisasi ini?”. Lalu seorang senior menjawab, “Mengapa tidak?”
Tu Quoque
Tu quoque jika diterjemahkan artinya “lihat siapa yang bicara”. Logical fallacy ini terjadi ketika seseorang mengalihkan kritik dengan menunjukkan kesalahan serupa pada orang yang mengkritik. Alih-alih membahas argumen itu sendiri, yang diserang justru tindakan atau keadaan lawan bicaranya.
Contoh: Seorang ibu menasehati anaknya untuk berhenti merokok karena itu berbahaya bagi kesehatan paru-parunya, apalagi ia mengidap penyakit bronkitis. Sementara sang anak malah menjawab, “Ibu saja juga sudah merokok sejak remaja.”
Equivocation
Equivocation terjadi ketika seseorang menggunakan kata dengan dua makna berbeda dalam satu argumen untuk membingungkan lawan bicara. Karena perubahan makna ini terjadi secara mendadak, argumen tersebut menjadi tidak valid atau bahkan menyesatkan.
Contoh: “Semua manusia bernapas. Ikan juga bernafas. Jadi ikan bisa hidup di darat.”
Memahami berbagai jenis logical fallacy menjadi satu hal yang penting untuk meningkatkan kualitas diskusi dan argumen.
Dengan mengenalinya, seseorang atau sebuah forum dapat secara profesional membangun argumen secara sehat tanpa tendensi menyerang pihak lain. Hal ini tentu menjadi upaya untuk membagun kebiasaan berpikir kritis dan logis yang tidak menyesatkan publik.
Penulis: Dina T Wijaya
Editor: Yulaika Ramadhani